Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Popong Otje Djundjunan, Sosok Dewi Sartika Zaman Kiwari

20 Desember 2018   09:23 Diperbarui: 20 Desember 2018   11:58 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang istimewa dari seorang wanita bernama 'Ceu Popong'?

Ceu Popong adalah panggilan akrab bagi wanita kelahiran Bandung pada tanggal 30 Desember 1938. Nama lengkapnya adalah Dr.(H.C.) Dra. Hj. Popong Otje Djundjunan. Sebagai politikus wanita tertua (79 tahun) di Indonesia. Menjadi anggota DPR RI sejak tahun 1987.

Sebagai tokoh wanita Sunda yang disegani di berbagai kalangan, kehidupan Ceu Popong sangat sedikit mendapatkan pemberitaan dari media massa. Padahal Isteri mantan Walikota Bandung Rd. Otje Djundjunan (Periode 1971-1976) itu memiliki perjalanan panjang di dunia politik. Lima periode berturut-turut menjadi anggota DPR RI.

Baru pada tahun 2015, saat Ceu Popong memimpin sidang pertamanya di gedung DPR untuk memilih Ketua DPR, peristiwa kehilangan palu sidang, membuatnya menjadi sangat terkenal. Selain ujaran, "Paluna euweuh!" (Palunya tak ada) Tak lagi terdengar media memberitakan hal yang berkaitan dengan Ceu Popong dengan seheboh itu. Padahal banyak yang sudah ditorehkan oleh beliau dalam memperjuangkan hak-hak guru, wanita, perubahan penilaian untuk UN dan lainnya.

Apa yang menarik dari sosok wanita Sunda yang juga anggota DPR RI tertua? 

Selain seorang wanita yang menjadi anggota DPR terlama, ternyata beliau memang wanita berprestasi yang meraih berbagai macam penghargaan hingga tercantum dalam rekor MURI sebagai anggota DPR yang paling banyak mendapatkan penghargaan. Ada 506 penghargaan dari berbagai lembaga.

Secara pribadi, pendapat saya mengenai wanita Sunda ini sangat menarik dan inspiratif. Selain cara beliau melakukan orasi di depan publik yang dibawakan dengan penuh percaya diri dan selalu berapi-api dengan intonasi suara yang terjaga dengan baik, beliau juga memiliki keajegan berpikir serta mau terbuka, apa adanya jika mengupas suatu masalah, tidak ambigu. 

Wanita yang berusia di atas tujuh puluh tahun biasanya sudah berubah menjadi sangat renta. Itu sama sekali tidak ditemukan dalam diri Ceu Popong yang masih terlihat segar dengan postur tubuh tegak, penampilan rapi dan senyum yang selalu terpasang.

Cara beliau berorasi dengan diselingi humor khas Sunda membuat peserta dalam Acara Peringatan Mengenang R. Dewi Sartika yang diselenggarakan Rabu, 19 Desember 2018 di SMAN 24 Bandung, tetap menyimak penuh semangat hingga akhir acara.

Pada pertemuan ketiga kalinya dengan Ceu Popong dalam acara yang digelar dengan tema mengangkat kepahlawanan wanita dan tema pendidikan tak ada salahnya saya menyamakan beliau dengan Dewi Sartika "zaman kiwari". Sosok wanita yang sama-sama memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kependidikan dan kebudayaan serta keuletannya dalam membuka mata para wanita agar selalu menjadi yang terbaik dimanapun berada.

Tidaklah mengherankan bila dalam usianya yang sudah sepuh Ceu Popong masih bisa membawakan dirinya seperti baru berumur lima puluh tahunan, itu karena beliau selalu menjaga kesehatan tubuh dan mengolah pikirannya dengan baik hingga mampu menjalankan perannya sebagai anggota DPR dan juga menjadi Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Apa pesan beliau dalam pertemuan memeringati kepahlawanan Raden Dewi Sartika?

Bekerjalah dengan sungguh-sungguh dimanapun berada. "Harus seribu persen!" Begitu kelakar Ceu Popong dengan gayanya yang serius tapi santai. Jadilah wanita ulet seperti Dewi Sartika yang bersedia membangun sekolah saat fasilitas sungguh minim bahkan mendapat penolakan dari banyak orang. 

Banyak sekali nasehat yang diberikan terutama bagi kaum wanita. Jadilah wanita yang penuh karya bagi nusa bangsa dan agama. Seperti sebuah kisah heroik yang beliau sampaikan tentang Cut Mutia yang sampai akhir hayatnya tetap kukuh mengabdi pada keyakinannya.

Kisah yang Ceu Popong sampaikan dengan penuh penjiwaan. Cut Mutia ditembak oleh penjajah. Dari kepala Cut Mutia mengucur darah, masih sempat melontarkan kalimat biarlah nyawa terengut dan kematian datang asalkan semuanya untuk membela agama dan negerinya. 

Popong Otje Djundjunan, wanita penuh kesungguhan dan bergudang prestasi merupakan inspirasi bagi wanita negeri terutama Tanah Parahiyangan. Semoga semakin banyak wanita yang bisa bekerja dengan kesungguhan dan menjadi pelopor bagi kebangkitan negara Indonesia di era kemerdekaan. 

Semoga banyak lagi Dewi Sartika baru, Ceu Popong baru yang jauh lebih muda, muncul dari Tanah Pajajaran tercinta. Dewi Sartika baru dengan semangat menegakkan agama demi menyelamatkan anak bangsa.

Salam hangat,
DOA

Bandung, 20 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun