Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Money

Kelapa Sawit, Idola Baru Kaum Tani

6 Februari 2012   05:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:00 11846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika selama ini kehidupan petani identik dengan kemelaratan, itu wajar, karena petani hanya mengenal padi dan palawija sebagai tanaman utama. Sebagaimana diketahui, tanaman padi membutuhkan ongkos produksi yang tinggi. Rawan terhadap perubahan cuaca dan rentan terhadap gangguan hama. Setelah panen pun, petani masih menghadapi fluktuasi pasar dan permainan para tengkulak yang membuat harga terjun ke dasar sumur. Dengan lahan seluas satu hektar, petani hanya meraih penghasilan bersih sekitar Rp. 2 juta sekali panen, dengan 3 kali panen/tahun jika sawahnya memiliki irigasi yang baik. Itu penghasilan yang menyedihkan, lebih rendah dari UMR Jabodetabek.

Tapi situasinya akan berbeda jika petani menanam kelapa sawit. Sebagai tanaman keras, kelapa sawit hanya perlu penanaman satu kali untuk periode 30 tahun. Tiga tahun setelah ditanam ia mulai menghasilkan buah, namanya buah pasir, untuk selanjutnya akan panen setiap periode dua minggu. Dengan harga rata-rata TBS Rp.1.300.- per kilogram, satu hektar kebun sawit dapat menghasilkan Rp. 36 juta per tahun, itu setara dengan penghasilan PNS II/a, atau hampir tujuh kali lipat dari penghasilan petani yang menanam padi!

Keunggulan sawit lainnya adalah ringan dalam pemeliharaan dan tahan terhadap perubahan cuaca. Tidak memiliki hama alamiah yang betul-betul dianggap ‘hama’, kecuali pencuri kecil-kecilan yang biasa disebut ninja atau grandong. Mengenai harga, sebagai komoditi internasional harga kelapa sawit relatif stabil, nyaris tak berfluktuasi sepanjang tahun. Yang penting pula, mata rantai yang sangat pendek antara pemilik kebun dan pabrik CPO membuat tengkulak tak bisa masuk, sehingga petani memperoleh hasil keringatnya secara maksimum.

Berikut tabel perbandingan sederhana :

No

Komoditas

Luas

Hasil bersih rata-rata per Tahun Dalam Rupiah

Keterangan

1

Padi

ha

Rp. 6 juta

2 kali panen/tahun

2

Jagung

ha

Rp. 9 juta

3 kali panen/tahun

3

Ketela Pohon

ha

Rp. 3 juta

1 kali panen/tahun

4

Kelapa Sawit

ha

Rp. 39 juta

26 kali panen/tahun

Dari tabel di atas terlihat bahwa kehidupan petani akan terangkat jika menanam kelapa sawit. Itulah sebabnya, di beberapa tempat di Pulau Sumatera telah banyak petani yang beralih menanam kelapa sawit dengan mengeringkan sawahnya. Tidak sulit menemukan sawah tadah hujan maupun sawah yang kurang produktif telah diubah menjadi kebun kelapa sawit. Tidak tertutup kemungkinan demam sawit melanda Pulau Jawa pula. Adalah hal yang wajar jika setiap orang menginginkan penghasilan yang terbaik. Lebih-lebih struktur tanah di Pulau Jawa (tanah liat merah) sangat ideal untuk tanaman kelapa sawit. Sangat mungkin, dengan 10 hektarkebun kelapa sawit di Pulau Jawa dapat mengantar seseorang berpenghasilan setingkat bupati yang saleh.

Tapi itu akan menjadi masalah besar yang mengancam perut bangsa ini. Pulau Jawa adalah sentra produksi beras nasional, dimana 90 % luasan sawah di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Jika bibit kelapa sawit mulai mengalir dari Pulau Sumatera, menyeberangi Selat Sunda menuju Pulau Jawa, itu indikasi bahwa kiamat telah dekat. Satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah melarang pembangunan pabrik CPO di Pulau Jawa, tapi itu pun akan sia-sia saja jika berhadapan dengan petani yang menuntut peningkatan kesejahteraan.

Tulisan ini saya buat untuk menggugah kesadaran kita bersama dalam memahami urgensi pertanian horti-kultura nasional. Mengumbar simpati dan kasihan dengan berpura-pura mencintai produk pertanian nasional adalah tindakan absurd. Sebaiknya pemerintah dan masyarakat mulai menyadari fakta bahwa Petani Indonesia memiliki kartu truf yang membuatnya berada di atas angin. Sewaktu-waktu akan muncul revolusi tanaman yang membuat kita terperangah!

Kelapa sawit dengan segala produk turunannya masih di tunggu di pasar internasional. Pertambahan penduduk bumi berikut perkembangan peradaban yang menyertainya mengisyaratkan bahwa setiap manusia memerlukan satu batang kelapa sawit menyokong kebutuhan hidupnya. Dan kelapa sawit hanya tumbuh dengan baik di tanah khatulistiwa, dan terutama sekali: Di Tanah Air Indonesia!

Selamat Siang, Kompasiana!

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun