Mohon tunggu...
Teguh Nugraha
Teguh Nugraha Mohon Tunggu... Aktor - Xll MIPA 2 (SMAN 1 PADALARANG)

"Optimistis adalah salah satu kualitas yang lebih terkait dengan kesuksesan dan kebahagiaan daripada yang lain." -

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sang Anak Muda dari Parijs van Sumatra

21 November 2021   23:12 Diperbarui: 21 November 2021   23:27 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 12 Agustus 1902 lahirnya seorang anak yang bernama Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatra Barat dan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. ... Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang.

Semasa kecil, Hatta menempuk pendidikan dasar di Sekolah Melayu Fort de Kock, kemudian melanjutkan ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang.

Semasa sekolah, Hatta terkenal sebagai anak yang cerdas. Meski lulus ujian masuk ke HBS di Batavia, Hatta harus mengurungkan niatnya karena permintaan ibunya untuk tetap di Padang. Akhirnya Hatta melanjutkan sekolah ke MULO di Padang.

Keaktivan pada organisasi sudah ditunjukkan Hatta ketika berusia 15 tahun. Berbagai organisasi sudah diikutinya, salah satunya Jong Sumatranen Bond Cabang Padang.

Pada usia 7 bulan hatta kecil di tinggal oleh ayahnya yang meninggal dunia. Sang ibu siti saleha menikah lagi dengan seorang pedagang asal palembang mas agus haji ning

Hatta pun di perlakuan dengan baik oleh ayah tiri nya walaupun dia bukan anak kandung nya dan mendapatkan kasih sayang yang layak dari ayah tiri nya.

Hatta pun sangat bahagia dan senang. Bersyukur mempunyai keluarga yang baik dari sisi ibu Hatta berada di keluarga pedagang menjadikan dia menjadi orang yang bijak dan pintar mengantur keuangan
Lebih peka pada terhadap lingkungan tertarik terhadap ekonomi kerakyatan
disitulah Hatta mulai belajar banyak dalam kehidupan

Dari keluarga ayahnya Hatta kecil mendapatkan pengetahuan tentang agama Islam yang cukup menjadikan Hatta lebih dalam tentang pengamatan ajaran agama islam

Rasa nasionalisme sudah tumbuh dari Hatta kecil umur 6 tahun. Pada tahun 1908 Hatta kecil melihat para warga Indonesia yang di giring oleh belanda untuk di perkerjakan mereka melawati depan rumah Hatta kecil

Dan pada saat itu tahun 1908 ada pecah perang antara warga bukit tinggi dan kolonel Belanda yang di sebut perang kamang Hatta kecil pun mengatahui tersebut

Rakyat di sana berontak kepada pemerintah Belanda rasa nasional Hatta kecil sangat besar suka melihat lalurang melawati jembatan besar dekat rumah Hatta di jembatan tersebut telah di siapkan senjata dan senapan oleh kolonel Belanda untuk siapa yang masuk keluar bukit tinggi tidak pula mendapat kasar dari Belanda tersebut

Pada saat tumbuh menjadi remaja Hatta sangat besar rasa nasionalisme nya dan ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi lagi nilai-nilai kebangsaan tersebut mulai muncul dari nazir datuk pamontjak

Beliau jauh jauh dari jakarta ke padang untuk mengadakan rapat dengan para pengajar sekolah menengah ia merupakan beberapa orang yang lulus di Indonesia di HBS di jakarta

Dan pada saat tumbuh dewasa dia menjadi pendamping Ir Soekarno

Dia berselisih dengan dengan bunga karno atas parlementer dia menulis tentang "Merdeka, dengan ini saya beritahukan dengan hormat, bahwa sekarang, setelah Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih rakyat mulai bekerja, dan Konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Segera, setelah Konstituante dilantik, saya akan meletakkan jabatan itu secara resmi"

Dan ini membuat bung hatta tidak si butuhkan lagi karna dalam sistem parlementer wakil presiden tidak dibutuhkan lagi
Menerima surat tersebut, DPR awalnya menolak memenuhi permintaan Hatta secara halus. Caranya dengan tidak menanggapi atau membalas surat tersebut. Apalagi, ini bukan kali pertama Hatta mengirimkan surat senada kepada DPR.

Setahun sebelumnya, yaitu 1955, Hatta juga pernah mengirimkan sepucuk surat kepada DPR. Dalam surat itu Hatta menyatakan keinginan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden.

Ketika itu Hatta dengan tegas berkata, "Sejarah Dwitunggal dalam politik Indonesia tamat, setelah UUD 1950 menetapkan sistem Kabinet Parlemen

Ketika itu, surat Hatta didiamkan oleh DPR dengan harapan keinginan tersebut akan hilang dengan sendirinya. Di atas semuanya, DPR jelas tak melihat ada manfaatnya jika Dwitunggal Soekarno-Hatta pecah di tengah jalan.

Namun, kali ini Hatta tidak main-main. Jumat, 23 November 1956, dia kembali mengirim surat kepada DPR menanyakan kelanjutan surat sebelumnya. DPR kemudian memberlakukan surat itu sebagai sesuatu yang mendesak.

Sejumlah rapat yang berlangsung maraton digelar di gedung DPR, yang ketika itu masih berlokasi di Lapangan Banteng Timur, bersebelahan dengan gedung Kementerian Keuangan sekarang. Untuk mempermudah pembahasan surat Mohammad Hatta, sebuah panitia permusyawaratan pun dibentuk.

Rapat pertama digelar Rabu, 28 November 1956. Dalam sidang ini, hadir 145 anggota DPR dan hanya berlangsung selama 2 menit saja. Ketua DPR Sartono bertanya kepada panitia tentang laporan yang sebelumnya sudah dibuat tentang pertemuan mereka dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Panitia belum siap dengan laporan itu.

Malam itu, DPR sepakat untuk memenuhi permintaan Hatta. Maka, sepekan setelah Hatta berkirim surat, DPR menyatakan setuju untuk melepas Hatta. Jadi, terhitung sejak Sabtu, 1 Desember 1956, Mohammad Hatta resmi mengakhiri jabatannya sebagai Wakil Presiden RI yang telah diembannya selama 11 tahun.

Sebenarnya, Hatta pernah berusaha untuk mendekatkan kembali hubungannya dengan Sukarno, atas desakan dan permintaan sejumlah tokoh agar Dwitunggal kembali bersama. Namun, upaya itu kandas. Dalam artikel "Demokrasi Kita" yang ditulisnya sekitar 1960.

Hatta mengatakan: "Bagi saya yang lama bertengkar dengan Sukarno tentang bentuk dan susunan pemerintahan yang efisien, ada baiknya diberikan fair chance dalam waktu yang layak kepada Presiden Sukarno untuk mengalami sendiri, apakah sistemnya itu akan menjadi sukses atau suatu kegagalan. Sikap ini saya ambil sejak perundingan kami yang tidak berhasil kira-kira dua tahun yang lalu".

Hatta juga menulis tentang DPR dan kritikannya atas keberadaan legislatif setelah tak lagi dipilih melalui pemilu:

"Dengan perubahan Dewan Perwakilan Rakyat yang terjadi sekarang, di mana semua anggota ditunjuk oleh Presiden, lenyaplah sisa-sisa demokrasi yang penghabisan. Demokrasi Terpimpin Sukarno menjadi suatu diktatur yang didukung oleh golongan-golongan yang tertentu."

Hatta sendiri, kepada Solichin menceritakan bagaimana akrabnya ia dan Bung Karno waktu itu. ”Hingga tiap surat yang akan ditandatanganinya ditolak sebelum ada paraf saya. Dan tiap keputusan yang saya ambil Bung Karno selalu menyetujuinya.”

Sedangkan Wangsa, yang menjadi sekretaris pribadi Bung Hatta hingga tokoh ini meninggal dunia menyatakan, sekalipun sering terjadi beda pendapat tapi keduanya tidak pernah saling mendendam. Sebagai bukti Bung Hatta tidak dendam pada Bung Karno ialah peristiwa menjelang wafatnya presiden pertama RI ini.

Pada 19 Juni 1970, atau dua hari sebelum Bung Karno wafat, Bung Hatta dan Wangsawidjaja mengunjungi RSPAD Gatot Subroto untuk menjenguk Bung Karno. Setelah sebelumnya mereka dapat kabar dari Mas Agung (Dirut PT Gunung Agung), bahwa Bung Karno dalam keadaan gawat. Sakitnya Bung Karno ini memang sangat dirahasiakan pemerintah. Karena itulah, Hatta sebelum membesuknya harus minta izin terlebih dulu kepada Pak Harto melalui Sekmil Jenderal Tjokropranolo.

Sesampainya Bung Hatta dan sekretarisnya ke RSPAD mereka mendapatkan bahwa Bung Karno sudah tidak sadarkan diri. ”Saya melihat Bung Hatta begitu sedih melihat keadaan Bung Karno,” tulis Wangsawidjaja. Tapi untungnya tidak lama kemudian Bung Karno siuman.

”O o Hatta, kau ada di sini. Kau juga Wangsa,” ujar Bung Karno perlahan. ”Sebenarnya masih ada ucapan lisan yang dikatakan oleh Bung Karno kepada Bung Hatta. Tetapi, saya tidak tahu persis, karena ucapan Bung Karno terlalu pelan,” tutur Wangsa.
 Dan itulah pertemuan terakhir dua bapak bangsa, yang selama puluhan tahun berjuang untuk mencapai kemerdekaan, tanpa peduli harus masuk dan keluar penjara dan diasingkan ke berbagai tempat. ”Suatu pertemuan yang amat mengharukan antara dua orang sahabat itu

Tiga puluh tujuh tahun lalu, Jumat 14 Maret 1980, Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta, wafat dalam usia 77 tahun. Sepanjang hidupnya, tokoh kelahiran Bukittinggi, Sumatra Barat, tersebut berjuang demi kesejahteraan bangsa Indonesia. Ia dikenal luas sebagai sosok yang cerdas, tekun, pendiam, tepat waktu, ringkas bila berbicara, jujur, dan hidup sederhana. Kepergiaannya pun meninggalkan duka teramat dalam bagi segenap rakyat Indonesia.

Dalam wasiatnya, Bung Hatta menyebutkan, bila kelak meninggal dunia, ia ingin dimakamkan di kompleks permakaman biasa. Maknanya ia enggan berpisah dengan rakyat Indonesia yang dicintainya. TPU Tanah Kusir menjadi tempat peristirahatan terakhirnya. Betapapun jasad Bung Hatta amat pantas berada di taman makam pahlawan nasional.

Dan Bung Hatta juga pernah memberi nasihat kepada warga Indonesia antara lain:
Perjuanganku melawan penjajah lebih mudah, tidak seperti kalian nanti. ...

Pemimpin sejati adalah pemimpin yang sanggup menyediakan penggantinya.

Maka dengan tercapainya penyerahan kedaulatan, perjuangan belum selesai.

Dalam kisah ini penulis mengajak agar kita supaya menuruti gaya Bung Hatta sebagai pahlawan Proklamator dia memiliki jiwa nasionalisme yang besar untuk membalas negara Indonesia dan walaupun dia berselisih dengan Bung Karno atas parlementer Bung Hatta tidak pernah dendam kepada Bung Karno karna beliau merupakan sahabat Bung Hatta pada saat menjadi wakil presiden dan Bung Karno menjadi presiden

Kita harus meneladani nya sikap yang di miliki oleh Bung Hatta atas jiwa nasionalisme dan tidak pernah haus ilmu dia selalu ingin belajar terus seperti pepatah bilang "Tuntutlah Ilmu Hingga ke Negeri China". Artinya, cari dan tuntutlah ilmu sejauh apa pun ilmu itu berada.
 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun