Ia seorang anak berwajah tampan yang terlahir dengan membawa sifat aneh. Sangat aneh. Mengidap alergi berat terhadap kata 'esok'.Â
Dari semenjak bayi hingga berumur sepuluh tahun. Tidak ada seorang pun boleh mengucapkan kata esok atau besok dihadapannya. Bila coba-coba menggodanya mengucapkan kata itu, reaksinya sangat mengejutkan bagi yang pertama kali melihatnya.Â
"Anak-anak, mulai besok tidak usah diantar ibu atau ayah sampai ke dalam kelas. Cukup sampai depan gerbang saja, bisa kan?" Bu Guru Misnar menjelaskan salah satu peraturan untuk anak kelas satu.Â
Tanpa disadari Bu Guru, salah satu muridnya sedang kejang-kejang dengan mata terbelalak. Itulah keadaan muridnya bernama Sekarang Juga saat pertama kali masuk sekolah di kelas satu.
Mulai saat itu semua teman dan guru sepakat untuk tak mengucap kata esok atau besok. Mereka menggantikannya dengan kelak, kemudian hari, lusa, sesuk, bisuak, isukan, tomorrow atau kata yang sepadan selain esok dan besok. Aneh memang.
Pernah juga kakak kelasnya menggoda Sekarang Juga dengan meneriakkan kata esok berulang kali. Apa yang terjadi?Â
Sekarang mengamuk berat dengan mata bulatnya melotot. Matanya menjadi hitam membuat ngeri yang melihat. Nafasnya menderu seperti orang kesurupan. Kakak kelas menjadi sasaran hantaman kepalan tangan kecilnya yang membuat luka-luka dan lebam di seluruh muka.
Tenaganya tiba-tiba berlipat layaknya orang dewasa. Kaki tangannya lincah bergerak bagai mengeluarkan jurus beladiri yang tak pernah ditemui sebelumnya.
Setelah itu, Sekarang pingsan. Selama seminggu ia tak masuk sekolah. Begitu juga kakak kelas, sebulan penuh luka-lukanya baru sembuh. Empat gigi depannya yang rontok terpaksa diganti dengan gigi palsu.
Gara-gara kejadian itu beberapa orang tua murid melakukan demo agar Sekarang dikeluarkan dari sekolah karena dianggap berbahaya. Tapi berkat kebijaksanaan Kepala Sekolah dan guru yang merasa kasihan atas penyakit yang diderita muridnya, Sekarang masih bersekolah di situ hingga sekarang.
Orangtuanya telah berusaha mengobati alergi Sekarang Juga ke beberapa psikolog dan psikiater ternama. Hasilnya nihil. Hanya ada seorang Ustadz yang membuat mereka berbesar hati, mengatakan bahwa penyakit anaknya itu adalah karunia. Pengobatan pun dihentikan.