Mohon tunggu...
Teguh Saepudin
Teguh Saepudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penjelajah Lima Alam

Orang sunda asli

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Asian Value dalam Kacamata Marxisme

16 Juni 2024   10:25 Diperbarui: 16 Juni 2024   10:33 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: bukuprogresif.com

Pendahuluan
Asian Values atau Nilai-nilai Asia sering kali kita kaitkan dengan konsep-konsep seperti harmoni sosial, kolektivisme, dan penghormatan terhadap otoritas. Gagasan ini sering dipopulerkan oleh pemimpin-pemimpin Asia untuk menekankan keunikan budaya Asia dibandingkan dengan nilai-nilai Barat yang cenderung individualistis dan liberal. Namun, bagaimana jika kita melihat Asian Values melalui lensa Marxisme? Sebagai sebuah ideologi yang mengkritik hierarki sosial dan menekankan kesetaraan kelas, Marxisme menawarkan perspektif yang berbeda tentang bagaimana nilai-nilai ini berfungsi dalam konteks politik dan ekonomi.

Sebuah Pandangan Umum

Asian Values sering dipromosikan oleh pemimpin-pemimpin Asia, terutama dari negara-negara seperti Singapura dan Malaysia, sebagai landasan untuk stabilitas sosial dan pembangunan ekonomi. Nilai-nilai ini menekankan:

1. Kolektivisme dan Komunitas

 Kepentingan kelompok diutamakan di atas kepentingan individu. Hal ini diharapkan dapat menciptakan harmoni sosial dan solidaritas.

2. Penghormatan terhadap Otoritas

Penghormatan dan ketaatan terhadap pemimpin dan pemerintah dianggap penting untuk menjaga ketertiban dan stabilitas.

3. Kerja Keras dan Pengorbanan

Nilai-nilai ini menekankan pentingnya kerja keras, disiplin, dan pengorbanan pribadi demi kemajuan bersama.

Analisis Marxis

Dari sudut pandang Marxisme, nilai-nilai ini dapat dilihat dengan skeptis. Marxisme berpendapat bahwa ideologi sering kali digunakan oleh kelas yang berkuasa untuk mempertahankan dominasi mereka. Dalam konteks ini, Asian Values dapat dianalisis sebagai alat ideologis yang digunakan oleh elite politik dan ekonomi untuk mempertahankan status quo.

1. Kolektivisme sebagai Alat untuk Eksploitasi

Kolektivisme dan komunitas, yang dipromosikan sebagai alat untuk mencapai harmoni sosial, dapat digunakan untuk mengaburkan realitas eksploitasi. Dalam masyarakat kapitalis, kepentingan kolektif sering kali diartikulasikan oleh kelas yang berkuasa untuk memastikan bahwa tenaga kerja tetap patuh dan tidak menuntut hak-hak mereka secara individu.

2. Penghormatan terhadap Otoritas sebagai Alat Penindasan

Penghormatan terhadap otoritas dapat dilihat sebagai mekanisme untuk menundukkan massa. Dengan menginternalisasi penghormatan ini, individu-individu dalam masyarakat menjadi kurang cenderung untuk memberontak atau menuntut perubahan yang signifikan, meskipun mereka berada dalam situasi yang tidak adil.

3. Kerja Keras dan Pengorbanan sebagai Alat untuk Mempertahankan Status Quo

Nilai-nilai kerja keras dan pengorbanan pribadi sering digunakan untuk membenarkan kondisi kerja yang buruk dan upah yang rendah. Dalam konteks kapitalisme, pekerja diharapkan untuk bekerja keras dengan sedikit imbalan, sementara keuntungan yang signifikan dinikmati oleh segelintir elite.

Asian Values di Era Jokowi

Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, nilai-nilai Asia sering dipromosikan sebagai landasan untuk pembangunan nasional. Gotong royong (kerja sama komunitas) dan musyawarah (dialog dan konsensus) adalah konsep yang sering diangkat. Namun, dari perspektif Marxis, ini bisa dianalisis sebagai berikut:

1. Gotong Royong dan Pembangunan Infrastruktur

Program-program gotong royong yang dipromosikan oleh Jokowi sering kali melibatkan partisipasi masyarakat dalam proyek-proyek infrastruktur. Namun, partisipasi ini sering kali tidak disertai dengan peningkatan kesejahteraan yang signifikan bagi masyarakat. Sementara proyek-proyek ini memperkaya kontraktor besar dan elit politik, masyarakat hanya mendapatkan sedikit manfaat ekonomi tersebut.

2. Musyawarah dan Dialog sebagai Alat Legitmasi

Musyawarah dan dialog yang diadakan oleh pemerintah sering kali menjadi alat untuk melanggengkan kebijakan yang sebenarnya tidak menguntungkan bagi kelas pekerja. Dialog ini sering kali digunakan untuk memberikan kesan bahwa semua suara didengar, padahal keputusan sebenarnya sudah diatur oleh elite politik.

Kesimpulan

Dari perspektif Marxis, Asian Values dapat dilihat sebagai alat ideologis yang digunakan oleh kelas yang berkuasa untuk mempertahankan dominasi mereka. Meskipun nilai-nilai ini dipromosikan sebagai cara untuk mencapai harmoni sosial dan pembangunan ekonomi, dalam praktek mereka sering kali digunakan untuk menundukkan massa dan mempertahankan status quo. Analisis ini mengingatkan kita bahwa penting untuk selalu kritis terhadap ideologi yang dipromosikan oleh mereka yang berkuasa, dan untuk melihat bagaimana ideologi tersebut digunakan dalam konteks politik dan ekonomi yang lebih luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun