Selain itu, hal yang patut menjadi perhatian dari angka pengangguran adalah :  mereka yang merupakan tenaga kerja terdidik, khususnya dari pendidikan vokasi dan sarjana, angka penganggurannya malah meningkat  dibandingkan tenaga kerja tidak terdidik.
Fenomena di atas perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi yang mampu menjangkau semua pihak.
Ada beberapa  upaya strategis yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Diantaranya adalah transformasi ekonomi dari basis pertanian menuju industri dan jasa.Â
Kebutuhan energi yang menjadi prasyarat transformasi, rasanya akan terpenuhi. Sektor Energi Listrik dan Gas dalam beberapa tahun ini tumbuh antara 8 hingga 12 persen, sementara sektor industri hanya tumbuh 2 hingga 3 persen saja. Transformasi ekonomi juga akan mengurangi pengangguran perkotaan serta menyerap tenaga kerja terdidik.
Langkah strategis lainnya adalah redistribusi kesejahteraan. Â Sebagaimana kita ketahui, pelaku ekonomi paling dominan di provinsi Bengkulu adalah petani dan sektor informal. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 48,16 persen dari seluruh pekerja, sedangkan pekerja informal mencapai 67,54 persen dari seluruh pekerja. Â
Petani dan pekerja informal, terbukti memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi setiap krisis. Boleh dikatakan, selamatnya Indonesia dari serangkaian krisis ekonomi adalah berkat peran sektor pertanian dan sektor informal. Namun fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa kesejahteraan petani dan pekerja informal masih relatif rendah.Â
Tentu ini ironis. Â Sektor yang memberikan sumbangsih terbesar dalam perekonomian nasional, justru belum mampu mengangkat kesejahteraan pelakunya. Karena itu perlu redistribusi kesejahteraan agar petani dan pekerja informal dapat menikmati peran besarnya dalam perekonomian.
Langkah strategis yang dapat diambil adalah dengan membangun kebijakan yang bersifat melindungi petani dan sektor informal dari gempuran pengusaha menengah dan besar, diantaranya melalui pengembangan jaringan lembaga pemasaran produk pertanian dan usaha informal untuk memperluas pangsa pasar dan standarisasi produk; membatasi penetrasi usaha menengah besar minimal hanya sampai ibukota kabupaten untuk mencegah persaingan usaha yang tidak berimbang; serta pendampingan manajemen dan digitalisasi usaha sehingga sektor informal mampu mengikuti perubahan pola konsumen.Â
Dengan demikian, diharapkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi memang berbasis ekonomi kerakyatan dan hasilnya dinikmati oleh mereka yang berkonstribusi. Melalui transformasi ekonomi disertai pengembangan ekonomi kerakyatan, diharapkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu benar-benar merupakan pertumbuhan yang inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H