"Iya mas," jawab Dulah.
Meski pembicaraan sudah jauh sudah minum dan makan. Sudah merokok bersama, Dulah dan Rohim tetap belum ngeh siapa tamu ini.
"Jika dimintain pertolongan, sedapat mungkin usahakan untuk menolong orang yang minta tolong itu. Walaupun sesungguhnya nggak sanggup untuk menolong," lanjut tamu itu.
Karena nasihat yang disampaikan sangat bijak,  Dulah dan Rohim  fokus mendengarkan nasihat itu. Tak konsen untuk mengingat siapa sebenarnya tamu ini.
"Jaga silaturakhmi. Ringankan kaki untuk mengunjungi saudara dan sahabat. Ringankan kaki untuk menghadiri majelis taklim yang membahas soal ilmu agama," kata tamu itu.
"Sambut tamu yang datang dengan sambutan yang baik. Sebab ketika dia pulang akan membawa hal-hal yang berbahaya bagi tuan tumah. Dan meninggalkan hal-hal yang baik bagi tuan rumah," lanjut tamu itu.
"Baiklah, waktu saya tidak banyak. Harus segera kembali. Terima kasih sudah dijamu dengan sarapan yang nikmat. Saya mau mohon pamit," kata tamu itu sambil berdiri.
Dulah dan Rohim tak bisa menahan tamu itu. Sebenarnya ingin memastikan siapa sebenarnya dia. Setelah tamu itu melangkah keluar hanya beberapa langkah tahu-tahu sudah tak terlihat lagi.
Aneh setelah tamu itu pergi, mereka baru tahu dan teringat nama dan posisi tamu itu. Â
Mereka secara bersamaan mengatakan.
"Lah dia kan sahabat kita yang sudah meninggal tiga tahun lalu," kata mereka kompak.
Tercium bau wangi kamboja. Selesai. Â Â Â