Mohon tunggu...
Politik

Agenda Rapimnas Hanura dan Kalkulasi Politik Wiranto 

11 Desember 2016   02:47 Diperbarui: 11 Desember 2016   03:24 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tersiar kabar, Senin 12 Desember 2016, di kediaman Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, akan dilaksanakan agenda Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Hanura. 

Agak aneh, mengingat rencana agenda rapimnas tersebut ditetapkan amat terburu-buru dan agak rahasia. Bahkan, konon banyak pengurus Partai Hanura yang tidak mengetahui hal ikhwal rencana rapimnas, mereka justru tahu setelah mendapat pemberitahuan. Banyak info berseliweran. Apalagi, masih katanya, acara rapimnas memiliki dua agenda besar, yaitu musyawarah nasional luar biasa (munaslub) yang akan dilaksanakan pada tanggal 21 Desember 2016, bertepatan dengan hari jadi Partai Hanura ke 10 dan pengumuman pencapresan Wiranto dari Hanura pada pemilu 2019. Agenda rapimnas inilah yang tidak lazim. Ada apa gerangan sebenarnya?

Marilah kita membuat peta analisa terkait agenda rapimnas Hanura tersebut, baik yang berhubungan dengan kabar burung agenda munaslub yang kemungkinan akan digelar di kantor Hanura yang baru. Gedung berlantai lima berbentuk huruf H yang terletak di kawasan Cilangkap, Jakarta Timur, maupun soal rencana pencapresan Wiranto.

Pertama, jika benar akan ada agenda penetapan waktu munaslub dalam rapimnas Senin esok, maka proses perencanaan rapimnas yang agak rahasia menjadi dimaklumkan. 

Munaslub berarti akan terjadi suksesi kursi ketua umum. Dan itu berarti Wiranto secara suka rela akan lengser dari kursi ketua umum partai. Menjadi aneh, mengingat belum lama berselang ketika kader Hanura Djafar Badjeber mengusulkan munaslub, Wiranto justru mengafirmasi posisinya sebagai ketua umum definitif dan memberi signal tidak pernah akan ada munaslub, mengingat tidak ada aturan yang mengikat untuk tidak memperbolehkan menjadi ketua umum partai sekaligus menjadi menteri. 

Apakah Wiranto berubah pikiran? 

Menjadi menarik untuk menalar manuver Wiranto ini. Jika ia tidak dilarang menjadi menteri sekaligus ketua umum partai, mengapa ia justru menginisiasi munaslub dalam rapimnas nanti. Apa yang sedang ia rencanakan, dan siapa putera mahkota yang dipersiapkan untuk mengganti dirinya?

Terdengar isue, dua nama muncul menjadi calon pengganti Wiranto, Wakil Ketua MPR Osman Sapta Odang (OSO) dan Menseskab Pramono Anung.

Skenario ini konon 'diketahui dan direstui' oleh Jokowi. Ini dilakukan untuk memperkuat posisi politik Wiranto di kabinet dengan lebih berkonsentrasi sebagai menkopolhukam. 

Pertanyaannya adalah mampukah OSO dan Pram menjalankan tugas sebagai ketua umum Hanura, mengingat pertarungan politik 2019 akan lebih berat dan mereka berdua bukan kader genuine Hanura. Sekalipun OSO misalnya, memiliki cukup pundi-pundi, persoalan kontestasi politik bukanlah semata soal uang. Hanura tidak bisa mempertaruhkan masa depannya dengan hanya mengkalkulasi kemajuan partai dengan besaran uang.

Dan di skenario ini, tampaknya Wiranto akan menduduki jabatan ketua dewan pembina partai.

Skenario kedua adalah berkaitan dengan rencana lainnya yang diagendakan dalam rapimnas, pencapresan Wiranto pada 2019.

Analisa tentang skenario ini menihilkan peran Jokowi dalam perencanaannya. Wiranto sengaja melakukan manuver ini dengan asumsi telah terjadi gab antara dirinya dengan istana, menyusul semakin dekatnya Jokowi dengan Prabowo Subijanto, ketua umum Partai Gerindra.

Publik masih ingat, betapa gesekan antara Wiranto dan Prabowo sudah lama terjadi. Bahkan dalam pilpres 2014, Wiranto membongkar misteri Dewan Kehormatan Perwira berkaitan pemberhentian Prabowo dari dinas ketentaraan pada tahun 1998, satu peristiwa yang masih mengganjal di hati Prabowo.

Untuk menghadapi dan mengantisipasi terciptanya kolaborasi antara Jokowi dan Prabowo itulah, Wiranto mengajak serta OSO yang merupakan seteru Prabowo dalam perebutan organisasi Himpunan Tani Indonesia (HTI). 

Skenario kedua ini terjadi dengan asumsi bahwa Jokowi berpandangan Wiranto tidak berhasil mengendalikan situasi nasional belakangan ini. Wiranto dianggap gagal menjinakkan kelompok Islam yang melakukan beberapa aksi dalam waktu-waktu terakhir.

Dengan mencapreskan diri, maka Wiranto memiliki "pintu keluar" yang elegan dari kabinet. Ia bisa mundur tanpa perlu ada embel-embel gagal.

Tetapi, Wiranto tetaplah Wiranto. Kecerdasannya sangat mungkin menghitung perihal lain dari rencana rapimnas nanti. Wiranto yang amat tahu apa maksud dari keinginannya menyelenggarakan munaslub dan rencana mengumumkan pencapresannya pagi-pagi.

Semoga saja, skenario pertama yang benar. Karena jika skenario kedua yang benar, maka para pihak yang tidak menyukai kehadiran Wiranto di kursi Menkopolhukam akan bersorak sorai kegirangan. 

Dan situasi itu juga akan membuat kekuatan politik kekuasaan Presiden Jokowi akan terancam melemah, mengingat Wiranto memiliki kapasitas tersendiri dalam memberi sumbangsih kekuatan dalam pemerintahan Jokowi.

Rapimnas, konon telah ditetapkan. Semoga saja Wiranto menyimpan kalkulasi yang amat terukur dalam mengambil keputusan bagi Hanura. Kita nantikan bersama kemanakah bandul politik Hanura akan diarahkan oleh Wiranto.

 

Menikmati Teh Pahit

Menikmati Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun