Mohon tunggu...
Teguh Wibowo
Teguh Wibowo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

kaya belum tentu bermartabat . .

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pantura Terendam Banjir

22 Januari 2014   16:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:34 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hutanku Dibabat, Mata Airku Lenyap

Banjir di Pantura, tempo.co

Minggu sore, 19 Januari 2014, saya menekadkan diri mendatangi stasiun Pekalongan. Senin pagi, saya sudah harus berada di Jakarta. Saya tak tahu pasti apakah masih ada tiket kereta api yang tersisa. Bagaimanapun caranya, esoknya saya tak ingin bolos kuliah.

Saya sungguh beruntung. Sebuah tiket ekonomi akhirnya saya dapatkan. Padahal, ketika saya mengecek ketersediaan tiket via internet beberapa waktu sebelumnya, disana tertulis bahwa semua tiket telah habis.

Sebenarnya saya tak terlalu khawatir apabila pada waktu itu kawasan Pantura tidak sedang direndam banjir. Saya bisa menggunakan jasa bus malam Pekalongan-Jakarta. Masalahnya, kala itu jalur Pantura banyak yang tergenang air. Dari berita yang saya baca, banjir merendam kawasan Indramayu, Subang, hingga Karawang. Banjir itu, praktis memotong arus lalu lintas dari dan menuju Jakarta di jalur Pantura.

Dua orang kawan nasibnya tak sebaik saya. Kawan pertama yang menggunakan mobil pribadi harus memutar arah melalui Bandung. Kawan kedua yang menggunakan jasa bus malam, mesti terjebak dalam kemacetan nan panjang dan melelahkan. Dua orang kawan saya itu baru sampai di Jakarta setelah menempuh perjalanan selama lebih dari 20 jam. Padahal, di waktu-waktu normal, perjalanan Pekalongan-Jakarta hanya ditempuh dalam waktu 8-9 jam. Dengan kereta api, saya pribadi membutuhkan waktu 6,5 jam. Terbukti, banjir tak hanya merugikan sesuatu yang sifatnya riil. Dengan kemacetan yang diakibatkan oleh banjir itu, masyarakat harus mendera opportunity cost yang nilainya sungguh besar.

Lalu, apa yang ingin saya catat dari fenomena banjir yang melanda kawasan Pantura kali ini?

Tak banyak. Yang pasti, hari ini terlintas dalam pikiran saya bahwa sudah waktunya daerah-daerah di sepanjang jalur Pantura itu mulai belajar dari apa yang telah terjadi di Jakarta.

Banjir yang melanda Jakarta sesungguhnya telah biasa terjadi. Hal ini tak bisa dilepaskan dari topografi Jakarta yang memang rendah, hampir sejajar dengan ketinggian permukaan air laut. Dengan kondisi demikian itu, Jakarta tak hanya harus berjuang melawan air yang memang benar-benar turun di kawasan ibukota. Jakarta harus berela hati menerima kiriman jutaan liter air dari kawasan Bogor yang memiliki topografi wilayah lebih tinggi. Akhirnya, tak hujan sekalipun, terkadang kawasan Jakarta pun harus tergenang air.

Topografi wilayah yang rendah itu sesungguhnya juga dialami oleh wilayah-wilayah di sebelah timur Jakarta, termasuk jalur Pantura. Sebagaimana Jakarta, wilayah-wilayah di jalur Pantura umumnya tak terlalu tinggi. Sementara di sebelah selatan kawasan itu, biasanya topografi wilayahnya tinggi. Sebagai bukti, mari kita lihat apa yang terjadi di kawasan Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon, hingga kawasan lain di sebelah timurnya.

Kawasan Karawang sebelah utara adalah dataran rendah. Di sebelah selatan kabupaten itu, ada Kabupaten Purwakarta yang memiliki topografi wilayah relatif lebih tinggi. Kawasan Subang sebelah utara juga begitu rendah, sementara kawasan Subang sebelah selatan relatif lebih tinggi. Kondisi demikian juga serupa dengan kawasan Indramayu, Cirebon, hingga jalur-jalur di sebelah timur sepanjang jalur Pantura. Di sebelah selatan kawsan itu ada kawasan Bandung, Sumedang, Majalengka, Garut, dan Cimahi yang tingginya ratusan hingga ribuan meter di atas permukaan air laut. Ringkasnya, kawasan utara rendah dan kawasan selatan selalu lebih tinggi. Akhirnya, kawasan Pantura harus berbesar hati untuk menerima kiriman air yang datang dari kawasan selatan. Nah, bukankah fenomena ini mirip dengan apa yang terjadi di Jakarta?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun