Mohon tunggu...
teguh imam suryadi
teguh imam suryadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Penikmat kopi gilingan sampai sachetan

Penikmat kopi gilingan sampai sachetan.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Jadwal Tayang Film dan Diskriminasi Bioskop

3 Juli 2018   10:00 Diperbarui: 3 Juli 2018   15:33 2875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADA lima film Indonesia yang tayang di bioskop saat musim libur Lebaran 2018. Kelima film itu  Jailangkung 2 (Sky Media dan Legacy Pictures), Kuntilanak (MVP Pictures), Insya Allah Sah 2 (MD Pictures), Dimsum Martabak (RA Pictures), dan Target (Soraya Intercine Films). 

Perolehan jumlah penonton kelima film tersebut, hingga Minggu (2/7/2018) memang belum mencapai angka maksimal seperti yang diharapkan meski secara komersial sudah terbilang break event point (BEP).  

Dari berbagai sumber, data jumlah penonton 'Film Lebaran 2018'  bisa dilacak. Yang terbanyak penontonnya adalah Jailangkung 2 (1.411.041). Selanjutnya adalah Kuntilanak (1.165.280), Target (800.548), Insya Allah Sah 2 (422.319), Dimsum Martabak (352.883). 

Di luar lima film tersebut, ada dua film yang tayang bersamaan pada 28 Juni 2018, yaitu Kulari Ke Pantai produksi Miles Films (138.250) dan Rasuk produksi MD Pictures (278.275).

Film Indonesia telah terbiasa menjadikan masa-masa liburan panjang, terutama libur hari raya Lebaran sebagai masa tayang paling segar. Mengapa? Karena di masa inilah penonton film biasanya lebih ringan jari merogoh kantong untuk membeli tiket di bioskop. 

Bagi produser film, ritual tahunan ini seakan wilayah hot spot, titik tertinggi sinyalnya yang memungkinkan untuk mereka mendapatkan keuntungan lebih dari filmnya dibandingkan, misalnya jika diputar di hari-hari reguler.

Tidak mengherankan film nasional saling sikut untuk lolos masuk jadwal di masa libur Lebaran. Tentu saja, yang biasanya memenangkan adu sikut ini adalah film-film milik rumah produksi besar. 

Sangat tidak memungkinkan bagi rumah produksi (production house/PH) kecil untuk mendapat slot tayang film mereka di jalur itu.

 "Jangankan berharap, bernegoisasi atau memohon tayang di hari biasa aja kita nggak dapet-dapet," kata seorang produser film, yang menunggu filmnya bisa tayang entah kapan. Sudah berbulan-bulan, katanya dia menunggu jadwal tayang. Karena kesal tak mendapatkan kabar, keluar kalimat rasis dari mulutnya.

Bukan hal baru atau kejadian luar biasa, soal jadwal tayang film Indonesia di bioskop dikeluhkan oleh produser kelas menengah ke bawah. 

Sejak zaman asosiasi produser hanya sebiji yaitu Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) sampai organisasi ini mulai ditinggalkan anggotanya, kemudian muncul Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI) dan kelompok profesional produser bernama Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi), keluhan senada masih saja terdengar. 

Tentu saja keluhan produser yang melembagakan diri itu (dan apa kabarnya Badan Perfilman Indonesia?) tidak selalu mulus ketika berurusan dengan pengelola bioskop, terkait jadwal tayang film mereka. 

Ketika film akhirnya tayang dan hanya mendapat jatah layar minimalis, atau tayang hanya beberapa hari sehingga kurang mendapat apresiasi penonton (jeblok) biasanya mereka protes ke pengelola bioskop, minta kebijakan. Sebab, tidak ada urgensinya mengadu atau melapor ke organisasi yang ada, ke BPI sekalipun. 

Sementara, jika produser meraup keuntungan dari filmnya, maka gantian pengelola bioskop yang curhat. "Kalau lagi untung, mana mereka pikirin bioskop," kata seorang pengelola bioskop ternama di Jakarta.

Jalur Neraka

Bagi film-film milik PH kecil yang memaksakan diri, pengelola bioskop masih memberi kebijakan tayang. "Ini jalur neraka, di awal-awal bulan puasa Ramadan begini," kata Amir Gumay, sutradara film Anak Negeri Megalith.

Film berlatar sejarah Kota Megalith di Palembang, Sumatera Selatan itu tayang di pekan awal Ramadan 1439 H (17 Mei 2018). Hal yang sama untuk film Selembar Itu Berarti produksi sineas kota Medan, Sumatera Utara. 

Kedua film tentu saja tidak mendapat penonton. Selain momentum yang tidak mendukung, keduanya tidak memenuhi standar artistik film. Lalu, mengapa tetap bisa tayang? Mungkin sekadar memberi hiburan bagi produsernya bahwa film mereka bisa tayang di bioskop. Diselipkan sebagai ganjalan slot kosong yang dihindari produser umumnya. Sehingga, film mereka sekelas dengan film nasional lainnya. 

"Ya, mau bagaimana lagi. Memang dapatnya di awal puasa," kata Amir Gumay, kakak sineas Aditya Gumay. Dia protes tapi pasrah. 

Bahwa RA Pictures -- termasuk PH baru -- bisa mengisi slot tayang di musim Lebaran, kabarnya cukup mengejutkan meski wajar; bahwa RA Pictures 'membeli' slot milik MD Pictures sebesar Rp 1,5 Miliar. 

Sementara Sky Media bisa lolos karena bermitra dengan rumah produksi Legacy Pictures milik orang dekat pengelola bioskop. 

Apakah ada regulasi soal aturan jadwal tayang film di bioskop?  Sejauh ini tidak ada pasal dalam UU Perfilman No 33 Tahun 2009 yang tidak punya petunjuk teknis itu, yang mengaturnya. Semua diatur dan disepakati antara pengelola bioskop dengan produser. 

Kembali ke soal film-film libur Lebaran, yang tahun ini tidak 'nendang' hasilnya (sineas Joko Anwar mencuit di Twitter, mempersoalkan film lebaran yang bikin pening kepala) sudah saatnya dibuat aturan yang berkeadilan. 

Seperti apa aturan itu? Misalnya memberi sanksi kepada PH-PH yang filmnya tayang di musim lebaran dan tidak mencapai target 1 Juta penonton. Tahun depan, PH ini tidak boleh masuk lagi di jadwal lebaran, diganti dengan PH-PH lain. Itu, misalnya. **

Penulis adalah Ketua Forum Pewarta Film

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun