4. Kewenangan Pemerintah Pusat (Presiden RI): menetapkan wilayah yang terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
SARAN
Masukan yang terpikirikan oleh penulis sekarang untuk mencegah saling berkonfliknya pemerintah pusat dengan pemerintah daerah adalah agar masing-masing tingkatan pemerintah dapat menggunakan kewenangannya dengan tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. Dalam keadaan seperti ini, Unified Command dan Single Point of Contact menjadi sangat penting. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dengan Kepala BNPB sebagai Ketua Pelaksananya, harus diperkuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2. Perlu menetapkan daerah wabah dan wilayah yang terjangkit terlebih dahulu, lalu menetapkan daerah/wilayah tersebut dalam status darurat bencana, sehingga Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dapat diberikan akses kewenangan yang lebih besar melalui kewenangan yang diberikan kepada BNPB (status darurat bencana tidak sama dengan lockdown).Â
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan BNPB dapat melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengurangi infeksi COVID-19 sebelum diambil tindakan movement restriction mau pun lockdown.
3. Dalam hal dibutuhkan tindakan yang lebih jauh lagi, Pemerintah Pusat cq. Menteri Kesehatan dapat menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (movement restriction) dahulu tanpa melakukan lockdown di daerah wabah dalam status darurat bencana tersebut.
4. Jika Pembatasan Sosial Berskala Besar dirasa masih belum cukup untuk menahan laju infeksi COVID-19 (atau setelah pemerintah pusat dan pemerintah daerah benar-benar siap menerapkan lockdown), maka sebagai ultimum remedium, Pemerintah Pusat cq.Â
Menteri Kesehatan dapat menetapkan Karantina Wilayah (lockdown) di daerah wabah dalam status darurat bencana tersebut. Dalam hal ini, kebutuhan hidup dasar orang di wilayah karantina harus dijamin oleh pemerintah pusat dengan dibantu oleh pemerintah daerah, sebagaimana diamanatkan oleh UU Kekarantinaan Kesehatan.
UPDATE 20 MARET 2020