Note: Sebagai petani, saya selalu mengharapkan visi dan misi pemimpin yang membumi soal pertanian ini. Saya dapat melihat dan merasakannya sendiri, berbagai kendala di bidang pertanian diperparah oleh tiadanya peta jalan yang realistis dari pemimpin.- Tengkubintang.
“Dimana dalam strategy ini, fokus yang akan dilakukan oleh Prabowo adalah pada bidang ‘agriculture” atau pertanian. Kita sudah sama-sama tahu jika ada sekitar 77 juta hektar hutan kita rusak dan HARUS dikembalikan ke habitatnya.
Dari sekian luas hutan yang rusak, Prabowo akan membangun setidaknya 10 juta hektar kebun pangan dan energi (bioetanol & biodiesel) disana. Akan ada sawah baru untuk padi, kebun jagung, kedelai, singkong, aren, kemiri, jarak pagar dan lainnya.
Dan dengan modal sekitar Rp. 50 T, dari sisi kebun energi akan dihasilkan sekitar 700 juta barrel bioethanol yang akan bisa menggantikan impor 500 juta barrel BBM kebutuhan bangsa kita dan sisanya bisa diekspor ke luar negeri. Contoh sukses bioethanol tentu negara Brazil. Jadi kelak, tidak perlu lagi mengebor isi perut bumi untuk energi, toh diatas bumi saja masih bisa menutup kebutuhan dasar energi bangsa kita.” (Prabowonomics & Legenda Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Hazmi Srondol, Kompasiana).
Dalam visi ekonomi ini tercantum kata-kata; fokus, luas lahan, komoditi tanaman, permodalan dan pemanfaatan hasilnya, menandakan pandangan ini telah melewati pengkajian mendalam, telah menimbang peluang dan kendala serta faktor-faktor yang mempengaruhi implementasinya. Semoga penjabaran ini benar-benar merupakan visi ekonomi Prabowo Subianto (maksudnya bukan karang-karangan Bung Hazmi Srondol saja, hehe). Sebab, menurut wejangan nenek-moyang, Tanah Air Indonesia ini ditasbihkan oleh Tuhan YMK sebagai negara agraris dan maritim. Sudah seharusnya modal alamiah itu dijadikan sebagai soko-guru perekonomian, sekaligus sebagai peluang membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya.
Menyangkut partisipasi masyarakat tani, sejak dahulu masyarakat kita itu terkenal rajin. Berangkat ke lahan sebelum ayam berkokok, pulang setelah senja jatuh. Masalahnya pertanian kita tak medatangkan hasil sepadan.
Permasalahannya yang paling utama adalah penjualan hasil panen. Tidak adanya pengasuhan langsung dari pemerintah, melulu menyerahkannya pada persaingan pasar, mengakibatkan petani patah arang. Setiap kali panen raya tiba untuk jenis tanaman apa pun, harga langsung anjlok.
Ada banyak faktor yang memicu situasi menyedihkan ini, antara lain adalah penetrasi komoditi impor. Rendahnya kualitas hasil panen karena minimnya penelitian dan pemuliaan tanaman. Sulitnya menembus pasar ekspor, serta maraknya serbuan produk pertanian asing yang antara lain bertujuan mengacaukan siklus panen dalam negeri (dumping).
Dengan keterlibatan pemerintah mengemudikan pertanian secara langsung, sudah pasti pelaksanaannya akan lebih terarah dan terencana. Seluruh instrument negara bergerak dalam satu irama. Sedangkan masyarakat di sekitarnya akan menyesuaikan diri dengan mengikuti pola tanam dan jenis tanaman, tak perlu dipaksa-paksa, sesuatu yang tak relevan lagi di jaman kemajuan ini. Dengan sendirinya masyarakat akan bergabung manakala hasilnya menjanjikan, ikut menjual hasil panenannya dengan menumpang kapal besar yang hendak berlayar menuju samudera.
Barangkali akan tercipta harmonisasi seperti berikut ini:
BPPT senantiasa melakukan penelitian dan pemutahkiran bibit unggul, juga teknologi pertanian, meneliti tingkat kesuburan tanah dan pH-nya untuk mengumumkan tanaman yang cocok di satu wilayah. Menteri Pertanian mengkordinasikan penyuluhan-penyuluhan dan memastikan distribusi pupuk sampai di tujuan, tidak menjadi bulan-bulanan para cukong. Menteri Perdagangan menjual hasilnya ke luar negeri. Sedangkan Bea Cukai dan TNI-AL memagari pelabuhan dari kemungkinan masuknya produk pertanian selundupan yang sangat melumpuhkan pertanian dalam negeri.
Wawww….., kerja hebat, Bung!
Secara umum, visi Prabowonomic ini, khususnya menyangkut pertanian, saya anggap OK-punya, visioner, membumi. Jika dilaksanakan secara konsisten, visi ini akan mendatangkan kemakmuran bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Memakmurkan dan membanggakan.
(Karena ini musim kampanye, tak ada salahnya membanding-bandingkan dengan program ekonomi tetangga sebelah. Ada yang mengatakan Petani Indonesia akan dijadikan sebagai tuan di rumahnya sendiri, tetapi belum jelas apa langkah-langkahnya. Ada juga yang menyatakan Revolusi Mental, barangkali juga di bidang pertanian. Itu pun kita belum tahu pada tikungan keberapa revolusi itu nantinya baru bertemu dengan distribusi pupuk…..)
Mari Membangun Bangsa.
Jadilah Macan Asia!
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H