Mungkin, alasan tidak digunakannya pembayaran tunai ini, selain alasan kepraktisan, adalah perampingan sumber daya manusia. Kalau menerima pembayaran tunai, berarti perlu minimal satu petugas lagi di dalam kabin. But hey, masalah ini bukannya tak bisa diatasi.
Memang Bagaimana Solusinya?
Bus-bus umum di Singapura dan Malaysia juga tidak memekerjakan kondektur, hanya driver yang bekerja di balik kemudi. Masyarakat di sana jelas sudah jauh lebih melek dengan pembayaran cashless, dan memang metode pembayaran ini yang populer di sana. Tak hanya praktis dan lebih cepat, namun juga lebih murah sekian sen daripada pembayaran tunai.
Namun mereka tidak lantas meniadakan pembayaran tunai sama sekali.
Mereka mungkin paham, bahkan di sebuah negara yang sudah melek teknologi, tetap ada orang-orang dan saat-saat ketika pembayaran tunai harus dilakukan. Wisatawan asing, ekspatriat yang baru pindahan, warga lokal yang mungkin kelupaan atau kehilangan kartu e-money, atau sepersekian persen warganya yang memang tak pernah punya kartu e-money untuk alasan pribadi.
Saya setuju edukasi teknologi harus dilakukan, namun sebaiknya dilakukan bertahap. Kalau tiba-tiba, warga malah akan gagap.
Bus-bus umum di Singapura dan Malaysia menyediakan kotak pembayaran tunai yang berdiri di samping driver. Benar, tak akan ada kembalian, jadi memang harus siapkan uang kecil agar sisa kembaliannya mudah diikhlaskan. Tapi setidaknya ada lebih banyak pilihan. Dalam perjalanan yang kedua, ketiga, dst, pengguna yang tadinya mengandalkan uang tunai pasti akan berpikir untuk memiliki e-money.
Solusi kedua adalah pemberian, atau minimal penjualan, kartu e-money kepada warga tanpa harus membuka rekening bank yang bersangkutan. Bisa bekerjasama dengan perangkat daerah, sekolah, atau kantor, bila tak ingin menambah jumlah karyawan. Kalau warga harus membeli, harga Rp10.000,00 rasanya masih cukup oke dengan iming-iming gratis naik bus pulang-pergi dalam kurun waktu tertentu.
Apa yang Diunggulkan dari Layanan Teman Bus Saat Ini?
Syukurlah, saya tetap menikmati perjalanan siang itu karena armada Teman Bus yang nyaman. Karena busnya baru, kabinnya masih bersih dan mengilap. AC-nya juga sejuk, kursinya empuk. Ada tanda pembatasan jarak di kursi dan area berdiri, bahkan ada passenger announcement yang menyuarakan pemberhentian berikutnya.
Kami lalu turun melalui pintu tengah.
Dalam Transit Map Yogyakarta, seharusnya bus masih terus melanjutkan layanannya hingga Malioboro. Namun entah karena sepi atau bagaimana, bus akan berbelok ke Hotel Abadi setelah melalui halte TransJogja Mangkubumi. Karena tujuan kami adalah melanjutkan perjalanan dengan bus TransJogja 1A menuju Candi Prambanan, saya memimpin istri untuk turun saja di Mangkubumi.