Wow! Luar biasa! Bahkan di antara penyair ada kesamaan dalam menggambarkan fenomena hujan menyertai perasaan mereka yang suram.
Hanya saja pada puisi Mim bagian akhir dibuat seimbang;
karena pahit
sesungguhnya adalah manis yang berkelit
Berbeda dengan Soni yang ingin menegaskan kepedihannya:
kau torehkan warna sepi, dan malam
datang kepadaku bagai usungan mayat
tanpa kepala, Dingin tak bertepi
Dalam puisi keduanya terdapat percakapan antara "kau dan aku" kesamaan yang sangat signifikan. Percakapan ini sepertinya terjadi antara dua orang kekasih atau orang yang sangat dikasihi. Biasanya antara lelaki dan wanita atau suami dan isteri.
Dua puisi di atas hanyalah satu perwakilan rasa hujan oleh kedua penyair. Lalu perwakilan rasa apalagi yang bisa dijabarkan dalam hujan?
Isi puisi Soni yang berjudul 'Saat Hujan' menandaskan bahwa ia bersuka cita atas hadirnya hujan. Penggalan puisinya:
Sudah biasaÂ
aku mendengar simfoni sunyiÂ
Sehabis hujan dijalanan
....
....
...
Esoknya adalah fajarÂ
mengekalkan kicau burung
lalu sisa embun di dahan;
berkemas, membumbung
ke dalam baris sajak-sajakku
yang sarat cinta
semekar mawarNya
1983
Terasa sekali puisi ini menyiratkan rasa syukur atas hadirnya hujan.