Mohon tunggu...
Teguh Gw
Teguh Gw Mohon Tunggu... Guru - Pernah menjadi guru

Pemerhati pendidikan, tinggal di Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Stimulasi Membaca pada Anak Usia Dini

8 Juni 2021   14:12 Diperbarui: 9 Juni 2021   13:32 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keterampilan berjalan yang diperoleh bayi bisa dijadikan analogi. Begitu berhasil bisa berjalan, bayi merasakan manfaat berjalan sebagai teknik gerak berpindah yang lebih efektif dan efisien daripada merangkak. Maka, dari hari ke hari ia terus mengembangkan keterampilan berjalannya hingga mencapai gerak berjalan yang lebih kokoh, cepat, dan gesit. Setelah mahir berjalan, ia tidak berminat untuk kembali menekuni merangkak sebagai teknik gerak berpindah. Ketika hendak menjangkau objek yang menuntut gerak berpindah, ia akan menghampirinya dengan berjalan, bukan merangkak atau mengesot lagi.

Demikian pula membaca. Jika merasakan membaca sebagai kegiatan yang bermakna bagi hidupnya, anak akan rakus membaca dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan keterampilan membacanya. Melalui membaca terus-menerus, pemerolehan kosakatanya akan makin diperkaya, pemahaman gramatikalnya akan makin kuat, kecakapan pragmatiknya akan makin tajam. Semakin banyak dan beragam bacaan yang dibacanya, ia akan semakin menikmati petualangan intelektual, emosional, dan bahkan spiritual. Alhasil, ia semakin keranjingan membaca.

Stimulasi Membaca

Stimulasi. Inilah jurus pembuka yang layak dan perlu dilakukan untuk melibatkan anak dalam pembelajaran yang bermakna dan berdampak. Stimulasi adalah modifikasi lingkungan dalam rangka menumbuhkan minat untuk melakukan tindakan tertentu secara sukarela (self-regulated dan self-directed). Stimulasi membaca harus bisa merangsang tumbuhnya motivasi intrinsik sehingga anak dengan sukarela minta diajari membaca.

Adalah kekeliruan fatal jika stimulasi membaca dimaksudkan agar anak secepatnya bisa membaca, padahal ia belum merasakan kebutuhan akan membaca. Hampir dapat dipastikan, dalam stimulasi berbau "pemerkosaan" seperti itu, konten dan media bacaannya dikendalikan oleh instruktur. Akibatnya, pembelajaran membaca semakin jauh dari minat dan kebutuhan anak. Start belajar membaca menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan, membebani, dan cenderung membosankan. Pengalaman pertama yang penuh penderitaan itu akan terpatri dalam memori sepanjang perkembangan anak, bahwa membaca adalah kegiatan yang menyiksa. Bagaimana mungkin kelak ia akan gandrung membaca?

Malapraktik stimulasi membaca seperti itu akan membentuk konsep di alam bawah sadar anak bahwa tujuan ia belajar--lebih tepatnya, diajari--membaca adalah semata-mata agar ia bisa membaca. Lebih parah lagi jika pelajaran membaca berawal dengan pengenalan huruf sebagai lambang bunyi. Yang dikejar adalah kemahiran melafalkan gugusan huruf yang membentuk kata, rangkaian kata pembentuk kalimat, dan kumpulan kalimat penyusun paragraf.

Dampaknya, anak merasa sudah berhasil menguasai keterampilan membaca ketika sudah mahir melafalkan kata dengan artikulasi yang benar, melisankan kalimat dengan intonasi yang tepat, dan mendaras paragraf dengan tartil. "Ritual" pembelajaran membaca berakhir di situ, ketika anak sudah melek aksara secara teknis. Selepas itu, ia akan "mengamalkan ilmu" membacanya hanya ketika menerima tugas membaca bahan bacaan yang sudah ditentukan. Jadilah ia naik kasta, dari melek aksara secara teknis menjadi melek aksara secara fungsional.

Apakah semua orang yang sudah melek aksara secara fungsional pasti akan berkembang menjadi melek aksara secara kultural? Tidak! Bahkan, melek aksara secara fungsional tidak menjadi prasyarat untuk menjadi melek aksara secara kultural. Keduanya bisa tercapai secara simultan atau, bahkan, melek aksara secara kultural bisa mendahului melek aksara secara fungsional. Lebih fantastis lagi, tidak sedikit anak yang secara kultural sudah melek aksara, padahal mereka belum melek aksara secara teknis. Bagaimana mungkin?

Demikianlah daya magis stimulasi membaca jika dilakukan selaras dengan irama tugas perkembangan anak. Stimulasi membaca mesti bersifat inspiratif-promotif, bukan instruktif-imperatif. Lingkungan tumbuh-kembang anak didesain sedemikian rupa untuk menginspirasi anak-anak bahwa membaca itu bermanfaat bagi berbagai sendi kehidupan sehingga penting untuk dipelajari dan dikuasai. Ketika anak-anak mulai menunjukkan hasrat untuk belajar membaca, tugas pendidik adalah menciptakan iklim belajar yang mampu merawat motivasi intrinsik mereka untuk makin gemar dan rakus membaca.

Desain lingkungan inspiratif dimulai dengan tampilan fisik bahwa setiap ruang adalah perpustakaan. Artinya, segenap penjuru ruang--rumah, sekolah, dan ruang publik--harus kaya akan tulisan-tulisan yang bermakna bagi penghuni dan pengunjung ruang tersebut. Toilet, misalnya, berhiaskan tulisan-tulisan berisi instruksi penggunaan sumber daya dan fasilitas toilet secara bijak. Selanjutnya, setiap tulisan harus berbicara. Ketika mengantarkan anak yang belum bisa membaca ke toilet, pendidik--orang tua, pengasuh, atau guru--mengajarkan prosedur penggunaan toilet dengan membaca lantang instruksi yang tertulis di sana.

Demonstrasi membaca itu bisa diterapkan di berbagai kegiatan sehari-hari. Sebelum meminumkan obat kepada anak, ibu bisa membaca lantang petunjuk yang tertera di brosur atau label kemasannya. Ketika mengajak anak berbelanja di pasar swalayan, ibu membaca lantang label nama-nama bagian toko yang dituju, serta nama atau merek dan label harga barang yang hendak dibeli. Sambil menyetir kendaraan, ayah bisa membaca lantang petunjuk arah yang terpampang di papan sebelum sampai di persimpangan jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun