Mohon tunggu...
Teguh S Sungkono
Teguh S Sungkono Mohon Tunggu... Administrasi - in search for excellent

Dalam upaya merealisasikan kepedulian diruang nyata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Serial Kepemudaan-3] Sikap Kepemimpinan Sang Penakluk Kutub Selatan, Roald Amundsen vs Robert Falcon Scott

16 Maret 2016   01:11 Diperbarui: 27 Maret 2016   00:03 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Amundsen dan Anjing Kutubnya sumber: ngm.nationalgeographics.com"][/caption]Oktober, 1911, dua tim penjelajah profesional, yang berasal dari dua negara yang berbeda, melakukan persiapan untuk berlomba, guna menentukan siapakah diantara mereka yang mampu menjadi orang yang pertama kali dalam sejarah menginjakkan kaki di kutub selatan. Sementara kutub utara pada saat itu, berhasil ditaklukan oleh seorang penjelajah profesional yang bernama Robert Peary, asal Amerika.

Tim pertama pertama dipimpin oleh Roald Amundsen, 39 tahun, asal Norwegia, dengan moto: “Mencapai Kemenangan dan Kembali Dengan Selamat”. Sementara tim kedua dipimpin oleh Robert Falcon Scott, 43 tahun, seorang perwira angkatan laut Inggris, dengan moto: “Menancapkan Bendera yang Pertama”.

Kedua komandan tim ini memiliki kemampuan yang dapat dikatakan relatif sama, keduanya berangkat dalam hitungan hari yang tidak jauh berbeda, dan keduanya akan melakukan perjalanan bolak-balik dengan jarak perjalanan hingga mencapai 1400 mil atau ± Jakarta-Bali PP.

Medan yang dihadapi oleh keduanyapun persis sama. Dengan suhu yang mencapai minus 40 derajat celcius, terpaan badai salju tanpa mampu diprediksi kedatangannya, tanpa alat komunikasi apapun, apalagi GPS. Bahkan tim penyelamatpun tidak memiliki peralatan yang memadai untuk melakukan pencarian terhadap mereka jika terjadi sesuatu.

Amundsen mampu menggapai sukses dalam kondisi cuaca ekstrem tersebut, sementara Scott bahkan bertahanpun tidak mampu? Amundsen adalah seseorang yang selalu dalam keadaan mempersiapkan dirinya untuk bisa bertahan dalam keadaan seperti apapun. Dia bahkan pernah mencoba memakan daging lumba-lumba untuk belajar survive jika suatu saat kapal yang dia tumpangi kemungkinan karam.

Kehidupannya selalu diisi dengan persiapan-persiapan dalam upaya menuju tujuan hidupnya yaitu menjadi orang pertama yang mampu menginjakkan kaki di kutub selatan. Dia belajar sebanyak mungkin dari pengalaman-pengalaman yang sengaja dilakukan dalam rangka menempa dirinya guna menghadapi kondisi terburuk atas petualangan yang akan dilakukan. Dia paranoid, sangat khawatir atas segala kemungkinan terburuk, sehingga demikian detailnya upaya yang dilakukan dalam menyiapkan kebutuhan ekspedisi tersebut.

Iapun mempelajari bagaimana orang-orang eskimo berseluncur dengan menggunakan anjing kutub. Dia meyakini bahwa anjing kutub akan jauh lebih efektif sebagai alat transportasi dibanding kuda poni, yang mana anjing kutub memakan daging sementara kuda poni bukan pemakan daging. Pilihan ini sangat tepat pada kondisi ekstrem, dimana pada suatu ketika Amundsen membunuh anjing yang lemah untuk kemudian menjadi bahan makanan bagi anjing yang masih kuat.

Dengan sangat mendetail, diapun mengamati kehidupan orang-orang eskimo ini, yang selalu tidak dalam ketergesaan, bergerak perlahan namun pasti, guna menghindari keringat tubuh yang akan membeku pada suhu dibawah 0 derajat celcius.

Fislosofinya adalah anda tidak harus berada dalam serangan badai untuk bisa mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan agar diri anda kuat menghadapi badai. Anda tidak harus dalam keadaan kapal anda karam, untuk kemudian anda mencoba bertahan hidup dengan memakan daging lumba-lumba. Anda harus mempersiapkan dan melatih diri setiap saat untuk menghadapi segala kondisi terburuk yang mungkin timbul dalam perjalanan menuju tujuan atau cita-cita anda.

[caption caption="Scott dan Kuda Poninya sumber: antarcticanniewordpress.com"]

[/caption]

Sementara itu Robert Falcon Scott adalah pribadi yang bertolak belakang dengan Amundsen. Dia tidak berlatih untuk memakan daging lumba-lumba. Dia tidak berlatih berseluncur dengan menggunakan anjing sebagaimana orang eskimo. Bahkan dia pun tidak berlatih menggunakan ski. Scott mengandalkan transportasi logistik yang lebih modern, yaitu motor-sledges (yang belum terbukti kehandalannya di medan kutub selatan) dan kuda poni.

Pemilihan kuda ponipun adalah strategi yang tidak detail sebagaimana Amundsen, sebab saat bahan makanan kuda sudah habis, kuda tidak memakan kuda, yang akhirnya seluruh kuda ini mati.

Strategi Amundsen yang detail tersebut tercermin juga pada setiap depot yang dia bangun untuk peristirahatan dan penempatan logistik yang akan dibutuhkan saat perjalanan pulang. Dia menancapkan banner berwarna hitam, kontras dengan warna salju yang putih. Dan banner tersebut dapat terlihat bahkan pada jarak pandang sampai dengan sepuluh kilometer. Strategi ini sangatlah mempercepat proses dalam menemukan depot logistik tersebut, ketika mereka menempuh perjalanan pulang.

Amundsen menyiapkan tiga ton supply untuk lima orang anggota timnya, sementara Scott hanya menyiapkan satu ton supply untuk tujuh belas orang anggota timnya. Amundsen membawa empat thermometer, sementara Scott hanya satu termometer, yang jika rusak maka nyaris tidak akan memiliki petunjuk apapun terhadap kondisi suhu disekitar mereka. Amundsen sama sekali tidak mengetahui apa yang akan mereka hadapi dalam ekspedisi tersebut. Tidak ada informasi apapun tentang kutub selatan. Dengan sikap paranoidnya, maka asumsi terburuklah yang selalu dipakai sebagai pertimbangan dalam memutuskan setiap detail persiapan ekspedisi tersebut. Bahkan dia menyiapkan seorang suksesor untuk siap mengganti memimpin dan tetap melanjutkan perjalanan andai dirinya atas satu dan lain hal, tidak mampu melanjutkan ekspedisi tersebut.

Sementara Scott bukanlah orang yang detail. Dia bahkan tidak menyiapkan jalan keluar untuk kondisi terburuk yang mungkin akan dihadapi. Dalam jurnalnya ditulis, “ Cuaca yang kami hadapi sangatlah tidak masuk akal”, lanjutnya lagi, “ Beginilah nasib buruk kami bersama, sangat beruntung jika kami bernasib baik!”. Inilah bentuk-bentuk pernyataannya yang menggambarkan ketidak siapan diri dalam menghadapi situasi terburuk yang bisa terjadi. Dia, Scott selalu menyalahkan keadaan.

Alhasil Scott sampai ke titik kutub selatan pada tanggal 17 Januari 1912, satu bulan setelah bendera Norwegia tertancapkan oleh Amundsen di sana. Dan Scott kembali menuliskan dijurnalnya, “ kami mengalami hari-hari terburuk”. Sementara itu Amundsen telah sampai kembali di base awal mereka pada tanggal 25 Januari 1912, tepat sesuai dengan perencanaan mereka. Namun ironisnya delapan bulan kemudian, jasad Scott beserta tiga orang anggota tim yang masih tersisa bersamanya ditemukan membeku, hanya berjarak enam belas kilometer dari depot supply mereka.

Keduanya mendapatkan hasil yang berbeda dengan sangat dramatis. Padahal situasi, kondisi, cuaca ekstrem, ataupun keganasan alam yang dihadapi oleh mereka adalah sama. Amundsen tidaklah lebih kreatif, visioner, karismatik, ataupun lebih ambisius ketimbang Scott, akan tetapi Amundsen menunjukan behaviour / perilaku yang berbeda. Dia hanyalah lebih disiplin, lebih detail dalam persiapan dan paranoid dalam menyikapi segala kemungkinan. Dia tidak menganggap enteng resiko apapun, dan selalu menyiapkan jalan keluar atas setiap resiko tersebut.

Analogi atas pengalaman kedua sosok komandan ekspedisi tersebut diatas tentu dapat kita ambil sebagai pelajaran. Kitapun saat ini sedang berekspedisi menuju tujuan hidup yang kita pilih. Dengan role model perilaku sebagaimana paparan diatas, maka behaviour Amundsen atau Scott kah yang akan kita pilih?....... Selamat memilih.

 ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun