Mohon tunggu...
Teguh Ananto
Teguh Ananto Mohon Tunggu... Administrasi - Tinggal di Bengkulu

pengopi, bukan perokok

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Apakah Ekonomi Bengkulu Tumbuh Inklusif?

8 Februari 2023   11:49 Diperbarui: 8 Februari 2023   11:52 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pasca pandemi Covid-19, perekonomian Provinsi Bengkulu mulai bangkit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), usai terkontraksi minus 0,02 persen pada tahun 2020,  ekonomi Provinsi Bengkulu menggeliat pada 3,27 persen di tahun 2021, dan  di tahun 2022 kembali tumbuh 4,31 persen.  Kondisi ini tentu memberikan optimisme bahwa perekonomian akan segera pulih kembali.

Optimisme pemulihan ekonomi bukan hal yang berlebihan. Rilis BPS juga menyebutkan, dari 17 sektor ekonomi, 15 sektor mengalami pertumbuhan positif, sementara hanya dua sektor yang tumbuh negatif.  Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor transpotasi dan pergudangan yang tumbuh 13,45 persen.  Ini menunjukkan arus distribusi barang dan jasa semakin meningkat serta  memberikan ganbaran bahwa ekonomi Provinsi Bengkulu semakin terbuka.

Namun perekonomian yang bertumbuh juga melahirkan pertanyaan lain.  Apakah pertumbuhannya bersifat eksklusif yang hanya dinikmati oleh segelintir orang, atau bersifat inklusif, yang mendorong pemerataan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

Menurut Bappenas, pertumbuhan ekonomi disebut inklusif jika mampu menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah. Karena itu, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi ekonomi inklusif harus disertai turunnya angka kemiskinan, turunnya angka ketimpangan distribusi pendapatan, dan menekan angka pengangguran.

Dilihat dari tiga indikator penyerta tersebut, perekonomian Provinsi Bengkulu tahun 2022 boleh dikatakan tumbuh inklusif.  Hal tersebut bisa dilihat dari ukuran berikut :  angka kemiskinan menurun dari 14,43 menjadi 14,34 persen; tingkat ketimpangan yang dinyatakan melalui Gini Ratio menurun dari 0,321 menjadi 0,315 poin, dan angka pengangguran menurun dari 6,49 menjadi 5,86 persen. Artinya pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu telah berhasil menurunkan angka kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan lapangan kerja.

Namun jika ditelaah lebih dalam, masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah Provinsi Bengkulu untuk menjadikan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih inklusif. 

Sebagai contoh, meskipun secara persentase angka kemiskinan menurun, tetapi jumlah absolutnya justru meningkat dari 291,79 ribu orang (tahun 2021) menjadi 292,34 ribu orang (tahun 2022) atau bertambah 1,14 ribu orang.  

Kenaikan jumlah penduduk miskin tersebut terjadi baik di wilayah perkotaan maupun wilayah perdesaan. Selain itu, penurunan angka kemiskinan juga belum mampu mengangkat Provinsi Bengkulu dari posisi kedua termiskin se Sumatera.

Dari sisi ketimpangan, berdasarkan ukuran Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah 21,62 persen, atau ketimpangan rendah.  Namun jika dilihat per wilayah, wilayah perkotaan lebih timpang daripada wilayah perdesaan.  

Angka ketimpangan di wilayah perkotaan tercatat 19,05 persen (ketimpangan sedang), dan di pedesaan angka ketimpangan tercatat 23,81 persen (ketimpangan rendah). 

Sementara dari sisi angka pengangguran wilayah perkotaan tercatat tercatat memiliki angka pengangguran lebih tinggi (7,74 persen) dibandingkan wilayah perdesaan (3,43 persen).  

Selain itu, hal yang patut menjadi perhatian dari angka pengangguran adalah :  mereka yang merupakan tenaga kerja terdidik, khususnya dari pendidikan vokasi dan sarjana, angka penganggurannya malah meningkat  dibandingkan tenaga kerja tidak terdidik.

Fenomena di atas perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi yang mampu menjangkau semua pihak.

Ada beberapa  upaya strategis yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Diantaranya adalah transformasi ekonomi dari basis pertanian menuju industri dan jasa. 

Kebutuhan energi yang menjadi prasyarat transformasi, rasanya akan terpenuhi. Sektor Energi Listrik dan Gas dalam beberapa tahun ini tumbuh antara 8 hingga 12 persen, sementara sektor industri hanya tumbuh 2 hingga 3 persen saja. Transformasi ekonomi juga akan mengurangi pengangguran perkotaan serta menyerap tenaga kerja terdidik.

Langkah strategis lainnya adalah redistribusi kesejahteraan.  Sebagaimana kita ketahui, pelaku ekonomi paling dominan di provinsi Bengkulu adalah petani dan sektor informal. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 48,16 persen dari seluruh pekerja, sedangkan pekerja informal mencapai 67,54 persen dari seluruh pekerja.  

Petani dan pekerja informal, terbukti memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi setiap krisis. Boleh dikatakan, selamatnya Indonesia dari serangkaian krisis ekonomi adalah berkat peran sektor pertanian dan sektor informal. Namun fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa kesejahteraan petani dan pekerja informal masih relatif rendah. 

Tentu ini ironis.  Sektor yang memberikan sumbangsih terbesar dalam perekonomian nasional, justru belum mampu mengangkat kesejahteraan pelakunya. Karena itu perlu redistribusi kesejahteraan agar petani dan pekerja informal dapat menikmati peran besarnya dalam perekonomian.

Langkah strategis yang dapat diambil adalah dengan membangun kebijakan yang bersifat melindungi petani dan sektor informal dari gempuran pengusaha menengah dan besar, diantaranya melalui pengembangan jaringan lembaga pemasaran produk pertanian dan usaha informal untuk memperluas pangsa pasar dan standarisasi produk; membatasi penetrasi usaha menengah besar minimal hanya sampai ibukota kabupaten untuk mencegah persaingan usaha yang tidak berimbang; serta pendampingan manajemen dan digitalisasi usaha sehingga sektor informal mampu mengikuti perubahan pola konsumen. 

Dengan demikian, diharapkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi memang berbasis ekonomi kerakyatan dan hasilnya dinikmati oleh mereka yang berkonstribusi. Melalui transformasi ekonomi disertai pengembangan ekonomi kerakyatan, diharapkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu benar-benar merupakan pertumbuhan yang inklusif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun