Mohon tunggu...
Sosbud

Merayakan Kota Melalui Ruang Publik

30 September 2015   23:10 Diperbarui: 1 Oktober 2015   00:21 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gayung pun bersambut. Kebetulan, pada awal 2015, Bandung didaulat sebagai salahsatu kota penyelenggara peringatan Konferensi Asia-Afrika ke-60. Pemerintah pusat pun mengucurkan dana besar untuk membenahi tampilan kota Bandung. Sang walikota pun segera bergerak. Dalam waktu singkat, ia berhasil mengemasulang dan mempercantik tampilan kota menjadi semarak sehingga Bandung masih pantas dijuluki Ibukota Asia-Afrika.

Selepas hajatan sepuluhtahunan itu, sang walikota memutuskan untuk  mengalihfungsikan berbagai fasilitas umum pendukung acara Peringatan KAA ke-60 itu menjadi ruang publik raksasa yang dapat dinikmati warga kota. Walhasil sejak digelarnya pawai rakyat pada 26 April 2015, hingga sekarang Taman Alun-Alun dan jalan di sekitar Gedung Merdeka tak pernah sepi pengunjung. Bandung pun kembali menjelma sebagai Het Parijs van Java.

Citra ini diperkuat dengan tampilan trotoar berbahan granit yang dihias oleh beragam bunga, ukiran antik, dan kursi besi (Tiah SM, 11 April 2015). Selain itu, pemasangan lampu dan kehadiran bangunan bergaya Art Deco semakin mengentalkan suasana tempo dulu. Agar aroma Eropa kian menyeruak, Emil bahkan berencana menutup akses kendaraan di beberapa jalan sehingga warga lebih leluasa untuk berlama-lama di kawasan ini.

Tak hanya itu, perancangan kawasan di sekitar Gedung Merdeka terispirasi dari beberapa kota di Eropa yang pernah dikunjungi sang walikota (Galih,23 April 2015). Untuk menerangi wilayah ini, misalnya, ia mendaptasi gaya penataan lampu kota Praha. Sementara untuk tiang-tiang penerangan di jalan Cikapundung Timur, ia mengambilnya dari kota Venezia. Adapun, pemasangan 300 bangku besi di sekeliling Gedung KAA serupa seperti di berbagai ruang publik di Kota Cannes.

Di masa depan, penataan kawasan semacam ini akan diperluas ke berbagai titik. Tahun depan, misalnya, ada enam jalan didesain ulang dengan konsep serupa. Selain ruas Jalan Ir. H Juanda hingga Merdeka, terdapat pula Jalan Buahbatu, Mochamad Toha, Sudirman dan Cibadak, dan Kawasan Kiaracondong (Ramdhani, 30 Juni 2015).

Secara keseluruhan dibutuhkan biaya sekitar 1 triliyun Rupiah dan waktu 15 tahun untuk mengembalikan julukan Het Parijs van Java (Kurniawan, 11 April 2015). Beruntung, Emil mendapat banyak sokongan dari kaum profesional―termasuk sederet arsitek, para investor, dan warga kota yang memiliki impian serupa untuk mengembalikan sebutan Bandung yang legendaris itu.

Kota untuk Warga

Melalui ruang publik, sebagian identitas lawas kota Bandung yang lama terkubur dapat dihadirkan kembali dengan sentuhan kekinian. Perpaduan ini membuat warga kota tak merasa terasing. Sebaliknya, mereka berupaya membangun relasi antara masa lampau dan kini dengan cara yang samasekali baru dan tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Lebih dari itu, antusiasme warga yang memadati fasilitas-fasilitas umum hampir setiap hari merupakan eskpresi kebanggaan, upaya mengenal lebih jauh, dan bentuk apresiasi mendalam terhadap Kota Kembang. Kini, perlahan tapi pasti, Bandung mulai menjelma menjadi kota yang ramah dan dirayakan oleh warganya. Semoga saja! (TvA)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun