1. Kolektivisme sebagai Alat untuk Eksploitasi
Kolektivisme dan komunitas, yang dipromosikan sebagai alat untuk mencapai harmoni sosial, dapat digunakan untuk mengaburkan realitas eksploitasi. Dalam masyarakat kapitalis, kepentingan kolektif sering kali diartikulasikan oleh kelas yang berkuasa untuk memastikan bahwa tenaga kerja tetap patuh dan tidak menuntut hak-hak mereka secara individu.
2. Penghormatan terhadap Otoritas sebagai Alat Penindasan
Penghormatan terhadap otoritas dapat dilihat sebagai mekanisme untuk menundukkan massa. Dengan menginternalisasi penghormatan ini, individu-individu dalam masyarakat menjadi kurang cenderung untuk memberontak atau menuntut perubahan yang signifikan, meskipun mereka berada dalam situasi yang tidak adil.
3. Kerja Keras dan Pengorbanan sebagai Alat untuk Mempertahankan Status Quo
Nilai-nilai kerja keras dan pengorbanan pribadi sering digunakan untuk membenarkan kondisi kerja yang buruk dan upah yang rendah. Dalam konteks kapitalisme, pekerja diharapkan untuk bekerja keras dengan sedikit imbalan, sementara keuntungan yang signifikan dinikmati oleh segelintir elite.
Asian Values di Era Jokowi
Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, nilai-nilai Asia sering dipromosikan sebagai landasan untuk pembangunan nasional. Gotong royong (kerja sama komunitas) dan musyawarah (dialog dan konsensus) adalah konsep yang sering diangkat. Namun, dari perspektif Marxis, ini bisa dianalisis sebagai berikut:
1. Gotong Royong dan Pembangunan Infrastruktur
Program-program gotong royong yang dipromosikan oleh Jokowi sering kali melibatkan partisipasi masyarakat dalam proyek-proyek infrastruktur. Namun, partisipasi ini sering kali tidak disertai dengan peningkatan kesejahteraan yang signifikan bagi masyarakat. Sementara proyek-proyek ini memperkaya kontraktor besar dan elit politik, masyarakat hanya mendapatkan sedikit manfaat ekonomi tersebut.
2. Musyawarah dan Dialog sebagai Alat Legitmasi