Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Putriku dan Sang Pelamar Nekat

11 Februari 2019   00:03 Diperbarui: 12 Februari 2019   07:50 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rupanya Ghania sudah menyimak pembicaraan antara aku dan Ahim.

"Duduklah, Ummi ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, kenapa kau begitu mudah mempercayai orang yang baru kau kenal?"

"Ummi juga heran, kau baru saja menolak lamaran saudara dekat kita. Kau sudah mengenalnya dengan baik dan orangtuanya juga yang membiayai sekolahmu,"

"Ummi harap kau bisa membalas budi." sahutku ketus. Kulirik wajah Ahim agar tahu reaksinya. Sikapnya masih setenang air dalam bejana.

Ghania juga tetap kalem bahkan tersenyum simpul. Diraihnya tanganku dan diletakkan di pipinya yang putih dan lembut. Kerudung berwarna biru malam yang dikenakan membuat wajahnya nampak lebih putih.

"Ummi sayang, Ghania memang tak pernah bicara panjang lebar berduaan dengan Mas Ibrahim."

"Ghania tahu banyak tentang Mas Ibrahim dari seorang teman perempuan. Namanya Mbak Metia Halimah, masih saudara dekat Mas Ibrahim."

"Ummi juga kenal Mbak Metia kan? Beberapa kali beliau menjadi penceramah untuk pengajian ibu-ibu di masjid kita. Kalau tak salah empat kali, ya?"

"Hemm... Lalu?" tanyaku penasaran

"Karena Mbak Metia yang merekomendasikan Mas Ibrahim untuk menjadi calon suamiku, maka tak sepantasnya Ghania menolak." Dikecupnya lembut kedua tanganku yang sejak tadi tak dilepaskan dari genggaman.

Jurus maut Ghania beraksi. Bila sudah seperti itu sulit bagiku untuk berkata tidak. Tapi... Eh, ternyata untuk ini aku masih punya banyak alasan untuk tidak mengatakan iya dengan mudah. Perasaanku masih terganjal dengan status pendidikan dan perkenalan mereka yang singkat. Lalu mengapa Si Ahim datang sendirian saja tanpa ada yang menemani. Bukankan itu mencurigakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun