Di sebuah gedung pencakar langit, dalam satu ruangan putih bersih, Wanni Pirate menatap gawainya lekat. Ia sedang membaca sebuah artikel utama di Kompasiana berjudul "Ledakan Bom yang Menewaskan Seorang Anak dan Puluhan Anggota KPKers". Senyumnya mengembang, tangan kirinya berulang kali memilin kumis mirip tikus.
Sebelum pergi menghadiri pemakaman puluhan anggota KPKers, Wanni mematut dirinya di depan cermin. Baju dan topi hitam dikenakan Wanni sambil memandangi cermin oval kesayangannya. Cermin yang dibeli almarhum istri tercinta dari seorang bapak misterius yang bijak bestari. Harga cerminnya murah, tiga puluh tiga juta rupiah.
Wanni tahu istrinya telah tertipu membeli cermin berbingkai kayu biasa yang tak memiliki kekuatan apa-apa. Paling banter harga cermin itu di pasaran berkisar tidak lebih dari seratus ribu rupiah saja.
Selama dua tahun sebelum Sterine berpulang. Isterinya rajin berkaca di depan cermin. Dan perubahan demi perubahan terus terjadi pada diri Sterine. Wanni merasa sugesti yang ditanam bapak misterius itu begitu melekat dalam jiwa istrinya.
"Ayo Dear, kau sudah sangat cantik dengan gaun itu. Kau selalu memukau. Cepatlah sedikit, waktu kita tidak banyak," pinta Wanni pada Sterine yang nampak ragu-ragu dengan penampilannya.
Di mata Wanni, Sterine memakai pakaian apapun memang selalu terlihat cantik. Selain pandai menjaga berat badan, berbagai meditasi rajin dilakukan agar jiwanya kuat dan seimbang. Ia adalah wanita satu-satunya yang mampu mengisi batin Wanni dari kekosongan hidup. Kebimbangan jiwa seakan lenyap bila berada bersama Sterine.
"Sebentar Honey, aku mengganti dulu pakaianku. Tak akan lama. Just five minutes!" Seru Sterine sembari bergegas mengganti gaun putih berbelahan punggung yang panjang hingga ke pinggang, menampakkan punggung mulusnya.
Lima menit berlalu, Sterine berdiri dihadapannya. Wanni terlongong menatap istrinya yang telah berubah jauh. Sosok wanita didepannya berubah layaknya seorang suster atau ibu-ibu pengajian. Jilbab hitam panjang menjuntai menutupi baju hitam yang dikenakannya.
"Cermin itu tersenyum melihat aku mengenakan baju ini, kau tak keberatan kan?" tanya Sterine dengan senyum lembut tanpa lipstik merah menyala seperti biasanya.
Wanni kesal. Ingin rasanya ia merenggut baju hitam yang membuat Sterine tampak bodoh. Tapi tangan dan mulutnya serasa dikunci. Ia tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Malah anggukan dan senyum simpul yang hadir diwajahnya.
Sterine kini tak banyak bicara. Seringkali berdiam diri di kamar daripada berkeliaran di luar rumah. Biasanya Sabtu Minggu Sterine rajin berkunjung ke Singapura atau Malaysia ke tempat saudara-saudaranya tinggal. Sebulan sekali dia mengunjungi Steven, anak tunggalnya yang sedang berkuliah di Jerman.
Saat ini semua jadwal kunjungan itu dicoretnya dari daftar. Dalam catatannya semua dirubah dengan tanggal-tanggal kunjungan ke Panti Jompo, Panti Asuhan dan rumah singgah bagi anak-anak terlantar.
Wanni tak sanggup mencegah atau melarang Sterine. Bila Wanni nekat menghentikan seluruh kegiatan Sterine yang membuatnya muak, ancaman permintaan cerai membuat dirinya lemah dan mengalah.
Padahal Wanni tinggal memilih wanita lain yang jauh lebih cantik dan penurut. Sesekali ia juga kadang berduaan menghabiskan malam bersama Vanilla, cukup mengeluarkan kocek delapan juta dan selama semalam pelayanan Vanilla all out untuk dirinya.
Tapi, yang dihadapinya adalah Sterine. Wanita setia yang mendampingi hidupnya dengan segenap cinta dan kasih sayang meski tanpa sepeser pun uang.
Dulu, jauh sebelum Wanni kaya raya, hanya Sterine yang nekat menikah dengannya tanpa pesta meriah, tanpa bulan madu. Sterine menunjukkan jalan agar Wanni bisa menguasai perekonomian negeri ini.
Sterine yang menyarankannya untuk sedikit melakukan kecurangan agar mendapatkan keuntungan berlipat ganda. Bahkan Sterine pula yang memintanya untuk membunuh beberapa kolega yang menjadi lawan terberat mereka. Dengan cara apapun.
Sterine pula yang memodalinya saat tak ada satu Bank pun yang mau meminjamkan modal untuknya. Sterine menjual dirinya lewat online untuk mendapatkan uang dengan cepat.
Wanni sempat menentang Sterine karena cemburu. Ia tak menghendaki istrinya dijamah banyak orang. Namun, lama-kelamaan nuraninya telah tergadai dengan kata-kata kaya dan berkuasa.
Ketika pertama kalinya tubuh Sterine disewakan pada lelaki tua kaya, Wanni menangis sejadi-jadinya di kamar kontrakan yang sempit dan kumuh. Wanni menutup kepalanya dengan bantal dan satu-satunya selimut kumal yang telah robek sana sini. Jeritannya tertahan. Wanni menangis hingga pingsan. Sterine lah yang membangunkannya dengan melemparkan satu kantong penuh uang lembaran seratus ribuan ke mukanya.
"Bangunlah! Jangan cengeng! Aku sudah muak dengan kemiskinan. Ini baru uang muka, Si Tua berjanji padaku membelikan rumah dan mobil mewah," Sterine berkata tajam sembari menahan getaran hebat yang yang ada dihatinya.Â
Sterine berpikir seharusnya ia yang menangis pilu seperti suaminya. Tapi hatinya telah kosong terlebih dahulu. Ia muak diperlakukan tak adil oleh kedua orangtuanya dan kerabat dekatnya. Mereka cuma bisa mengolok-olok tanpa mau sedikit pun berbelas kasihan.
"Mulai besok, kau diminta untuk bekerja di perusahaan Tuan Mistajken. Bukan jabatan yang penting. Tapi ini peluang buat kita mendapatkan seluruh hartanya dengan cepat."
"Sekarang juga kau harus bergerak, belilah pakaian yang pantas dan apapun yang kau butuhkan untuk pekerjaan itu." pinta Sterine dengan serius.
Sepuluh tahun kemudian, Wanni dan Sterine sudah masuk ke jajaran pengusaha terkaya di Asia.
Sterine meninggalkan banyak kenangan untuk Wanni, kematian anggota KPKers hanyalah satu dari dendam kesumat yang ingin dituntaskannya. Sterine adalah korban fitnah orang-orang yang merasa dirinya bersih. Di tengah pertobatan Sterine yang sampai pada puncaknya. Seseorang bernama Klik dan pasukannya menewaskan Sterine atas tuduhan tak berdasar. Tuduhan yang dibuat agar Sterine menjadi wanita buronan. Sterine dipermalukan di depan layar kaca atas perbuatan yang telah jauh ia tinggalkan.
Sterine ditangkap saat menyerahkan semua harta gono gini yang dimilikinya untuk beberapa rumah panti asuhan. Tanpa rasa hormat, Pasukan Anti Keparatisme menodongkan pistol ke arah Sterine. Sterine berusaha melarikan diri, tapi dua buah peluru telah membuat nyawa Sterine melayang. Hujan lebat dan petir yang menyambar dengan menggelegar mengiringi kepergian Sterine. Kekasih yang teramat dicintainya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H