Mohon tunggu...
teguh imam suryadi
teguh imam suryadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Penikmat kopi gilingan sampai sachetan

Penikmat kopi gilingan sampai sachetan.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Mengenang Torro Margens di Kongres Parfi Lombok

7 Januari 2019   03:17 Diperbarui: 7 Januari 2019   09:22 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
H Donny Ramadan dan DCP film DPO

Untuk pertamakali  Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) menggelar kongres pemilihan ketua umum luar kota, di Mataram, Lombok pada 26-28 Agustus 2016. Kabar itu saya dengar langsung dari Thamrin Lubis, sekretaris Parfi sebulan sebelumnya.

"Sudah ada 350 anggota Parfi pemegang KTA yang mendaftar jadi peserta kongres," kata Thamrin sambil mengunyah singkong goreng di Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta.

Pekan-pekan menjelang kongres itu, saya sulit mengontak Aa Gatot Brajamusti selaku Ketua Umum Parfi petahana.

Beberapa nama calon ketua Parfi dari kalangan artis sempat muncul. Tetapi suara mengerucut ke satu nama: Marcella Zalianthy, artis dan produser film.

Marcella disebut punya peluang jadi ketua Parfi ketika itu. Bahkan, tanpa ragu bang Ray Sahetapy merestui Marcella untuk jadi kandidat.

"Dia muda, aktif, dan ibunya, Tety Liz Indriaty juga pernah jadi pengurus Parfi," kata bang Ray, yang sengaja saya ajak ngobrol di ruang sekretariat PWI Jaya Seksi Film dan Budaya sekaligus markas Forum Pewarta Film, Gedung PPHUI.

dokpri
dokpri
Aktor senior itu mampir bercengkrama membawa cerita "Salam Nusantara". Saya bersama rekan wartawan Herman Wijaya, Didang Prajasasmita, Dudut Suhendra Putra mendengarkan. Hanya jika ada jeda karena kalimatnya terputus, cepat-cepat kami selak dengan pertanyaan. 

Malam itu, AC gedung yang dikelola oleh PT Prodas masih hidup. Biasanya, jam 18.00, AC otomatis off di semua ruangan. Kecuali ada "pesanan khusus".

Bang Ray baru saja menemui Aa Gatot di kantor Parfi terkait rencana kongres. Letak kantor Parfi satu lantai dengan "kantor" kami wartawan film, organisasi produser PPFI, pusat data perfilman Sinematek, organisaai pengelola bioskop GPBSI, Perfiki, Gasfi, KFT, dan YPPHUI.

Malam itu Aa Gatot ngantor, maka teknisi gedung membiarkan AC tetap menyala. Untuk tetap ngobrol tanpa rasa lapar, karena sudah jam 21.00 saya minta tolong pak Jani (juru kunci lantai IV) beli nasi goreng gerobak di depan PPHUI. Malam itu istimewa buat saya, yang untuk pertamakalinya mentraktir aktor besar Indonesia. Haha..

Soal pencalonan Marcella, saya konfirmasi beberapa hari kemudian. Maklum, perempuan ini sangat sibuk. Dengan diplomatis Marcella mengaku sudah punya niat memimpin Parfi.

"Tapi, saya masih perlu waktu mendaftar sebagai ketua Parfi," katanya dijumpai di sela acara di Sheraton Hotel, 5 Agustus 2016.

Sementara, Panitia Kongres Ke-15 Parfi  membuka pendaftaran calon ketua Parfi mulai 8 Agustus nanti.

Saya berharap Marcella serius mendaftarkan diri untuk bisa bersaing dengan Aa Gatot atau kandidat lainnya, yang mungkin akan muncul nanti. Belakangan sampai pendaftaran ditutup, tak ada nama Marcella. Saya agak kecewa, dia tak mendaftarkan diri. 

Dia justru disiapkan menjadi ketua organisasi baru bernama Parfi '56.

