[caption caption="sumber milik pribadi"][/caption]
Image institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini, dibenak kita adalah kumulasi aktifitas layanan kepolisian yang kita semua alami selama ini, bertahun-tahun. Pengalaman ini membentuk citra institusi kepolisian dihadapan masyarakat.
Apakah layanannya sudah memenuhi harapan dan sudah menjawab kebutuhan? Disinilah letak masalah utamanya, karena tampaknya masih dibutuhkan upaya-upaya yang luar biasa dari para stakeholder (pemangku kepentingan) institusi ini untuk bisa menjawab dan memenuhi harapan masyarakat.
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang bekerja untuk pemerintah yang sah, memiliki fungsi sebagai penyelenggara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri (sumber: Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian). Termasuk tentunya mengamankan segala bentuk akibat yang timbul dari setiap kebijakan pemerintah.
Kebijakan pemerintah dalam mengembangkan industri kendaraan bermotor nasional telah mampu menghasilkan setiap tahunnya ± 10 juta unit motor dan ± 1,2 juta lebih mobil serta kenaikan produksi setiap tahunnya mencapai ± 11% baik mobil ataupun motor (sumber). Sungguh prestasi yang luar biasa ditambah dengan kemudahan kepemilikan, pembiayaan, dan kemudahaan lainnya yang diberikan, maka menjadi demikian meriahnya industri ini.
Sayangnya keberhasilan kebijakan disektor ini belum mampu diikuti dengan keberhasilan kebijakan di sektor infrastruktur jalan yang memadai. Terjadi ketimpangan antara pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor dengan pertumbuhan jumlah kilometer ruas jalan yang dibangun. Apalagi dengan masih lemahnya pengelolaan kebijakan transportasi publik, maka tercapailah kesemrawutan lalu lintas hampir diseluruh kota besar di Indonesia. Kesemrawutan nasional.
Demikian mudahnya masyarakat menyalahkan kepolisian atas kesemrawutan ini. Seakan lembaga ini tidak mampu menjalankan tugasnya (menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan).
Menengok kebijakan pemerintah dalam sistem pembangunan manusia dan kebudayaan (pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya) menghasilkan produk manusia Indonesia dengan daya saing yang masih tergolong rendah. Silahkan cermati hasil statistiknya, dimana tingkat pengangguran mencapai besaran  ± 10 juta orang usia produktif, antara tahun 2004 – 2013 (sumber)
Tingkat pengangguran yang demikian besar ini berdampak langsung pada merebaknya penyakit sosial di masyarakat yaitu narkoba, korupsi, judi, prostitusi, premanisme dan aktivitas kriminal lainnya. Penyakit ini merebak semeriah industri kendaraan bermotor tadi. Lalu siapa lagi kalau bukan polisi yang harus turun tangan mengelola dampak ini? Lagi-lagi demikian mudahnya kita kembali salahkan kepolisian atas merebaknya penyakit ini.
Kita masuk sedikit lebih dalam ke area yang paling disukai konsumsinya oleh publik yaitu korupsi. Hampir disemua lini kehidupan kita marak dengan penyakit sosial yang bernama korupsi. Tidak hanya dimonopoli oleh institusi Pemerintahan, namun juga dilakukan oleh institusi BUMN, Swasta, bahkan termasuk institusi tertinggi lembaga peradilan negara, Mahkamah Agung (MA).
Pada mulanya polisi jugalah yang menjalankan fungsi penegakan hukum di area pidana korupsi ini. Namun ketika penyelewengan dilingkungan kepolisian masih dilakukan secara terus menerus, masif dan pada hampir seluruh layanannya maka tentunya kepercayaan publik terhadap institusi ini belum berhasil dibangun. Bagaimana mungkin dipercaya untuk menegakan hukum (pidana korupsi), sementara mereka sendiri mempertontonkan penyelewengan atas hukum itu sendiri?
Demikian frustasinya pemerintah atas citra negatif kepolisian dimasyarakat, hingga timbul inisiatif untuk membentuk lembaga lain sebagai pelaksana tugas atas salah satu tugas lembaga kepolisian ini. Maka dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kebijakan ini menimbulkan harapan baru bagi masyarakat, harapan untuk segera mendapatkan keadilan dengan terberantasnya praktik korupsi yang demikian marak di negara ini. Dukungan dari masyarakat dapat dilihat langsung untuk lembaga baru ini. Demikian romantisnya masyarakat dalam mengawal lembaga ini, sehingga siapapun yang melemahkan KPK, maka akan berhadapan langsung dengan masyarakat tanpa melalui wakilnya di DPR.
Namun bagaimana implikasi kebijakan ini bagi kepolisian? Alih-alih pemerintah membenahi alatnya yang sedang bermasalah dengan persoalan citra negatif, pemerintah justru membiarkan dan memilih untuk melahirkan lembaga KPK. Padahal tugas kepolisian di Undang-undang No. 2 Kepolisian tahun 2002 Pasal 14 Ayat 1 (g):Â melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Â Inilah amanat yang emban oleh institusi kepolisian. Amanat ini termasuk didalamnya menangani permasalahan tindak pidana korupsi.
Dengan hadirnya lembaga KPK, maka amanat ini di sharing sebagai bentuk halus atas ketidak percayaan semua pihak pada institusi kepolisian. Lagi-lagi kepolisian kembali menjadi korban. Karena dianggap belum mampu menjalan amanat undang-undang tersebut.
Lalu disisi mana lagi kita memandang kepolisian ini memiliki kemampuan? Siapakah sebenarnya Kepolisian Negara Republik Indonesia ini? Apakah lembaga ini musuh masyarakat? Musuh pemerintah? Demikian skeptisnyakah kita semua terhadap lembaga yang satu ini? Ini fenomena apa? Kita sepakat dengan penguatan KPK? Bagaimana dengan penguatan kepolisian?
Tidakkah kita semua (termasuk pemerintah) mendambakan institusi kepolisian yang mampu berfungsi sebagaimana peruntukannya? Kepolisian yang mampu memberikan rasa aman, memberikan perlindungan, obyektif serta profesional dalam menangani perkara. Selain itu juga mampu mengayomi masyarakat dan yang tidak memanfaatkan wewenang kepolisiannya dengan semena-mena. Tidakkah kita ingin semua itu dapat diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia?
[caption caption="sumber milik pribadi"]
Kenapa kita tidak mendesak pemerintah untuk segera turun tangan dalam rangka menguatkan institusi ini dan segera mengolah citranya selama ini menjadi positif? Â Inilah prioritas yang mendesak sebab negara kita adalah negara hukum. Pernyataan ini wajib diikuti dengan bukti dan salah satu caranya adalah dengan kuatnya institusi-institusi penegak hukum. Bagimana mau tegak kalau tidak kuat?
Kepolisian ini termasuk salah satu alat supremasi hukum dan merupakan syarat mutlak tercapainya kondisi adil dalam bernegara. Lalu bagaimana supremasi hukum ini bisa dicapai jika salah satu alatnya belum berfungsi optimal? Sangatlah penting untuk digarisbawahi bahwa keadilan bukan hanya penegakan hukum di persoalan korupsi, persoalan lalulintas ataupun persoalan kriminal saja, tetapi keadilan adalah tegaknya hukum di seluruh aspek kehidupan masyarakat bernegara.
Kepolisian adalah bagian dari pemerintah; yang notabene adalah bagian dari masyarakat, maka kepolisian adalah bagian dari masyarakat. Jika kepolisian sukses, maka pemerintah dan masyarakat juga sukses. Jika salah satu gagal, maka gagallah semuanya. Hal ini tidak boleh terpisahkan, melainkan harus bersatu bagaikan satu tubuh. Jika satu bagian dari tubuh tersebut menderita sakit, maka bagian tubuh lainnya meradang dan ikut merasakannya.
Pernahkah anda mengalami keadaan dimana tangan kanan anda sakit sehingga tidak mampu digunakan? Lalu fungsi tangan kanan tersebut anda gantikan dengan tangan kiri. Kemudian apa yang anda lakukan terhadap tangan kanan yang sakit tersebut? Apakah dibiarkan tetap sakit? Tentu anda sendiri yang tahu jawabannya.
Â
Teguh S Sungkono
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H