Disana Liem kecil bekerja dengan giat, sampai pada suatu hari Liem memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya itu untuk mencari pekerjaan lain agar dia  bisa mendapatkan upah. Bosnya pun mengiyakan dan memberi Liem sejumlah uang yang nantinya akan digunakan Liem untuk membeli sepeda bekas yang akan dipakainya untuk berjualan arang di jalanan Surabaya.Â
Pekerjaan itu selanjutnya membawanya untuk berjualan roti di dalam gerbong kereta. Pada saat itu, dia bekerja 18 bulan tanpa seharipun istirahat untuk menjajakan dagangannya di dalam gerbong kereta jurusan Jakarta Surabaya.
Pada usia 19 tahun dia memutuskan untuk menikah dengan Siem Tjiang Nio. Â Liem pertama kali besentuhan dengan industri rokok pada saat bekerja sebagai peracik dan penggulung rokok di salah satu pabrik rokok yang berada di Lamongan Jawa timur.Â
Dia bekerja selama 6 bulan dan mendapat banyak ilmu untuk meracik rokok. Liem dan istrinya kemudian bahu membahu untuk menghidupi keluarga. Istrinya membuka toko yang menjual berbagai kebutuhan rumah tangga di kediamannya sedangkan Liem berkeliling menjajakan rokok hasil racikannya menggunakan sepeda yang dia punya kepada warung dan toko grosir.Â
Hingga pada tahun 1913 ia mendirikan sebuah perusahaan bernama Handel Maatschappij Liem Seeng Tee yang nantinya akan berubah menjadi Hanjaya Mandala Sampoerna mengikuti regulasi dan perubahan nama sang pemilik . Inilah cikal bakal perusahaan yang akan tetap berdiri kokoh dan berkembang selama lebih dari 100 tahun. Perlahan lahan bisnisnya berkembang karena cita rasa rokoknya yang unik dan beragam.Â
Dia terus berusaha mengembangkan bisnisnya dengan cara bereksperimen untuk membuat racikan rokok yang enak, sampai akhirnya dia berhasil membuat sebuah racikan rokok yang ia beri nama dji sam soe. Rokok tersebut sukses dan 'meledak' di pasaran yang menjadi primadona bagi para pecinta rokok sampai dijuluki sebagai raja kretek.Â
Pada tahun 1920 pelabuhan di Surabaya berkembang dengan pesat. Liem berhasil memanfaatkan keadaan itu dengan berhasil mendistribusikan rokoknya ke berbagai penjuru di Jawa Timur. Pada tahun 1932 Liem membeli sebuah kompleks bangunan bekas panti asuhan milik belanda.Â
Liem kemudian menggubahnya menjadi sebuah komplek besar yang berisi auditorium teater serta pabrik rokok dan rumah di sisi kanan kirinya. Ini merupakan mimpi Sampoerna untuk tinggal dekat dengan pabrik agar bisa mengawasi setiap aspek pekerjaan di pabriknya dengan lebih mudah. Pada tahun 1942, semua usaha yang dibangun Liem hancur dalam sekejap akibat penyerangan tentara jepang ke Surabaya.Â
Semua harta Liem dijarah dan Liem sendiri akhirnya dipenjara di kamp pengasingan, tak lama kemudian anaknya pun menyusul untuk dipidanakan seperti ayahnya dengan alasan diduga sebagai mata-mata pihak belanda. Â Itu adalah titik hidup terendah dan tersulit yang pernah dialami Liem semasa hidupnya.Â
Semua usaha dan perjuangan yang telah dilakukan Liem harus hancur runtuh dalam sekejap. Liem harus menunggu selama 3 tahun untuk bisa bebas dengan adanya kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.Â
Pada saat kembali ke kediamannya, Liem menemui kondisi komplek rumahnya yang sangat memprihatinkan, namun pada tahun 1949 Liem berhasil merenovasi dan membangkitkan bisnisnya yang sempat terkapar akibat penjajahan jepang.