Mohon tunggu...
Tengku Adri
Tengku Adri Mohon Tunggu... wiraswasta -

PEDULI ATRESIA BILIER

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Atresia Bilier, Masalah dan Solusi yang Diharapkan

19 Juni 2015   23:15 Diperbarui: 20 Agustus 2015   23:23 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEKILAS ATRESIA BILIER

Atresia Bilier adalah suatu kondisi dimana saluran empedu tidak terbentuk dengan sempurna / masalah pada saluran empedu. Hal ini menyebabkan penderita akan mengalami kerusakan liver dengan waktu yang relatif singkat, yaitu kurang dari 3
 bulan.

Penyakit ini umumnya terjadi pada bayi diawal kelahiran. Tindakan medis yang bisa dilakukan hanya ada 2 :

 1. Operasi Portoenterostomi , atau secara luas dikenal dengan operasi KASAI. Yaitu suatu tindakan membuat saluran empedu baru. Tindakan ini sebaiknya dilakukan pada usia dibawah 2 bulan. Namun prosedur KASAI ini bersifat sementara atau hanya menunda pelaksanaan operasi Transplantasi Liver

 2. Operasi Transplantasi Liver , tindakan ini adalah satu-satunya solusi kesembuhan bagi penderita Atresia Bilier.

 Sampai hari ini belum ditemukan secara pasti apa penyebab Atresia Bilier, sehingga tidak ada upaya pencegahan yang bisa dilakukan.

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi angka kematian bayi penderita Atresia Biler adalah dengan memberikan edukasi seluas-luasnya kepada masyrakat mengenai gejala Atresia Bilier agar orang tua pasien bisa segera melakukan tindakan yang tepat sedari dini dan melakukan operasi KASAI, dan tentu saja keberhasilan operasi KASAI itu sendiri.

ATRESIA BILIER : “ No Cause – No Cure , Liver Transplant Only”

 PERMASALAHAN

  1. Jumlah Pasien

 Menurut literatur, fenomena Atresia Bilier diperkirakan ditemukan dalam 1: 10.000 s/d 1: 15.000 kelahiran hidup.

 Menurut Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN Pusat, Wendi Hartanto, yang dikutip oleh RRI.co.id , Wendi mengatakan bahwa :

 “Sejak tahun 2000 hingga saat ini, angka kelahiran bayi sudah diatas 4,5 juta per tahun "

Hal ini berarti jumlah bayi di Indonesia yang lahir dengan kondisi Atresia Bilier setiap tahunnya mencapai 300 – 450 jiwa. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa setiap hari lahir 1-2 anak Indonesia dengan kondisi Atresia Bilier.

 Berdasarkan perkiraan diatas, maka bisa dipastikan bahwa sejatinya ribuan bayi-bayi tak berdosa itu telah meninggal dunia selama 5 tahun terakhir.

 Sebab jika mengambil contoh pada tahun 2014, kami mencatat hanya ada 2 ( dua ) pejuang Atresia Bilier yang berhasil menjalani Operasi Transplantasi Hati. Maka kesimpulannya, lebih dari 90% para bayi Pejuang Atresia Bilier meninggal dunia tanpa sempat menjalani prosedur Transplantasi Hati.

 Domisili Pasien

Pasien Atresia Bilier ( Selanjutnya akan kami sebut sebagai PEJUANG ATRESIA BILIER ) , berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Tersebar dari Aceh hingga Papua.

Rumah Sakit Rujukan

 Seperti yang telah kami paparkan diatas bahwa Pejuang Atresia Bilier berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Namun sayangnya, hingga hari ini penanganan yang baik dan tepat belum bisa dilakukan di daerah. Hampir semua pasien terkonsentrasi di RSCM Jakarta, dan sisanya berada di rumah sakit yang ada di pulau jawa , seperti RS Dr. Sardjito – Jogja , RS. Kariadi – Semarang dan RS. Sutomo – Surabaya.

 Saat ini kami mencatat ada beberapa Pejuang Atresia Bilier yang berasal dari daerah diluar Jakarta yang berusaha menjemput kesembuhan di RSCM Jakarta.

 Sentralisasi ini juga merupakan salah satu penyebab kematian bayi. Sebab tidak sedikit orang tua Pejuang Atresia Bilier dari daerah yang akhirnya pasrah dan menunggu nasib karena tidak memiliki biaya untuk berobat di Pulau Jawa, khususnya Jakarta.

Kebutuhan Nutrisi

Pejuang Atresia Bilier disarankan mengkonsumsi Susu Khusus untuk perbaikan nutrisi dan hal ini berkaitan erat dengan proses mempersiapkan pasien agar bisa melakukan operasi Transplantasi Liver. Setidaknya hal itu yg terjadi selama ini di Indonesia.

Harga Susu Khusus tersebut cukup mahal, berkisar antara Rp. 250.000 s/d Rp. 270.000 .

Bagi pasien yang berusia 0-12 bulan, rata-rata mengkonsumsi 5 – 10 kaleng susu / bulan.

Sedangkan bagi pasien yang berusia diatas 1 Tahun rata-rata mengkonsumsi 15 – 25 kaleng susu / bulan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan Susu tersebut, orang tua pasien harus menyediakan dana sebesar Rp. 2000.000 s/d Rp. 7000.000 setiap bulannya. Dan BPJS tidak menanggung biaya tersebut.

 Biaya Pengobatan yang Mahal

  1. Pemeriksaan Calon Donor ( Screening ), menelan biaya 15 – 20 juta rupiah, dan biaya ini harus ditanggung sendiri oleh keluarga pasien. Jika dalam pelaksanaannya terjadi kegagalan ( umumnya disebabkan oleh kondisi calon donor yang tidak memenuhi syarat ), maka prosedur pemeriksaan atau Screening harus diulangi setelah keluarga pasien memiliki Kandidat Donor yang baru. Hal ini terus dilakukan berulang-ulang sampai kandidat donor tersebut dinyatakan cocok dan siap untuk menjadi donor.
  2. Transplantasi Hati, prosedur wajib bagi Pejuang Atresia Bilier ini menelan biaya ratusan juta. Seperti yang kami lansir oleh Liputan6.com , direktur utama RSCM menyatakan sebagai berikut : “Biaya yang dibutuhkan untuk transplantasi hati Rp 900 juta," terang Direktur Utama RSCM, D. dr. C.H.Soejono, Sp.PD-K saat bertemu insan pers di Kemenkes RI ditulis Kamis (12/2/2015).
  • Post-Transplant, menurut National Health Service UK, 1 dari 3 pasien Transplantasi Hati umumnya punya kecenderungan mengkonsumsi Obat Anti Penolakan Organ. Pada umumnya, obat ini juga harus dikonsumsi seumur hidup. Harga obat yang mahal tentu saja menjadi persoalan baru bagi Pejuang Atresia Bilier yang telah melaksanakan prosedur Transplantasi Liver.

Masalah ini diperberat lagi dengan beberapa pengecekan laboratorium secara rutin yang hanya bisa dilakukan di Laboratorium Swasta, yang biayanya tidak bisa dibebankan kepada program Jaminan Kesehatan Nasional.

 Standard Tata Laksana Transplantasi Liver

Selama ini selalu didengungkan bahwa Indonesia sudah bisa melakukan operasi Transplantasi Hati. Namun, sampai hari ini belum ada kejelasan siapa yang sebenarnya menjadi eksekutor dalam pelaksanaan operasi tersebut.

Ada rumor yang mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya, operasi Transplantasi Hati yang pernah dilakukan tidak di-eksekusi langsung oleh Tim Medis lokal, melainkan oleh Tim Medis dari luar negri.

Hal ini dipertegas oleh tidak adanya STANDARD TATA LAKSANA TRANSPLANTASI LIVER di Indonesia.

Selama 1 Tahun terakhir, pejuang Atresia Bilier di Indonesia akan dianggap memenuhi syarat Transplantasi Hati jika berusia diatas 1 tahun dan memiliki berat badan minimal 10 kilogram

Namun, baru-baru ini seorang pasien asal Gorontalo berhasil menjalani operasi Transplantasi Hati walau belum berusia 1 Tahun dan berat badan masih dibawah 10 kilogram.

Kami curiga hal ini bisa terjadi karena terdapat perbedaan Standard Tata Laksana Transplantasi oleh tiap-tiap Tim Medis “import” yang harus dipatuhi oleh tim dokter lokal.

Tentu saja hal ini menyebabkan kebingungan diantara orang tua pasien. Selain itu, persoalan ini tentu terkait dengan Tarif Transplantasi Liver di Indonesia. Sebab Professional Fee tiap-tiap tim medis dari luar negeri tersebut pasti berbeda.

Edukasi dan Sosialisasi

Lebih dari 80% Pejuang Atresia Bilier menjalani pemeriksaan dan pengobatan di Rumah Sakit atau dokter ahli Gastro Hepatologi disaat kondisi livernya sudah mengalami pengerasan atau sirosis. Hal ini disebabkan ketidaktahuan masyarakat akan gejala ATRESIA BILIER, sehingga para orang tua pasien terlambat dalam merespon kondisi anak mereka.

Tak hanya para orang tua, dari hasil diskusi kami dengan beberapa orang tua Pejuang Atresia Bilier, bahkan tenaga medis setempat pun tidak banyak yang mengenali gejala penyakit mematikan ini. Tentu saja hal ini memperburuk keadaan.

Obat-obatan

Tidak kami pungkiri bahwa program JKN yang dikelola oleh BPJS cukup memberi angin segar bagi proses pengobatan Pejuang Atresia Bilier, namun sampai hari ini kami masih melihat kekurangan disana sini. Diantaranya adalah masih adanya obat-obat yang cukup mahal, yang harus ditanggung sendiri oleh orang tua pasien.

 

  • SOLUSI YANG DIHARAPKAN

 Sosialisasi dan Edukasi

Seperti yang telah kami sampaikan diatas bahwa tak hanya masyarakat, bahkan tenaga medis pun masih banyak belum memahami persoalan Atresia Bilier.

Maka kami berharap pemerintah dapat melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi yang luas di masyarakat secara umum dan tenaga medis secara khusus agar dapat mengenali dan memahami segala hal yang berkaitan dengan penyakit Atresia Bilier.

Biaya Pengobatan

Biaya pengobatan Atresia Bilier, mulai dari obat-obat, susu khusus, Screening Calon Donor , Transplantasi Liver hingga segala hal yang dibutuhkan bagi pasien Post-Transplan diharapkan dapat ditanggung oleh pemerintah.

 Dan yang tak kalah penting adalah pernyataan resmi dari pemerintah pasca penetapan permohonan kami diatas.

 Hal ini penting dilakukan agar orang tua pejuang Atresia Bilier bisa dengan tenang merawat dan memperjuangkan kesembuhan anaknya.

 Kami berharap kedepannya tidak ada lagi bayang-bayang biaya pengobatan yang mahal, yang menghantui orang tua pasien.

Jangan ada lagi pernyataan dari pihak Rumah Sakit yang terkesan menakut-nakuti orang tua pasien dengan menyebutkan mahalnya biaya Transplantasi Hati. Jika memang GRATIS, TEGASKAN lalu SAMPAIKAN kepada masyarakat.]

Kesiapan dan Kemampuan Tim Medis Lokal

Seperti yang telah kami sampaikan diatas, kami belum pernah menemukan informasi tentang pelaksanaan prosedur Tranplantasi Liver yang dilakukan secara mandiri ( 100% ) oleh Tim Medis Indonesia. Ketergantungan pada Tim Medis dari luar negeri tentu tidak bisa dibiarkan.

 Pemerintah diharapkan dapat mendorong Tim Medis Indonesia untuk segera melakukan operasi Transplantasi Liver secara Mandiri.

Desentralisasi

Sentralisasi pengobatan Atresia Bilier dan Transplantasi Hati melahirkan banyak permasalahan seperti yang kami sebutkan diatas.

Menumpuknya pasien di RSCM dan beberapa Rumah Sakit di Pulau Jawa juga akan berdampak kepada menurunnya pelayanan Tenaga Medis di Rumah Sakit tersebut diatas.

Selain itu, berdasarkan Informasi yang kami peroleh, ada 2 Rumah Sakit di luar Jakarta yang saat ini sedang bersiap untuk melakukan operasi Transplantasi Hati. Yaitu, RS dr. Sardjito – Jogja dan RS. Adam Malik – Medan.

Kami berharap pemerintah dapat menyokong rumah sakit tersebut dan rumah sakit lainnya di berbagai wilayah Indonesia agar benar-benar mampu menjadi rumah sakit yang bisa diandalkan dalam menangani penyakit ini.

Desentralisasi akan berdampak sangat positif bagi masa depan yang baik terkait upaya mengurangi angka kematian bayi akibat Atresia Bilier.

 Rumah Singgah

 Masih terkait pada persoalan Sentralisasi yang menyebabkan menumpuknya para pejuang Atresia Bilier di Pulau Jawa, khususnya JAKARTA. Maka ketersediaan RUMAH SINGGAH khusus pejuang Atresia Bilier adalah hal yang sangat mendesak.

 Kami berharap pemerintah dapat menyediakan Rumah Singgah Khusus Pejuang Atresia Bilier sesegera mungkin.

 Deteksi Dini

 Rumah sakit berperan besar dalam melakukan deteksi dini terhadap penyakit yang kerap diderita bayi diawal kelahiran, baik itu Atresia Bilier maupun penyakit-penyakit lainnya yang memang kerap terjadi atau berpotensi terjadi diawal kelahiran. Deteksi dini tentu akan berdampak sangat baik dalam proses pengobatan.

 Karenanya kami mendesak pemerintah agar mengeluarkan peraturan terkait hal ini.

 FAKTA

 Sepanjang Tahun 2014 hanya ada 2 ( dua ) orang Pejuang Atresia Bilier yang berhasil melewati operasi Transplantasi Hati, yaitu :

  1. Ryu Deyumni Mahrani, asal Bangka, melakukan operasi Transplantasi Hati di Jepang
  2. Sherlyn, asal Singkawang, melakuan operasi Transplantasi Hati di Taiwan
  1. Sedikitnya 16 bayi pejuang Atresia Bilier dan 1 anak meninggal dunia sepanjang Tahun 2015 :
  • Olivia Jasmine ( Lampung )
  • Adfisatya Abiy Falatehan ( Jogja )
  • Stephanie Annabelle ( Bogor )
  • Salsabila Dinata ( Lampung )
  • Muhammad Fahri Al-Jaelani ( Depok )
  • Tryas Aisyahpi Auliyani ( Bogor )
  • Al Fariel Zikri Azhar ( Jakarta )
  • Raihan Nur Dziyabno ( Jakarta )
  • Suknia Clarissa ( Riau )
  • Syafiya ( Mojokerto)
  • Ryuji Marhaenis Kaizan ( Tangerang )
  • Krishna Ajitama ( Samarinda )
  • M. Verrel Al Farizqi ( Pontianak )
  • Alifa Naufalyn Fikria ( Cilacap )
  • Rama Indra Abimanyu ( Pasuruan, Jatim )
  • Nadia ( Magetan )
  • Adith - another liver disease ( Bangka )

Catatan : Angka sebenarnya pasti jauh lebih banyak.

  1. KESIMPULAN

 Persoalan Atresia Bilier belum mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik pusat maupun daerah.

 Hal ini dibuktikan oleh :

  • Minimnya edukasi tentang Atresia Bilier dan Ragam penyakit liver anak lainnya ditengah-tengah masyarakat awam dan tenaga medis.
  • Jumlah pejuang Atresia Bilier yang meninggal dunia jauh lebih banyak dibandingkan yang berhasil diselamatkan
  • Pejuang Atresia Bilier yang berhasil menjalani operasi Transplantasi Liver memperoleh bantuan dana dari masyarakat, bukan pemerintah.
  • Rumah Sakit di Indonesia belum bisa melakukan operasi Transplantasi Liver secara mandiri
  • Biaya Transplantasi Hati yang tidak Transparan. Menunjukkan pemerintah gagal melakukan fungsi kontrol terhadap Rumah Sakit yang menjadi tempat pelaksanaan operasi Transplantasi Hati
  • Jumlah Rumah Sakit yang mampu menangani pejuang Atresia Bilier, baik pra maupun post Transplantasi sangatlah minim dan masih terpusat di pulau Jawa, khususnya Jakarta
  • Tidak ditemukan Data Statistik Resmi Pejuang Atresia Bilier selama 5 tahun terakhir.
  1. PENUTUP

Demikian yang dapat kami sampaikan terkait hal-hal yang berhubungan dengan Atresia Bilier dan segala permasalahan serta harapan. Tentu saja apa yang kami sampaikan ini masih memiliki banyak kekurangan . Namun demikian, kami berharap segala hal yang kami sampaikan diatas dapat menjadi pertimbangan para penentu kebijakan, baik itu dari pihak Legislatif maupun Eksekutif agar penanganan kasus Atresia Bilier ini menjadi lebih baik kedepannya. Amin

Tulisan diatas telah kami sampaikan pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX dan Kemenkes RI beberapa waktu yang lalu. Namun, sampai saat ini belum menunjukkan hasil yg diharapkan. Karenanya hal ini coba kami sampaikan ke publik agar publik memahami apa yg menjadi kegelisahan kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun