Sebuah survei baru-baru ini dilakukan oleh Litbang harian ternama tentang elektabilitas Partai Politik (parpol) peserta Pemilu 2014 di akhir tahun 2013, memunculkan PDIP sebagai pemenang, sementara partai penguasa elektabilitasnya semakin terpuruk.
Survei itu mengatakan PDIP berada di puncak klasemen mulai pertengahan tahun 2013 (23,6%) dan akhir tahun 2013 (21,8%). Sementara di posisi kedua Partai Golkar terus merangkak naik dari 15,4% (akhir 2012), 16,0% (Juni 2013), dan 16,5% (Desember 2013).
Partai Gerindra mulai konsisten di tempat ketiga dengan raihan 11,5% di akhir 2013. Sementara Partai Demokrat justru turun drastis dari 11,1% (akhir 2012), menjadi 10,1% (pertengahan 2013), dan turun lagi menjadi 7,2% di akhir 2013.
Sementara itu partai Islam tak menunjukkan elektabilitas signifikan. Partai NasDem dan Hanura malah menunjukkan lonjakan elektabilitas signifikan.
Survei adalah sebuah simpulan pendapat atau pandangan yang dilakukan dengan menggunakan teknik sampel. Survei biasanya dirancang untuk mendapatkan gambaran tentang pandangan-pandangan suatu populasi dengan mengajukan serangkaian pertanyyaan kepada beberapa orang yang dianggap mewakili populasi dan kemudian menyimpulkan jawaban-jawabannya sebagai gambaran dari kelompok yang lebih luas.
Melihat fakta-fakta angka di atas, apakah dapat dijadikan bocoran gambaran masa depan dalam Pemilu 2014?
Sejarah survei pertama kali dilakukan adalah sebuah pengumpulan pendapat setempat oleh The Harrisburg Pennsylvanian pada 1824, yang menunjukkan bahwa Andrew Jackson unggul atas John Quincy Adams dengan 335 banding 169 suara dalam Pemilu Presiden Amerika Serikat. Pengumpulan pendapat ini kemudian pelan-pelan menjadi makin populer.
Pada 1916, Literary Digest melakukan survai nasional dan secara tepat meramalkan terpilihnya Woodrow Wilson sebagai Presiden. Tekniknya dengan mengirimkan jutaan kartu pos dan menghitung kartu yang kembali, Digest dengan tepat meramalkan keempat pemilihan presiden berikutnya.
Namun pada 1936 Digest gagal. Para "pemilih"-nya yang berjumlah 2,3 juta orang merupakan sampel yang banyak. namun, mereka umumnya adalah orang Amerika yang kaya, yang cenderung simpatisan Republikan. Literary Digest tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki bias ini.
Seminggu sebelum hari pemilihan, Digest melaporkan bahwa Alf Landon jauh lebih populer daripada Franklin D Roosevelt. Pada saat yang sama, George Gallup melakukan survai yang jauh lebih kecil, namun lebih ilmiah. Dalam jajak pendapat ini ia menggunakan sampel yang secara demografis lebih mewakili.
Gallup dengan tepat meramalkan kemenangan besar Roosevelt. Tak lama kemudian Literary Digest bangkrut, sementara industri jajak pendapat mulai berkembang pesat.
Sejarah telah membuktikan bahwa survei yang akurat dan ilmiah akan memberikan gambaran masa depan seperti hasil survei. Sementara survei yang sekedarnya akan merugikan pelaksana survei itu sendiri.
Dengan memberikan informasi mengenai niat pemilih, survei kadang-kadang dapat mempengaruhi perilaku para pemilih. Pengaruh perilaku ini berupa dua kelompok: pengaruh ikut-ikutan/underdog, dan pemberian suara strategis (taktis).
Hal yang mungkin akan mengejutkan adalah, dampak kebalikan dari pengaruh ikut-ikutan, yaitu dampak underdog. Ini terjadi ketika orang memberikan suaranya, karena bersimpati, kepada partai yang dianggap akan 'kalah' dalam pemilihan umum. Jadi bisa saja PDIP yang diramalkan bakal berjaya justru akan tersungkur.
Dampak pemberian suara strategis atau taktis adalah pemberian suara sebagai cara untuk memilih suatu pemerintahan. Jadi, pemilih kadang-kadang tidak memilih kandidat yang mereka sukai berdasarkan ideologi atau simpati, melainkan kandidat lain yang kurang disukai, karena pertimbangan-pertimbangan strategis.
Jadi, pada intinya hasil survei bisa dijadikan pedoman untuk meramal peta Pemilu 2014 yang akan memunculkan dua skenario pemenang yang saling bertolak belakang. Siapapun nanti yang unggul, kita semua percaya bahwa Pemilu 2014 adalah kesempatan kita merubah keadaan dan mengukir masa depan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H