Sebenarnya, sejumlah artis besar dan populer ada di belakang Marcella saat akan bersaing di Kongres Parfi di Lombok. Artinya, Aa Gatot tidak akan mudah mengalahkannya. Tapi, Marcella memilih menggerakkan Parfi '56.

dokpri
dokpri
Organisasi Parfi sejak didirikan tahun 1956 terkenal selalu ramai, penuh dinamika bahkan ricuh di setiap kongresnya. Sebagai wartawan muda yang baru melek organisasi film saya mengikuti langsung kongres organisasi film tertua ini sejak Jenny Rahman bersaing dengan Gatot Brajamusti, Soultan Saladin, dan Ki Kusumo tahun 2011 di Jakarta. 

Strategi panitia kongres dalam upaya memunculkan Gatot Brajamusti saya tahu banget. Obrolan rapat panitia kongres, trio Atin Martino, Thamrin Lubis, dan Firman Nurjaya tanpa perlu disadap sudah terdengar jelas. 

Mereka minta izin pada saya yang waktu itu jadi "pejabat"untuk pinjam tempat rapat di satu ruangan sekretariat PWI. Gratis. 

Kongres Parfi yang tertunda hampir dua tahun di era Jenny Rahman itu, dimenangkan oleh Gatot Brajamusti dalam suasana ricuh, nyaris baku hantam antara para peserta.

***

Kembali ke Kongres Ke-15 Parfi di Lombok, saya melihat organisasi artis film ini menjadi ajang pertaruhan. Dan, siapa pun calon ketuanya harus yang punya duit.

Begitulah yang terjadi sampai hari ini Parfi dikelola atau dipimpin oleh orang yang rela merogoh kantong. Tidak heran jika yang jadi ketua Parfi adalah sosok yang keaktorannya diragukan tapi, hal itu akibat tidak ada aktor bertalenta dan punya nama besar yang mau jadi ketua. Terutama yang mau mengongkosi kongres. Nah, Gatot Brajamusti punya kuasa itu.

Bayangkan, untuk mendatangkan ratusan orang dari daerah (Parfi punya pengurus cabang di hampir semua Propinsi) dan menginap di hotel berbintang lima (Hotel Sahid) selama tiga hari, berapa ongkosnya? 

"Sekitar Rp5 Miliar," sebut Aa Gatot pasca kemenangannya di Kongres Parfi 2011.

Jalan Gatot sebagai ketua Parfi tidak mulus. Sebab, Jenny Rahman memprotes dan membawa kasus hingga sidang pengadilan. Dua tahun pertama Gatot memimpin, sulit baginya untuk melakukan konsolidasi dengan pengurus yang bergonta-ganti, sambil berusaha menggerakkan organisasi.

Masih terkait pendanaan kongres, saya lebih takjub dan heran, ketika peserta Kongres Parfi 2016 diboyong khusus satu pesawat untuk pulang pergi Jakarta - Lombok. Itu belum tetmasuk biaya menginap di dua hotel (Golden Tulip dan Santika) di Mataram plus uang saku peserta. Lagi-lagi itu bisa diatasi sendiri oleh Aa Gatot.

Dari 500 peserta kongres Parfi di Lombok, 350 diantaranya adalah pendukung Aa Gatot. Sisanya, para pendukung Andryega da Silva, calon yang diusung belakangan oleh sejumlah aktor senior.

Siapa Andryega, tidak terlalu penting lagi. Sebab, dia mendaftar saat injury time. Konon, Andry begitu dia disapa pernah ikut syuting film dan dekat dengan tokoh senior di KFT dan Parfi. Entahlah.

***

dokpri
dokpri
Sehari menjelang berangkat ke Lombok, saya dan Herman berusaha mencari info, siapa tahu kami bisa terselip bersama rombongan. Lumayan ngirit ongkos, kan? 

Tapi, rencana dua pesawat yang dicarter Aa Gatot, hanya satu yang berangkat, berisi rombongan para pendukungnya.

Kemungkinan situasi ini disengaja agar suara dukungan untuk Andry tidak akan ada sama sekali di arena kongres.

Di saat krusial pada Jumat (26/8/2016) sore, suasana kantor Parfi dipenuhi peserta yang belum terangkut. Seorang donatur kubu Andrye, di depan saya dan Herman terlihat sibuk menelpon pihak maskapai penerbangan yang membatalkan keberangkatan.

Dia meminta pihak maskapai membuka "blocking" pesawat yang menurutnya dilakukan oleh tim Aa Gatot. Open blocking pun sukses dilakukan. Malam itu juga 150 orang peserta pendukung Andry tergopoh-gopoh menuju Bandara.

Edan sungguh sangat edan!! ucap saya kepada Herman, melihat perjuangan calon-calon ketua Parfi ini. Saya tak habis pikir, mengapa sedemikian gilanya orang berebut posisi Ketua Umum Parfi.

Toh, saya dan Herman juga tidak bisa numpang berangkat dengan rombongan kedua. Karena tiket sudah dicatat sesuai nama peserta kongres.

Saking penasaran, kami berdua tetap berangkat esoknya, pakai ongkos sendiri. 

Kami tiba di Hotel Golden Tulip tempat dilaksanakan kongres Parfi, Sabtu (27/8/2016) siang. Para peserta baru selesai makan. Rombongan wartawan dari Jakarta yang diajak khusus oleh Aa Gatot, datang sejak kemarin.

Ketika hilir mudik melihat suasana di lobby hotel Golden Tulip itulah, saya berjumpa dengan mas Torro Margens. Dia terlihat capek. Tak banyak kami ngobrol, tapi saya sempatkan wefie. Cekrek! 

Pertemuan dengan mas Torro terulang esoknya, Minggu siang. Ketika itu saya disuruh oleh Haji Donny Ramadan, salah satu produser untuk memandu "jumpa pers" film DPO (Detachment Police Operation) yang diperankan Aa Gatot, juga Torro Margens.

H Donny Ramadan dan DCP film DPO
H Donny Ramadan dan DCP film DPO
Hanya beberapa menit saja acara di bioskop XXI Mataram Plaza. Setelah saya memanggil para pemain tampil ke depan, mendadak Aa Gatot minta acara disudahi.

"Ada apa nih, ji kok behenti? Ini kan acara penting untuk film DPO," bisik saya pada H Donny sambil berjalan keluar bioskop. Dia juga menggeleng, tak mengerti.

Kongres pemilihan ketua Parfi berlangsung Minggu (28/8/2016) malam, hingga dinihari. Gatot Brajamusti terpilih lagi jadi Ketua Parfi.

Saya dan Herman sudah teler, ngantuk berat dan menumpang mobil peserta yang akan nginap di Hotel Santika. Jarak tempuh hanya beberapa menit dari Golden Tulip. Di Kota Mataram itu, kami ngorok sekitar dua jam sebelum packing untuk ke Jakarta.

Esok pagi, Senin 29 Agustus ketika mendarat di Bandara Soeta, saya ditelpon oleh seorang peserta kongres yang mengabarkan penangkapan Aa Gatot semalam di kamar hotel. Dua jam kemudian, media online ramai memberitakan kasus menghebohkan itu.

Mengenang pertemuan dengan mas Torro Margens,  sangat kebetulan ketika kami berada di kongres Parfi, yang menurut saya paling "brutal" dan sensasional selama ini. Beberapa saat dinyatakan terpilih lagi sebagai ketua Parfi, Aa Gatot tertangkap tangan menggunakan narkoba. 

Di ajang berkumpul para artis itulah terakhir saya bertemu mas Torro Margens, aktor berkarakter yang wafat Jumat, 4 Januari 2019. Selamat jalan mas Torro Margens.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun