Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, kerja sama tersebut untuk memperkuat pengelolaan keuangan Bank Mandiri. Dia mengatakan pihaknya memerlukan nasehat hukum maupun dukungan kejaksaan untuk memperbaiki kualitas kredit perseroan dan melakukan pemulihan aset. Terutama untuk kejahatan perbankan terkait fraud daln lainnya.
Tak hanya itu, Bank Mandiri sebagai salah satu perusahaan milik negara atau BUMN, juga bertindak proaktif dengan secara rutin malaporkan kemungkinan-kemungkinan risiko kredit macet hasil temuan audit internal kepada auditor negara yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jadi jika belakangan BPK mengeluarkan hasil auditnya dan menyatakan akan ada sejumlah piutang yang tak dapat ditagih, sesungguhnya itu bersumber dari laporan hasil audit internal Bank Mandiri yang diserahkan kepada BPK.
Sehingga, saat BPK melaporkan hal tersebut ke DPR, sejatinya Bank Mandiri telah melakukan berbagai upaya dalam menyehatkan kembali, serta mengoptimalkan pengembalian kreditnya dari para debitur nakal. Berbagai upaya restrukturisasi kredit berpotensi macet yang dilakukan, diantaranya seperti mencari investor baru yang dapat meningkatkan kinerja usaha para debitur, melaporkan debitur nakal ke Kejagung, serta melakukan pencadangan atas kredit tersebut.
Langkah-langkah proaktif semacam ini patut diapresiasi. Apalagi bagi badan usaha milik negara yang semua bisnisnya ditujukan untuk kemakmuran bangsa dan negara. Langkah-langkah semacam ini juga dipercaya dapat memperkuat komitmen perusahaan-perusahaan BUMN untuk lebih terbuka dengan menerapkan azas Good Corporate Governance.
Sinergi antara pelaku bisnis dengan aparat penegak hukum inipun dapat meminimalisir risiko-risiko yang kemungkinan timbul dan mempengaruhi bisnis dikemudian hari. Ambil contoh, Bank Mandiri yang di 2017 berhasil meminimalisir risiko bisnis dengan menggandeng aparat penegak hukum sekaligus lembaga audit negara, berdampak pada meningkatnya kinerja perusahaan di 2017.
Laba bersih bank berkode BMRI ini mencapai Rp 20,6 triliun pada akhir 2017 atau tumbuh 49,5 persen dibanding tahun sebelumnya. Pencapaian ini didorong oleh upaya Bank Mandiri dalam memperbaiki kualitas aset produktif dan meningkatkan fungsi intermediasinya.
Perseroan juga berhasil meningkatkan kualitas kredit. Tercermin dari penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dari 4,00 persen pada 2016 menjadi 3,46 persen di 2017. Sehingga memangkas alokasi pencadangan perseroan menjadi Rp 16 triliun dari Rp 24,6 triliun pada 2016.
Seiring dengan perkembangan bank yang diikuti oleh semakin kompleksnya risiko usaha perbankan, membutuhan tata kelola yang baik. Sinergi dan kerjasama dengan penegak hukum yang dilakukan secara profesional sesuai dengan kapasitas masing-masing, seperti yang dilakukan Bank Mandiri, hendaknya menjadi prototype bagi perusahaan lain baik swasta maupun negara. Karena, hal itu terbukti memberikan benefit dan efek positif terhadap kinerja bisnis perusahaan. Sudah bukan jamannya lagi, bank menutupi potensi kredit macet, yang muncul akibat tindak kriminal perbankan, dengan dalih menjaga reputasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H