Puisi ini  berisi kalimat padat makna tanpa harus menerjemahkannya secara 'njelimet' atau membuat pikiran mumet. Setelah membaca puisinya ini ada kesadaran yang tumbuh dalam diriku. Kesadaran yang acap diabaikan juga oleh masyarakat kita bahkan dunia.
Kenapa membahas puisi mendalam? Bukannya membandingkan dengan buku puisi Anak Kabut secara menyeluruh? Sesuai judul lah! (Begitu kira-kira bila pembaca memprotes tulisan ini)
Benar juga, aku hanya ingin mengungkapkan bahwa ada momentum yang pas di penghujung Bulan Desember ini dengan Puisi Sonet Akhir Tahun. Karena momen yang bertepatan itulah aku bahkan ingin mengetikkan isi puisinya secara lengkap. Bukan ditulis sepotong-sepotong. Setuju?
Hemm... Baru berniat mengetikkan puisi ini saja, perut sudah keroncongan. Memang harus sarapan pagi dulu. Bagaimana kalau di_capture atau di foto saja ya? Semoga tak keberatan.
Berikut adalah beberapa judul buku puisi merupakan karya tunggal yang ditulisnya, sebagian sudah kumiliki juga.Â
1. Variasi Parijs van Java (2004)
2. Arus Pagi (2015)
3. Ranting Patah (2018)
4. Anak Kabut (2002)
5. Endapat Kabut (2017)
6. Kisah suatu pagi (2017)
7. Angsana (2007)
8. Mengukir Sisa Hujan (2010)
9. Pemetik Bintang (2008)
10.Telapak Air (2009)
11. Peneguk Sunyi (2013)
Ini bisa dijadikan sumber inspirasi terutama bagi penulis pemula yang ingin mencari judul untuk buku atau karyanya. Ada juga ternyata judul buku mengukir sisa hujan bagaimana caranya? Baca saja langsung bukunya bila penasaran.
Ulasan ini ditulis atas dasar pendapat pribadi bukan hasil penelitian ahli di bidang sastra. Bila ada yang merasa keberatan atau tak setuju sah saja. Semua dilakukan olehku dalam upaya meningkatkan minat baca. Membaca buku secara langsung. Bukan hanya dari layar gawai atau gadget lainnya.
Semoga bermanfaat.
Salam hangat,
DOA
Bandung, 15 Desember 2018