Siapa tak suka melihat keindahan kembang api?Â
Setiap orang pasti mengagumi hal yang indah apalagi keindahan bisa disaksikan dengan mudah seperti keindahan langit biru yang jernih, awan putih beriring yang beraneka bentuk, kepakan sayap burung yang terbang melayang di udara dan cahaya dari timbul atau tenggelamnya matahari.
Keindahan kembang api yang berwarna-warni memang mengundang decak kagum. Dalam berbagai bentuknya yang beragam serta cahaya terang berkilauan membuat mata tidak bosan memandang.
Ada beberapa hal unik dari kembang api yang menjadi filosofi untuk perwakilan pergantian akhir tahun Masehi. Sebagaimana pawai obor pada pergantian tahun Hijriah, kembang api dianggap mewakili beberapa pesan untuk kehidupan mendatang.Â
Filosofi atau filsafat menurut KBBI ialah:
fil*sa*fat n 1 pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; 2 teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; 3 ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi; 4 falsafah (kbbi.web.id)
Jadi Filosofi kembang api dalam pesta perayaan yang menandai pergantian tahun, mengadung beberapa maksud diantaranya:
- Suara gelegar yang didahului dengan bunyi mendesing yang panjang menandakan perjuangan hebat untuk menang atau menggelegar hingga terdengar ke seantero jagad itu dibutuhkan perjuangan panjang.Â
- Kembang api meluncur dari bawah menuju atas menandakan perjuangan dibuat dan disusun dari hal paling rendah hingga akhir bisa mencapai puncak. Itu harapan yang sama pada pesta kembang api tahun 2019 ini.Â
- Kembang api memberikan nuansa warna-warna yang berbeda serta bentuk cahaya yang bermacam-macam memberi arti agar pada tahun mendatang kegiatan apapun memberi semarak yang lebih beragam.
- Kembang api dinyalakan secara bersamaan dimaksudkan agar kebersamaan menjadi jalan yang dipilih untuk tahun-tahun mendatang.
Sebegitu hebatnya filosofi yang tekandung didalamnya hingga beberapa negara masih menjadikan pesta kembang api sebagai tradisi penting bagi ritual keagamaan. Salah satu negara yang memilih pesta kembang api sebagai tradisi adalah Cina pada awalnya tradisi tersebut dibuat dengan maksud menakut-nakuti roh jahat melalui ledakan dan cahaya terang kembang api.
Tapi tahukah anda bahwa dari beberapa filosofi yang dipakai tadi, kembang api sendiri memiliki beberapa hal yang menyebabkan harus diwaspadai. Bukan hanya umat Islam di Indonesia yang khawatir akan perubahan akidah karena merayakan Tahun Baru umat Kristiani, tetapi juga di beberapa tempat yang mayoritas non Muslim telah menetapkan larangan pesta dengan menyalakan kembang api seperti yang ditetapkan di Bali.
Apa sebabnya hingga kembang api dilarang dinyalakan?Â
Ternyata bukan sekedar filosofi yang menjadi alasan utama perayaan kembang api kini dihentikan. Faktanya di Bali tidak menghendaki perayaan kembang api karena menghindari banyaknya kejadian yang membahayakan akibat ledakan bubuk mesiu.
Kembang api sendiri terdiri dari bahan-bahan kimia berbahaya yang sarat dengan racun. Kembang api tersusun dari magnesium, natrium, fransium, litium, boron, kalium, kalsium dan berbagai oksidator. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kembang_api)
Terbayangkan bila dalam jumlah besar udara dipenuhi kembang api berapa lama udara harus menetralisir kembali bahan-bahan tersebut agar bisa hilang. Belum  lagi residu yang melekat di tanah dan mencemari air.
Mengapa kemerdekaan Indonesia tak boleh memakai filosofi kembang api? Dibalik hingar bingar dan meriah pesta kembang api ada satu hal yang paling disayangkan dari sebuah kembang api. Keindahan yang sesaat.Â
Jika kemerdekaan adalah euforia sesaat maka tak pelak lagi 73 tahun merdeka hanya kata-kata yang bergaung saat bendera Indonesia bebas berkibar diseluruh nusantara pada Tahun 1945.
Setelah itu apa yang terjadi?
Ekonomi Indonesia  masih didikte oleh negara asing. Pendidikan Indonesia didikte oleh asing. Pertahanan keamanan pun demikian.Â
Antara merdeka dan meriah kembang api memang terjadi kontra filosofi. Merdeka itu adalah kebebasan hakiki yang sejatinya dimiliki suatu bangsa hingga berdaulat agar rakyat bisa sejahtera sampai akhir hayat.Â
Bait puisi yang pernah saya buat untuk menggambarkan keadaan rakyat Indonesia dan dirasa masih koheren sampai saat ini.
Negeriku Berkabung
Negeri ini sedang berkabung...
Rakyat jelatanya tampak murung,
Pengangguran menggunung......
Kemiskinan menggulung.......
Negeri ini sedang limbung....
Para pemimpinnya hanya sekmpulan orang bingung,
yang hanya siap jadi kacung
buat... negara-negara lain yang hanya ingin cari untung.
Duhai.... saksikan si Adikuasa memborong emas kita berkarung-karung!
Minyak kitapun dilalap habis sampai mereka kembung!
Hutang kita saja ditunggak tak terhitung!
Tapi apa mau dikata begitulah semuanya berlangsung...
Negeri tetangga hanya bilang kita cuma kampung,
yang bisa menyediakan babu yang siap di pentung!
Jika macam-macam hukum pancung atau gantung...
Cuma satu atau dua orang yang bisa lolos jika beruntung..
Ada lagi negara kecil sepuntung
besarnya tak lebih dari seperlima pulau Belitung
tapi... dengan mudah dada mereka membusung,
kemarilah kalian berbelanja kita diskon seharga warung!
Duhai....Negeri ini persis seperti ayam mati di lumbung
Tanahnya kaya tapi rakyatnya menderita busung....
Bisanya cuma makan aking atau gadung
paling untung dapat lauk ikan kembung yang benar kembung!
Jadi apa kelak negeri ini bersambung?
Apa bencana alam itu akan mulai merubung?
Ekonomi negeri ini makinkah terkatung?
Kasihan rakyat kini makin bingung dan limbung!
Hayolah kawan.... siaplah bertarung
setidaknya selamatkan anak cucu si upik dan si buyung
berdo'alah agar kita terlindung...
dari para munafik yang menggerogoti negeri ini... bung!
Bandung, 9 Juli 2009
Dimuat di blog,
https://desioktoriana.wordpress.com/2010/05/13/negeriku-berkabung/
Kesemuanya hanyalah bentuk kekhawatiran semata, opini yang dibuat berdasarkan pandangan penulis yang merasa belum sepenuhnya merdeka. Semoga menjadi bahan pemikiran bagi kita untuk tahun menyambut 2019. Tahun yang sarat dengan kegiatan politik, utamanya Pilpres Bulan April mendatang. Sudah waktunya kita berpikir dimana saat yang tepat dalam meletakkan sebenar-benarnya perayaan.
Bandung, 1 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H