Tangisannya seperti suara seruling yang terhembus angin. Menebar kemana-mana.
Kenapa engkau tanam aku?
Tiga tahun lamanya kau tanam dari kecil.
Waktu yang cukup lama untuk menunggu berbuah...
Namun... Ketika tiba masanya untuk mulai berbuah, engkau justru menebangku....
Untuk apa engkau menunggu tiga tahun lamanya?
Untuk apa.....
Tidak cukupkah aku menangis tersia-sia?
Pohon mangga itu meratap pilu. Karena merasa gagal tidak bisa bersedekah buahnyaÂ
Sementara di sisi lain mas Toro tersenyum sambil menikmati kopi hangatnya. Menikmati kesendiriannya. Berteman dengan angin kemarau yang dingin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H