Ayah, ternyata ada dua orang memanggilmu seperti itu. Aku dan anak kecil itu. Mataku tak bisa melihatmu lebih lama. Terlalu banyak kebahagiaan bagimu ditengah kesedihan saat ini. Aku menangis ayah. Aku menangis didepanmu, yang tak pernah kulakukan. Apa mungkin aku dan ibu tak bisa menjadi putri seperti yang ada di ceritamu. Lalu kau pergi mencari cerita lain, menemukan seorang putri dan pangeran kecil.
Aku tahu kau merasakan air mataku yang telah membuatmu bersalah. Tapi kau masih teguh dan merasa benar dengan egomu untuk memilh jalan yang telah terjadi. Tanpa ada yang ku ketahui, kecuali ibu. Wanita disebelahmu hanya menatapku kasihan yang memelas. Dia bukanlah siapa siapa bagiku, tak mungkin dia bisa mengerti. Begitu pula pangeran kecil dalam ceritamu kini, dia sangat asing bagiku untuk kupanggil adik.
###
Tak mungkin aku harus terbayang dengan cerita sedih yang telah kau buat untukku. Biarkan aku terus mengisi sore diteras rumah dengan cerita yang kubuat sendiri, tapi terkadang aku juga ingin mengulang cerita darimu dulu dan cerita ibu. Tentang seorang putri dan pangeran juga putri dan burung elang. Biarkan  aku akan terus mengingat hangatnya pelukannmu, walau sekarang kau mungkin tak ingat bagaimana caranya memeluk. Karena kau sudah lupa tentang apa itu kasih sayang. Atau kau sudah lupa untuk membaginya. Antara aku, ibu dan cerita barumu.
Ayah, tapi aku tak akan membencimu dan aku tak akan bisa. Kau cukup berarti menghiburku disaat kecil. Meski sekarang kau pergi dengan orang lain yang selalu memintamu diceritakan sebuah cerita petualanagan yang lebih seru. Aku tak keberatan, aku sangat berterimaksih kau telah memberikan tamparan bahwa semua tak akan selalu berjalan dengan  apa yang diinginkan.
 Ayah, aku mengisi kursimu dan akan melanjutkan bercerita untuk anakku. Aku tak mau bayangmu terhapus oleh waktu di kursi ini. Aku juga menanam bunga kamboja di depan teras, seperti yang ibu lakukan. Anakku suka dengan ceritaku, tapi terkadang aku juga menceritakan ceritamu lalu besoknya cerita ibu. Dia juga suka bertanya tentangmu dan ibu.
 Dia ingin bertemu denganmu, karena dia penasaran dengan ekspresimu menirukan suara putri yang selalu membuatku dan ibu tertawa. Sayang, aku tak mau merusak ceritamu yang telah kau cari setelah pergi meninggalkan rumah ini. Aku tak akan mencarimu lagi. Aku biarkan kau terbang bebas seperti burung elang dalam cerita ibu. Tapi kau tetap menjadi pangeran bagiku.
Kau mungkin masih bercerita ditempat yang bisa membuatmu lebih bahagia. Tapi aku yakin, kau masih punya cerita untukku, untuk mengenang sehari saja. Tentang sore hari dimana kau bercerita dan ibu menyiram bunga kamboja. Tapi wanita dan pangeranmu selalu menuntutmu melupakan cerita lamamu.
 Ayah. Kau telah menjadi saksi bisuku tumbuh menjadi putri yang kuat. Yang akan menjaga ceritaku tanpa harus mencari cerita baru sepertimu. Karena aku tak mau, pangeran kecilku menangis dalam diam seperti bekunya hatiku tentang keberadaan seorang ayah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI