Ada juga yang bilang, jadi wartawan hiburan (film dan musik) enak. Setiap hari ketawa haha-hihi, gak berasa, tau-tau tua. Enel juga sih..
Seperti adegan film Naga Bonar, saya dan Adisurya Abdi memilih tugas sendiri. Bidang Kehumasan dan Penjurian jadi bagian saya. Sementara, Adisurya Abdi menunjuk diri sebagai Ketua Pengarah UIA.
Menghadirkan performa wartawan di ajang ini sangat saya tunggu-tunggu, dan selanjutnya saya membagi dua skuad wartawan, yaitu Tim Juri dan Tim Sekretariat.
UIA adalah medium pertemuan wartawan senior, madya dan junior untuk pertama kali. Bahkan, diantaranya tidak saling mengenal.
Tim Sekretariat bermarkas di lantai 5 (tempat yang semula ruangan kosong) PPHUI untuk membuat proyeksi, agenda, dan merancang buku UIA 2016 yang eksklusif.
Aktivitas berlanjut. Di tengah perjalanan, nyaris saya mutung ketika Adisurya Abdi tak juga memberi kepastian soal honor untuk Tim Sekretariat. Tim ini akhirnya gigit jari karena sampai UIA 2016 berakhir, tidak terima honor dari YPPHUI.
Merasa bersalah, saya minta maaf kepada Tim Sekretariat karena tidak berhasil memperjuangkan hak mereka bahkan hak saya mendapat honor sebagai Ketua Bidang Humas dan Penjurian.
Atas kejadian yang menjengkelkan itulah, saya menolak ketika diminta bergabung di ajang UIA tahun 2017.
Banyak alasan untuk menolak, tapi yang paling utama munculnya fitnah, saya menilep uang Rp36 Juta dari Pusbangfilm Kemdikbud. Ahaiii..
Laporan pertanggungjawaban saya buat rinci dan detail ke YPPHUI tembus ke semua pihak terkait. Tapi virus fitnah sudah merasuk ke tulang sumsum.