Mohon tunggu...
Teguh Nugroho
Teguh Nugroho Mohon Tunggu... Social Media Project Manager - Anak laki-laki yang suka kopi, pergi-pergi, dan kereta api

Second account, akun pertamanya udah lupa email saking terlalu lama nggak aktif. Kalo mau kenalan, silakan terbang ke blog thetravelearn.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Teman Bus, Bagaimana Berteman dengan Warga Kalau Eksklusif?

2 November 2021   13:29 Diperbarui: 2 November 2021   13:40 2781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Interior kabin Teman Bus Yogyakarta/dokpri

Kami kebingungan di tengah hari yang terik itu mencari tanda keberadaan pemberhentian Teman Bus. Jangankan bangunan halte, sekadar papan penunjuk pun tak ada. Padahal, menurut peta dari Transit Map Yogyakarta yang saya peroleh dari Forum Diskusi Transportasi Yogyakarta (FDTY), seharusnya ada pemberhentian Teman Bus Yogyakarta di Simpang Munggur, kecamatan Godean, kabupaten Sleman itu.

Mencoba bertanya ke mas-mas tukang parkir, malah diarahkan untuk naik dari seberang jalan ke arah Godean, baru nanti busnya putar arah kembali ke kota Yogyakarta. Alangkah tidak efektifnya, pikir kami. Saya sendiri meragukan informasi yang diberikan mas-mas itu.

Daripada terus kebingungan tanpa kejelasan, saya dan istri nekad berjalan kaki menuju pemberhentian berikutnya di Kantor Kelurahan Sidoarum. Perlu diketahui, Jalan Godean sendiri adalah jalan yang sangat tidak ramah pejalan kaki. Tidak ada trotoar, sehingga kami harus berbagi ruang dengan sepeda-sepeda motor yang juga menggunakan sedikit sisa lahan sempit trotoar alami itu karena kondisi lalu lintas yang macet. 

Seolah belum cukup keras berjuang, kami masih harus melalui trotoar tanah yang tergenang air sehingga memaksa kami berjalan di tengah jalan beraspal, terus-terusan memastikan tak ada mobil atau truk yang menerjang kami dari belakang. Terakhir, jarak dari Simpang Munggur ke Kantor Kelurahan Sidoarum tak bisa dibilang dekat.
"Ini sih udah capek duluan," kelakar istri saya.

Untungnya, bus datang tak berapa lama kemudian. Kami naik dari pintu depan. Teman Bus masih hanya menerima pembayaran dengan kartu e-money, seperti Flazz, Brizzi, atau Mandiri E-money. Uang tunai tidak diterima, meski saat itu tarifnya masih Rp0 sekalipun.

Hanya ada kami berdua di dalam bus, tak ada penumpang lain hingga kami tiba di titik tujuan kami, Halte TransJogja Mangkubumi I. Meski bukan pengamat transportasi dengan gelar bergandeng-gandeng, rasanya kita (saya dan Anda) tahu yang jadi penyebabnya.

Metode Pembayaran Teman Bus yang Eksklusif

Teman Bus adalah angkutan pengumpan berbasis bus transit system (BTS) yang melalui kawasan pinggiran perkotaan. Selain di Yogyakarta, Teman Bus juga sudah hadir di beberapa kota lainnya seperti Palembang dan Bali. Di Jogja, ia hadir untuk menyokong layanan TransJogja. Desain dan ukuran busnya pun serupa. Mungkin kalau di DKI Jakarta, ia serupa MetroTrans atau MiniTrans.
Di sini, saya paham kalau pemberhentian Teman Bus nggak serapat dan "selayak" pemberhentian TransJogja.

Cuplikan rute Teman Bus K2 Yogyakarta/tangkap layar pribadi
Cuplikan rute Teman Bus K2 Yogyakarta/tangkap layar pribadi

Sayangnya, mau sebagus apa pun jalurnya, senyaman apa pun armadanya, semurah bahkan segratis apa pun ongkosnya, tak akan ada artinya kalau metoda pembayarannya tidak sesuai dengan karakteristik masyarakat setempat.

Begini. Teman Bus memiliki rute yang melalui kawasan pinggiran. Jadi, wajar bila kita berasumsi jika targetnya adalah anak sekolah, ibu-ibu, simbah-simbah, dan segelintir anak muda kalangan menengah dan menengah ke bawah. Merekalah potensi pengguna angkutan umum di kawasan itu. Sekarang coba kita pikirkan, kira-kira apakah mereka punya kartu e-money? Saya yakin, sebagian besar dari mereka bahkan tak paham apa itu kartu e-money. Bisa memakai kartu debit di mesin ATM saja sudah bagus. Ini Jogja gitu lho, bukan ibukota.

Mungkin, alasan tidak digunakannya pembayaran tunai ini, selain alasan kepraktisan, adalah perampingan sumber daya manusia. Kalau menerima pembayaran tunai, berarti perlu minimal satu petugas lagi di dalam kabin. But hey, masalah ini bukannya tak bisa diatasi.

Memang Bagaimana Solusinya?

Bus-bus umum di Singapura dan Malaysia juga tidak memekerjakan kondektur, hanya driver yang bekerja di balik kemudi. Masyarakat di sana jelas sudah jauh lebih melek dengan pembayaran cashless, dan memang metode pembayaran ini yang populer di sana. Tak hanya praktis dan lebih cepat, namun juga lebih murah sekian sen daripada pembayaran tunai.

Namun mereka tidak lantas meniadakan pembayaran tunai sama sekali.

Mereka mungkin paham, bahkan di sebuah negara yang sudah melek teknologi, tetap ada orang-orang dan saat-saat ketika pembayaran tunai harus dilakukan. Wisatawan asing, ekspatriat yang baru pindahan, warga lokal yang mungkin kelupaan atau kehilangan kartu e-money, atau sepersekian persen warganya yang memang tak pernah punya kartu e-money untuk alasan pribadi.

Saya setuju edukasi teknologi harus dilakukan, namun sebaiknya dilakukan bertahap. Kalau tiba-tiba, warga malah akan gagap.

Bus-bus umum di Singapura dan Malaysia menyediakan kotak pembayaran tunai yang berdiri di samping driver. Benar, tak akan ada kembalian, jadi memang harus siapkan uang kecil agar sisa kembaliannya mudah diikhlaskan. Tapi setidaknya ada lebih banyak pilihan. Dalam perjalanan yang kedua, ketiga, dst, pengguna yang tadinya mengandalkan uang tunai pasti akan berpikir untuk memiliki e-money.

Solusi kedua adalah pemberian, atau minimal penjualan, kartu e-money kepada warga tanpa harus membuka rekening bank yang bersangkutan. Bisa bekerjasama dengan perangkat daerah, sekolah, atau kantor, bila tak ingin menambah jumlah karyawan. Kalau warga harus membeli, harga Rp10.000,00 rasanya masih cukup oke dengan iming-iming gratis naik bus pulang-pergi dalam kurun waktu tertentu.

Apa yang Diunggulkan dari Layanan Teman Bus Saat Ini?

Syukurlah, saya tetap menikmati perjalanan siang itu karena armada Teman Bus yang nyaman. Karena busnya baru, kabinnya masih bersih dan mengilap. AC-nya juga sejuk, kursinya empuk. Ada tanda pembatasan jarak di kursi dan area berdiri, bahkan ada passenger announcement yang menyuarakan pemberhentian berikutnya.

Kami lalu turun melalui pintu tengah.

Teman Bus, kami ingin berteman denganmu, maukah kamu?/dokpri
Teman Bus, kami ingin berteman denganmu, maukah kamu?/dokpri

Dalam Transit Map Yogyakarta, seharusnya bus masih terus melanjutkan layanannya hingga Malioboro. Namun entah karena sepi atau bagaimana, bus akan berbelok ke Hotel Abadi setelah melalui halte TransJogja Mangkubumi. Karena tujuan kami adalah melanjutkan perjalanan dengan bus TransJogja 1A menuju Candi Prambanan, saya memimpin istri untuk turun saja di Mangkubumi.

Disclaimer, tulisan ini tidak bertujuan untuk mendiskreditkan pihak tertentu. Saya cinta dan bangga akan Yogyakarta, akan Indonesia. Sebagai pecinta transportasi umum, saya memang suka membuat ulasan rinci dan objektif seperti ini, seperti yang biasa saya ceritakan di travel blog saya, thetravelearn.com


Saya harap pihak pengelola Teman Bus membaca tulisan ini dan menangkap pesan yang saya sampaikan. Keinginan saya simpel kok, supaya setiap daerah di Indonesia memiliki infrastruktur transportasi umum yang bisa diandalkan. Ayo naik bus dan kereta, biar jalanan nggak macet. Teman-teman ada yang sudah pernah naik Teman Bus juga? Saya mau baca dong cerita atau testimoninya di kolom komentar. Nanti saya respon, siapa tahu bisa jadi bahan diskusi berbobot.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun