Wajah cerah ratusan warga Desa Pasucen dan Kajar Rembang menjadi awal dari rasa optimis, warga desa tersebut untuk menapak penghidupan yang lebih baik di masa mendatang. Kisah horor bagaimana warga kesulitan air bersih karena kontur tanah dan struktur geologi di sekitar pegunungan kendeng yang ada di Rembang memang tidak ramah bagi kehidupan warga. Seperti warga yang hidup di daerah pegunungan kapur, maka di musim kemarau adalah ujian panjang dalam menjalani hidup. Jangankan kebutuhan air untuk pertanian yang tentu "nyaris" tidak ada, bahkan untuk kebutuhan MCK saja harus berjalan berkilometer hanya untu beberapa liter air.
Karena lokasi yang terpencil dan berada di perbatasan , maka sebagian warga Desa harus mencari sampai Desa Waru Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Sebagaimana dikutip dari salah satu media online, Suwarti salah seorang warga mengatakan setiap harus harus mengambil air dengan berjalan kaki dan menempuh jalan terjal dan menanjak. Dalam sehari, ida hanya mampu mengambil 1-2 jerigen untuk keperluan rumah tangga dan masih harus membayar air tersebut RP 5.000 tiap jerigen. Untunglah PT Semen Gresik yang sedang membangun pabrik semen di Gunem melalui program CSR menyalurkan sumber air dari Desa Waru Blora dan menampung dalam tandon 5.000 m3 yang airnya mengalir sepanjang waktu sehingga bisa dimanfaatkan warga sekitar.
Potret Rembang yang miskin
Berdasarkan data dari BPS Rembang yang diolah, pertumbuhan ekonomi Rembang dapat dikatakan berada di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, di Jawa Tengah juga masuk dibawah rata-rata. Sepanjang tahun 2009-2012 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rembang hanya pada kisaran 4,6% - 4,88% padahal rata-rata nasional pada kurun waktu tersebut adalah 5,5%. Pada tahun 2012 saat pertumbuhan ekonomi nasional berada pada angka 6,12%, di Rembang hanya tumbuh 4,88%. Ekonomi Rembang selama ini ditopang dari sektor pertanian yang memberikan kontribusi 46,7%, sektor industri hanya memberikan kontribusi 5,87%. Di Jawa Tengah, Rembang adalah kabupaten termiskin nomor 3, sedangkan di Pati Raya ( meliputi : Rembang, Pati, Blora, Grobogan dan Jepara) kabupaten Rembang adalah paling miskin.Â
Kabupaten Rembang memiliki kemiripan dengan Tuban, yang sama-sama memiliki garis pantai yang panjang, berada di jalur pantura yang merupakan jalur ekonomi utama pulau Jawa, sektor pertanian adalah penopang utama ekonomi, serta memiliki kekayaan alam batu kapur yang melimpah. Yang membedakan adalah, jika Kabupaten Tuban pertumbuhan ekonominya di tahun 2012 sebesar 6,27% berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional, maka Rembang adalah dibawah nasional. Salah satu penggerak ekonomi sekaligus sumber PAD Tuban adalah pemanfaatan potensi batu kapur. Jika di tahun 2002 pajak yang dibayarkan Rp 24 miliar, maka dalam kurun waktu 10 tahun, pada tahun 2011 sudah menembus angka Rp 49,8 miliar. Total kontribusi pajak-pajak daerah yang dibayarkan Semen Gresik sebagai PAD Kabupaten Tuban di tahun 2011 mencapai RP 92,1 miliar atau lebih dari 54% total PAD Kabupaten Tuban.
Tentu bicara mengenai kontribusi pajak SDA akan banyak kesan horor, jika dikaitkan dengan kasus beberapa perusahaan tambang yang telah melubangi gunung dan menjadi kawah di beberapa daerah di luar Jawa. Ternyata perusahaan semen BUMN ini tidak seperti "horor" yang diceritakan oleh LSM yang selama ini getol menolak keberadaan pabrik semen di Rembang. Faktanya justru disektiar pabrik Semen Gresik di Tuban air malah melimpah dan hasil pertanian meningkat pesat  Fakta di Tuban, produktivitas pertanian padi naik 300% dan jika ditambah dengan area tandus yang bisa ditanami palawija, maka total produktivitas pertanian meningkat 600% sejak beroperasinya pabrik Semen Gresik di Tuban. Beroperasinya pabrik Semen Gresik telah menciptakan puluhan bekas galian tanah liat yang difungsikan menjadi embung air dan di musim kemarau bisa menampung air sebanyak 4,6 juta m3 yang cukup mengairi sawah seluas 133,5 hektar sepanjang tahun.Â
Potret pegunungan kapur yang gersang dan tandus, justru menjadi hijau dan produktif setelah beroperasinya pabrik semen BUMN yang ramah lingkungan dan memperhatikan kelestarian alam.
Yaa...sebagai upaya memberikan kontribusi bagi penyelamatan lingkungan sekaligus inovasi dalam efisiensi operasional, pabrik Semen di Rembang telah didesain untuk mampu mengolah alternative fuel seperti sekam padi, dan biomass lainnya sebagai bahan bakar untuk mengurangi penggunaan batu bara. Dibayar di muka ibaratnya, perusahaan belum beroperasi dan belum ada keuntungan tetapi sejak proses pembangunan pabrik sudah menggelontorkan dana CSR Rp 13,6 miliar
Â
Dibayar Lunas Dimuka
Semen Gresik sedang proses menyelesaikan pembangunan embung air di Desa Tegaldowo, yang tentunya, akan merubah pola bercocok tanam dari sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi teknis. Melimpahnya produksi padi nantinya juga akan membuka peluang usaha baru yaitu menjual sekam padi ke pabrik Semen Rembang.
Yaa...sebagai upaya memberikan kontribusi bagi penyelamatan lingkungan sekaligus inovasi dalam efisiensi operasional, pabrik Semen di Rembang telah didesain untuk mampu mengolah alternative fuel seperti sekam padi, dan biomass lainnya sebagai bahan bakar untuk mengurangi penggunaan batu bara. Dibayar di muka ibaratnya, perusahaan belum beroperasi dan belum ada keuntungan tetapi sejak proses pembangunan pabrik sudah menggelontorkan dana CSR Rp 13,6 miliar. Hal ini tentu bertentangan dengan UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan perusahaan untuk menyalurkan dana CSR setahun setelah beroperasi dan menghasilkan keuntungan. Pabrik semen di Rembang belum beroperasi dan sudah berani salurkan dana CSR sebegitu besar, tentu jika tidak ada keyakinan dan niat baik sebagai bagian dari prinsip bisnis berkelanjutan maka tindakan Semen Gresik mungkin hanya ada di dunia fiksi dan mimpi.Â
Jika untuk orang tua yang mayoritas petani diberikan embung air, maka untuk generasi muda diberikan beasiswa dan berbagai bantuan pendidikan kualitas pendidikan, yang diharapkan kedepannya anak-anak petani ini dapat memiliki skil dan kompetensi yang tinggi untuk ikut menikmati keberadaan pabrik Semen Rembang, entah sebagai pekerja, mitra usaha ataupun membuka usaha yang akan sangat dibutuhkan karena ribuan pekerja dan supplier pabrik semen akan beraktivitas setiap hari.
Jadi masih relevankan upaya penolakan segelintir masyarakat yang dibantu LSM-LSM. Apalagi jika yang getol menolak pabrik semen BUMN dibangun di Rembang adalah orang luar dan masyarakat sekitar yang tidak punya lahan di sekitar pabrik semen. Perjuangan mereka selama ini dilandasi niat takut akan dampak buruk pabrik semen. Jika dampak buruk bisa diminimalisir dan bahkan ditiadakan, sedangkan manfaatnya begitu berjibun dan melimpah, lalu masih relevankah menolak pabrik Semen Rembang #mikir.
Selama ini warga sekitar berdirinya pabrik Semen Rembang selalu ditakuti dengan rusaknya lingkungan, kekeringan, polusi, kemiskinan. Yang mengatakan ini tentu sedang menyebar kebohongan, hanya untuk tujuan pribadi supaya terkenal, menaikkan posisi tawar secara politik dan lainnya. Â Berhentilah membohongi warga Rembang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H