Mangkoknya adalah RTH bagi Ahok, dan prostitusi bagi Adhyaksa. Sementara itu sup-nya adalah sama, yaitu membongkar Kalijodo. Ketika Ahok menyediakan rumah susun bagi warga Kalijodo yang ber-KTP DKI, Â maka sudah tidak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan yang dilanggar. Ahok memiliki mangkok, sup, ditambah penyedap (rumah susun sebagai pengganti) dan permasalahannya hanya sebatas Kalijodo saja, tidak melebar. Â
Sementara jika menggunakan mangkok Adhyaksa, maka urusannya bukan hanya di kalijodo saja, tetapi meluas hingga seluruh aktivitas prostitusi di DKI yang harus diberantas. Ahok menggunakan rujukan Peraturan Daerah (Perda), sementara Adhyaksa, jika melihat prinsipnya tampak merujuk kepada Peraturan Agama. Â
Pembahasan yang lumayan menguras energi dengan teman-teman mahasiswa ini, sungguh pengalaman yang luar biasa. Diskusi ditutup dengan menyepakati kesimpulan sementara yang dituangkan dalam bentuk tag-line, yaitu: Keputusan – Nilai-nilai – Sumber rujukan – Prinsip - Konsekuensi.Â
Selanjutnya teman teman mahasiswa dipersilahkan menggunakan tag-line tersebut untuk diaplikasikan pada setiap keputusan yang dibuat, sekecil apapun keputusan itu. Dan pada pertemuan berikutnya akan dibahas dampak keputusan yang telah dibuat dengan frame work tag-line tersebut.
Sepanjang pengalaman saya, sangat sedikit orang-orang yang mau dan bersedia untuk mendalami makna kata-kata yang hadir dalam kehidupannya. Tampaknya ini hal yang dianggap sepele oleh kebanyakan orang. Â Padahal ketika kita salah memaknai, maka akan salah menyimpulkan dan pastinya akan salah menyikapi. Sesuatu yang salah dalam penyikapan, bukan lagi menjadi hal yang bisa dianggap sepele.
Â
***
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H