"Apa makanan kesukaan kakak? Kalau aku suka keju."
Alice memerhatikan gadis kecil berdaster putih yang tengah asik makan. Dengan jari-jari pucatnya, gadis itu terus memasukkan bongkahan keju ke mulutnya. Anak kecil itu menoleh, memandang Alice dengan matanya yang nanar, di tengah wajahnya yang putih pucat terbingkai rambut hitam panjang.
***
Langit-langit berwarna putih pucat langsung menyapa Alice saat membuka mata. Dia menarik napas dalam-dalam, teringat mimpi yang bukan kali ini saja didapatnya. Gadis kecil yang selalu datang dalam mimpinya, memakan keju dengan sangat lahap. Kemudian mengungkapkan pertanyaan yang selalu sama.
Alice beranjak dari ranjang, menyibak gorden yang menghalangi cahaya matahari. Ingin sekali dirinya merapikan rambut di depan cermin, tapi mimpinya tadi membuat dia mengurungkan niat. Dia sangat takut menemukan gadis kecil itu tengah berdiri di belakangnya.
“Nona? Sudah pukul delapan. Makanan sudah siap.”
Suara ketukan diikuti panggilan dari balik pintu mengejutkan Alice. Kejutan yang sekaligus membuatnya jadi lebih tenang. Wanita itu menghampiri pintu lalu membukanya. Tampak Bibi Emna bersama keranjang belanja di tangannya. Bibi itu pelayan yang mengurusi rumah mewah yang bernama Cheshire ini.
“Nona ingin memesan sesuatu sebelum saya berangkat?” tanya bibi itu. “Mungkin saya tidak akan membeli keju, di kulkas masih ada.”
Keju, makanan gurih dan berasa asin. Memang cocok untuk dimakan dengan makanan yang lain sebagai pelengkap dan penyedap rasa. Alice juga menyukainya. Selain rasanya yang enak, keju juga berwarna kuning bagai emas. Membuatnya memiliki kesan glamor.
“Beli saja, bisa untuk persediaan nanti,” balas Alice.
“Tapi nona, baru beberapa hari lalu nona sudah membuang keju karena berjamur. Apa bila membeli lagi tidak jadi terlalu banyak?”
“Tidak apa. Lebih baik berlebih daripada kekurangan.”
Ragu-ragu, tapi akhirnya Bibi Emna pun mengangguk. “Ada lagi yang nona inginkan?”
“Sudah tidak ada. Bibi boleh pergi.”
Tak lama setelah Bibi Emna pergi, Alice mulai merapikan dirinya lalu pergi ke ruang makan. Di sana sudah tersedia beberapa lembar roti, selai, dan keju. Wanita itu hampir mengambil keju, tapi tiba-tiba teringat mimpinya tadi. Gadis kecil yang mengunyah keju, memandangnya dengan mata nanar.
Perasaan tidak nyaman mulai menghantuinya lagi. Dengan terburu-buru Alice menyambar selembar roti lalu mengolesinya dengan selai, setelah itu dia berlari ke kebun. Berada di luar rumah terasa lebih menenangkan untuknya.
“Nona Alice,” sebuah suara menyapanya.
Wanita itu menoleh. Kakek pengurus kebun berdiri tidak jauh darinya. Tangan-tangan kakek itu memegang peralatan berkebun.
“Bagaimana?” tanya kakek itu. “Nona suka rumah ini?”
Rumah besar ini memang belum lama dibelinya, sekitar satu bulan yang lalu. Biasa dia tinggal bersama kakaknya, tapi sekarang dirinya ingin mencoba hidup terpisah sebelum membentuk keluarga baru.
“Iya,” jawabnya sedikit canggung. “Rumah yang bagus, aku suka temboknya yang bercat kuning, seperti keju. Dan kebunnya juga sangat terawat.”
“Syukurlah, nona menyukai hasil kerja saya,” balas kakek itu terlihat gembira. “Rumah ini dan tamannya memang sudah lama menjadi bagian dari hidup saya.”
Alice mengangguk mengerti. Kakek tukang kebun itu memang terlihat ikhlas merawat taman ini. Saat Alice baru pertama menempati rumah barunya, Cheshire, kakek itu langsung menawarkan tenaga untuk mengurus kebun, bahkan tanpa meminta bayaran.
“Kalau begitu selamat bekerja,” kata Alice pada kakek itu.
Sementara kakek tukang kebun itu sibuk dengan tanah dan peralatan-peralatannya, Alice mulai melakukan rutinitasnya sehari-hari. Hingga matahari pun mulai tenggelam.
Alice kembali ke ruang makan. Sudah ada beberapa makanan yang disediakan Bibi Emna, tapi tidak ada keju di sana. Wanita itu berjalan ke kulkas lalu membukanya, mencari keju. Dahinya mengernyit saat melihat beberapa potong keju sudah mulai berjamur. Tanpa berpikir panjang dia mengambilnya lalu membuang ke tempat sampah.
Belum jauh dia melangkah meninggalkan tempat sampah, telinganya sudah menangkap sebuah suara. Seperti ada seseorang yang tengah mengutak-atik tempat sampah.
“Apa makanan kesukaan kakak? Kalau aku suka keju.”
Terkejut sampai menahan napas, tubuh Alice terasa membeku. Bulu kuduknya berdiri, tubuhnya bergetar, kedua pundaknya terasa menjadi berat. Suara dan kalimat itu membangkitkan ingatannya. Dia ingin menoleh ke tempat sampah, tapi matanya takut bertatapan dengan pandangan nanar gadis kecil berkulit pucat.
Dengan tenaga dan pikiran terakhir yang masih bisa dikerahkan, Alice berlari, menaiki tangga menuju kamarnya. Kedua kakinya segera berhenti melangkah di ambang pintu. Air matanya keluar karena terlalu takut.
Di lantai, di dalam kamarnya. Gadis kecil berambut hitam panjang tengah berlutut, jari-jari pucatnya memasukkan sebongkah keju kemulut. Gadis itu menoleh, memperlihatkan wajah pucat. Alice hanya bisa berteriak melihatnya.
***
“Nama Cheshire berasal dari nama keju,” kata kakek penjaga kebun. “Dulu di sini tinggal satu keluarga yang memiliki anak kecil, dia suka sekali dengan keju. Bila makan, dia tidak pernah mau menyisakan keju sepotong pun. Setiap kali ada keju yang tercecer, dia selalu memungutnya mesti sebenarnya bahaya untuk kesehatan.”
Bibi Emna mengangguk. “Yah, berarti dia sangat menghargai makanan. Tidak baik membeli makanan terlalu banyak kalau akhirnya kita tak bisa menghabiskannya. Oh ya, Lalu kenapa mereka meninggalkan rumah ini?”
“Mereka sekeluarga meninggal karena kecelakaan.” Kakek itu menghela napas. “Padahal gadis itu sangat suka dengan rumah ini. Lihat saja temboknya, berwarna kuning seperti keju.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H