Demikian frustasinya pemerintah atas citra negatif kepolisian dimasyarakat, hingga timbul inisiatif untuk membentuk lembaga lain sebagai pelaksana tugas atas salah satu tugas lembaga kepolisian ini. Maka dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kebijakan ini menimbulkan harapan baru bagi masyarakat, harapan untuk segera mendapatkan keadilan dengan terberantasnya praktik korupsi yang demikian marak di negara ini. Dukungan dari masyarakat dapat dilihat langsung untuk lembaga baru ini. Demikian romantisnya masyarakat dalam mengawal lembaga ini, sehingga siapapun yang melemahkan KPK, maka akan berhadapan langsung dengan masyarakat tanpa melalui wakilnya di DPR.
Namun bagaimana implikasi kebijakan ini bagi kepolisian? Alih-alih pemerintah membenahi alatnya yang sedang bermasalah dengan persoalan citra negatif, pemerintah justru membiarkan dan memilih untuk melahirkan lembaga KPK. Padahal tugas kepolisian di Undang-undang No. 2 Kepolisian tahun 2002 Pasal 14 Ayat 1 (g):Â melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Â Inilah amanat yang emban oleh institusi kepolisian. Amanat ini termasuk didalamnya menangani permasalahan tindak pidana korupsi.
Dengan hadirnya lembaga KPK, maka amanat ini di sharing sebagai bentuk halus atas ketidak percayaan semua pihak pada institusi kepolisian. Lagi-lagi kepolisian kembali menjadi korban. Karena dianggap belum mampu menjalan amanat undang-undang tersebut.
Lalu disisi mana lagi kita memandang kepolisian ini memiliki kemampuan? Siapakah sebenarnya Kepolisian Negara Republik Indonesia ini? Apakah lembaga ini musuh masyarakat? Musuh pemerintah? Demikian skeptisnyakah kita semua terhadap lembaga yang satu ini? Ini fenomena apa? Kita sepakat dengan penguatan KPK? Bagaimana dengan penguatan kepolisian?
Tidakkah kita semua (termasuk pemerintah) mendambakan institusi kepolisian yang mampu berfungsi sebagaimana peruntukannya? Kepolisian yang mampu memberikan rasa aman, memberikan perlindungan, obyektif serta profesional dalam menangani perkara. Selain itu juga mampu mengayomi masyarakat dan yang tidak memanfaatkan wewenang kepolisiannya dengan semena-mena. Tidakkah kita ingin semua itu dapat diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia?
[caption caption="sumber milik pribadi"]
Kenapa kita tidak mendesak pemerintah untuk segera turun tangan dalam rangka menguatkan institusi ini dan segera mengolah citranya selama ini menjadi positif? Â Inilah prioritas yang mendesak sebab negara kita adalah negara hukum. Pernyataan ini wajib diikuti dengan bukti dan salah satu caranya adalah dengan kuatnya institusi-institusi penegak hukum. Bagimana mau tegak kalau tidak kuat?
Kepolisian ini termasuk salah satu alat supremasi hukum dan merupakan syarat mutlak tercapainya kondisi adil dalam bernegara. Lalu bagaimana supremasi hukum ini bisa dicapai jika salah satu alatnya belum berfungsi optimal? Sangatlah penting untuk digarisbawahi bahwa keadilan bukan hanya penegakan hukum di persoalan korupsi, persoalan lalulintas ataupun persoalan kriminal saja, tetapi keadilan adalah tegaknya hukum di seluruh aspek kehidupan masyarakat bernegara.
Kepolisian adalah bagian dari pemerintah; yang notabene adalah bagian dari masyarakat, maka kepolisian adalah bagian dari masyarakat. Jika kepolisian sukses, maka pemerintah dan masyarakat juga sukses. Jika salah satu gagal, maka gagallah semuanya. Hal ini tidak boleh terpisahkan, melainkan harus bersatu bagaikan satu tubuh. Jika satu bagian dari tubuh tersebut menderita sakit, maka bagian tubuh lainnya meradang dan ikut merasakannya.
Pernahkah anda mengalami keadaan dimana tangan kanan anda sakit sehingga tidak mampu digunakan? Lalu fungsi tangan kanan tersebut anda gantikan dengan tangan kiri. Kemudian apa yang anda lakukan terhadap tangan kanan yang sakit tersebut? Apakah dibiarkan tetap sakit? Tentu anda sendiri yang tahu jawabannya.
Â