Dengan terpaksa rak buku kuacak-acak saat mencari buku-buku yang ditulis Soni Farid Maulana. Ternyata ada dua buku yang tak bisa kutemukan. Aku lupa menaruhnya, sehabis mengambil foto selfie bareng buku baru untuk dikirim ke Pak Soni sebagai bukti buku telah ada ditanganku. Ma'af kan.
Setelah 'Anak Kabut', aku kembali mengulik Buku Arus Pagi. Buku ini adalah buku yang dikirim pertama kalinya oleh beliau. Hebat juga kan bila sanggup mengingat sampai rinci seperti itu? Terus terang bukan karena ingat melainkan ada tanggal yang tertera, setelah tanda tangan. 24/ 04/ 2017. Artinya buku tersebut dikirim berjarak tiga hari dari pertemuan dengannya di Balai Bahasa Jawa Barat pada acara workshop dan peringatan Hari Kartini Bulan April Tahun 2017 lalu.
Buku Arus Pagi memang jauh lebih tebal dari Anak Kabut. Seratus dua puluh enam halaman, hampir dua kali lipat Buku Anak Kabut belum lagi cover buku yang jauh lebih tebal  dengan judul puisi mencapai seratus judul, tiga kali lipat lebih banyak. Itu artinya di buku ini, puisi ditulis lebih singkat. Yang terpanjang pun hanya sampai dua halaman saja.
Buku ini memang jauh lebih baru dibandingkan Buku Anak Kabut, dicetak tahun 2015 oleh penerbit Kosa Kata Kita (KKK) di Jakarta. Di pojok kiri atas pada sampul buku tercantum "Buku Puisi Utama Peraih Anugerah Hari Puisi 2015".Â
Istimewanya lagi di buku Arus Pagi foto Soni terpampang jelas, bergaya santai dengan latar belakang jalanan dan gedung yang membuat Pak Soni semakin terlihat keren. Saya percaya foto ini dipilih dengan 'penuh cinta' karena Heni Hendrayani, sang isteri yang memilihnya dan merangkap sebagai editornya. Kerjasama yang baik dalam sebuah keluarga, sebuah pesan moral yang kadang terlewatkan begitu saja.
Yang menarik dari buku-buku puisi Soni menurutku adalah kemampuannya mengangkat kisah berupa realitas sosial dan memberikan pandangan kritis yang pas dikemas dalam bahasa yang apik.
Sebuah contoh, puisi yang ada salah di Buku Arus Pagi , Puisi 'Sonet Akhir Tahun'. Membaca puisi ini yang berpola baris 4 - 4 - 3 - 3, sangat menyentuh perasaan. Entah kesalahan cetak atau memang di sengaja. Seharusnya kata 'Sonet' ditulis soneta artinya menurut KBBI, ialah:
so*ne*ta /sonta/ n sajak yang terdiri atas empat bait (2 bait pertama masing-masing terdiri atas 4 baris, 2 bait terakhir masing-masing terdiri atas 3 baris); sajak 14 baris yang merupakan satu pikiran atau perasaan yang bulat
Sementara arti sonet tak tertera dalam kamus KBBI (online). Â Yang ada hanya bahasan tentang serat optik. Sonet merupakan singkatan dari Syncrhonous Optical Network. Tapi jelas sonet yang dimaksud dalam puisi ini adalah soneta.
Duh! Seperti membuang waktu mengurai bahasan seperti ini. Tapi setidaknya sekarang aku takkan berpikir pola penyerangan bola lagi. Soni sangat menyukai soneta dan ahli dalam menulis puisi tersebut.
Kembali lagi ke Puisi Sonet Akhir Tahun, Soni mampu menggambarkan perasaannya sama persis dengan yang kurasakan saat menyaksikan pesta yang diselenggarakan setiap akhir tahun.
Puisi ini  berisi kalimat padat makna tanpa harus menerjemahkannya secara 'njelimet' atau membuat pikiran mumet. Setelah membaca puisinya ini ada kesadaran yang tumbuh dalam diriku. Kesadaran yang acap diabaikan juga oleh masyarakat kita bahkan dunia.
Kenapa membahas puisi mendalam? Bukannya membandingkan dengan buku puisi Anak Kabut secara menyeluruh? Sesuai judul lah! (Begitu kira-kira bila pembaca memprotes tulisan ini)
Benar juga, aku hanya ingin mengungkapkan bahwa ada momentum yang pas di penghujung Bulan Desember ini dengan Puisi Sonet Akhir Tahun. Karena momen yang bertepatan itulah aku bahkan ingin mengetikkan isi puisinya secara lengkap. Bukan ditulis sepotong-sepotong. Setuju?
Hemm... Baru berniat mengetikkan puisi ini saja, perut sudah keroncongan. Memang harus sarapan pagi dulu. Bagaimana kalau di_capture atau di foto saja ya? Semoga tak keberatan.
Berikut adalah beberapa judul buku puisi merupakan karya tunggal yang ditulisnya, sebagian sudah kumiliki juga.Â
1. Variasi Parijs van Java (2004)
2. Arus Pagi (2015)
3. Ranting Patah (2018)
4. Anak Kabut (2002)
5. Endapat Kabut (2017)
6. Kisah suatu pagi (2017)
7. Angsana (2007)
8. Mengukir Sisa Hujan (2010)
9. Pemetik Bintang (2008)
10.Telapak Air (2009)
11. Peneguk Sunyi (2013)
Ini bisa dijadikan sumber inspirasi terutama bagi penulis pemula yang ingin mencari judul untuk buku atau karyanya. Ada juga ternyata judul buku mengukir sisa hujan bagaimana caranya? Baca saja langsung bukunya bila penasaran.
Ulasan ini ditulis atas dasar pendapat pribadi bukan hasil penelitian ahli di bidang sastra. Bila ada yang merasa keberatan atau tak setuju sah saja. Semua dilakukan olehku dalam upaya meningkatkan minat baca. Membaca buku secara langsung. Bukan hanya dari layar gawai atau gadget lainnya.
Semoga bermanfaat.
Salam hangat,
DOA
Bandung, 15 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H