Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Puasa Whatsapp, Bisakah?

27 Mei 2017   21:01 Diperbarui: 27 Mei 2017   21:54 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://4.bp.blogspot.com/-QnwYWDpp65M/VN8zEZk0eNI/AAAAAAAABMc/_9NRyHGKzKY/s1600/jealous-boyfriend.jpg

Mengapa harus puasa whatsapp?

“Ummi! Bentar-bentar lihat HP, sekalinya lihat lama banget!” Protes anak laki-lakiku dengan nada gusar.

Bukan satu atau dua kali saja, dalam 3 bulan terakhir sudah lebih dari sepuluh kali ucapan  dengan nada yang sama terlontar dari mulutnya.

Sebenarnya menggunakan aplikasi whatsapp sudah cukup lama namun karena masuk salah satu grup keren KPLJ (Komunitas Pegiat Literasi Jawa Barat) yang diketuai Bapak Idris Apandi yang memicu untuk banyak menulis, akhirnya membuatku tergila-gila menggunakan whatsapp. Ini adalah tulisanku yang sempat ku posting setelah keluar dan masuk lagi grup.

Sebuah Pengakuan

Berkali-kali aku mengaduh (Aduh! Waduh! Hadeuh! Euh!) saat kuingat janjiku pada ibu-ibu cantik yang ‘tertanam’ di grup ini.

Apalah kiranya yang dapat kuberikan hingga ibu-ibu baik hati dan tidak sombong itu puas dengan ulasan yang kujanjikan.

Padahal selama dua hari, aku akan pergi tanpa membawa alat komunikasi.

Kulihat, tumpukan buku yang akan kubawa esok pagi belum kusentuh sedikitpun. Mereka termangu menatapku seperti berkata:

Kau tak pedulikan kami begini rupa?

Kau tak sayang kami lagi! Kau mulai benci!

Sekarang giliran diriku yang termangu, aku berpikir keras dan sepertinya tulisan ini tak akan tamat.

Sebenarnya, kebiasaanku lah yang ingin kuungkap dalam tulisan ini. Namun, sepertinya akan banyak mengikutkan kebiasaan teman-temanku di sini. (Mengikutkan = melengkapi; menambahkan; menegaskan dan menyempurnakan).

----

Tergila-gila,

Tak ada kata yang tepat selain tergila-gila pada grup yang beranggotakan hampir 250 orang dengan kecepatan migrasi yang luar biasa (ini cuma kira-kira, kurang lebih 15 orang perhari keluar dan masuk).

Aku seperti masuk ke dalam pasir hisap yang menghabiskan seluruh perhatian dan energiku selama hampir dua minggu pertama dan puncaknya pada minggu ketiga. Aku terkapar. Aku harus hengkang sekarang juga bila ingin tetap waras!

Bayangkan olehmu (jangan lama-lama).

Aku menyentuh benda canggih itu melebihi sentuhanku pada apapun. Aku memandang benda kotak berwarna putih berbungkuskan selimut elastis kehitaman itu melebihi pandanganku pada apapun.

Aku menghabiskan lebih dari sepertiga waktuku untuk membuka grup KPLJ untuk menulis ulasan, menjawab haiku dan senryu, mengirimkan puisi, membalas puisi dan mengapresiasi.

Sampai-sampai simbol yang terngiang dikepalaku adalah bulatan-bulatan wajah kuning kadang dengan senyuman, tangisan, cibiran dan wajah-wajah ekspresif lainnya. Belum lagi tanda jempol yang bertubi-tubi membaur dalam pandangan mataku.

Ya... Tuhan,

Tolong hentikan kegilaan ini, aku hampir tak bisa bernafas, pasir hisap itu kini sudah masuk ke lubang hidungku dan hampir memenuhi separuh rongga paru-paruku.

Gila!

Aku bisa mati tergila-gila.

Bagaimana mungkin aku tak tergila-gila bila semua yang kuinginkan yang kurindukan dan yang kumimpikan ada dalam gadget yang selalu kubawa ini.

Kebiasaan ku bertambah banyak akhirnya;

  • Tersenyum sendiri tanpa melepaskan tatapanku pada gadget kesayanganku. Ini gila!
  • Terpaku sangat lama membaca cerita-cerita luar biasa yang disodorkan teman-teman ‘gila’ku. Sederetan nama terus bermunculan hampir tanpa jeda, kecuali setelah jam dua malam (cape juga ternyata mereka). Hey! Mereka bukan sedang terlena atau tidur lelap. Justru, saat itu mereka sibuk mengalihkan ujung jarinya pada laptop setianya. Ini gila!
  • Kepalaku mendadak sangat ramai, ada bisikan, ada tulisan, ada gambar-gambar bahkan wajah-wajah dan nama-nama yang seharusnya kusimpan saja dalam kotak putih kesayanganku.
  • Keramaian yang mengisi bagian dalam otakku, kadang membuatku gelisah, bahagia, tertawa sendiri dan terlongong-longong. Ini gila!
  • Semua orang berseliweran di depanku ada banyak yang menyapa dan bertanya, tidak aku pedulikan atau kujawab sekenanya saja. Ini gila!
  • Barang-barang kesayanganku bertambah, charger, colokan, kartu pulsa, dan semua pendukungnya. Ini memakan biaya yang seharusnya kualokasikan pada hal yang lebih krusial. Ini gila!

Ma’afkan aku kawan jika aku slow respon (pinjam istilahmu, ya Er!) terkesan tak peduli apa yang kubaca. Aku memohon ma’af secara spesial kepada wanita-wanita yang membuatku berhutang budi pada mereka:

Bu Ucu Herlina seorang wanita penuh kasih dan teramat setia juga bijaksana. Ia adalah seorang sahabat maya dimana hatiku lekat padanya

Bu Nianyayusuf seorang wanita dengan kelembutan kata luar biasa, jangan tanya kesetiaannya pada puisi yang sudah mendarah daging di hatinya.

Bu Mutmut dan  Bu Tjitjih dua nama unik yang selalu mampir sekedar ungkapkan kata setuju dan senyum bulat bahagia berwarna jingga, mereka setia luar biasa!

Bu Tanty Agustianty yang karena keluh kesahnya, puisinya selalu tentang cinta mampu membuat kata-kata perlawananku meluncur deras buat seorang penyair ternama.

Bu Ai Hikmawati, ia wanita keibuan yang rela meninggalkan gadget kesayangan demi mengurusi buah hatinya. Salam takzimku untuknya.

Bu Neng Rika, isteri dari Jendral KPLJ yang rendah hati dan tinggi budi sungguh mendamaikan jiwa.

Bu Wida Sang Ratu yang kadang terjaga kadang terlelap, telah mengajari ku haiku dan senryu. Terima kasih Bu Ratu!

Bu Dinni Apriani yang apresiatif dan canda tawanya membahana bersama pasangan setia Bu Ernii Wardhani dan Iis Nuraeni. Ketiganya orang-orang luar biasa yang membuat grup ini bernyawa.

Dan semua ibu-ibu yang belum kesebutkan satu persatu. Permohonan ma’afku yang sedalam-dalamnya bagai palung terdalam.

Ini gila! Aku tak bisa lagi menjeda. Ini tengah malam buta, 15 menit lagi menuju 00.00.

RTC17,  24032017        23:45

Kini, whatsapp ku stop.

KOMPASIANA kugarap!

Ya, ampuuunnn!

Tobat!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun