Mohon tunggu...
Teguh Iqbal Alam
Teguh Iqbal Alam Mohon Tunggu... Nahkoda - Abadikan pikiran dan perasaanmu melalui tulisan

Yakinlah kita akan selalu mampu mewujudkan apa yang ingin dicapai

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dinamika Impelementasi Reformasi Struktural dalam Organisasi Pemerintah

22 September 2023   13:00 Diperbarui: 30 September 2023   08:06 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.COM/RAHMAT RAHMAN PATTY

Reformasi birokrasi merupakan program yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dalam periode kedua pemerintahannya. Hasil yang diharapkan dari program ini adalah peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Penilaian terhadap para aparatur sipil negara (ASN) sebagai pelaksana RB ini,  juga didasarkan pada dampak dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.

Sementara itu, reformasi struktural juga merupakan bagian dari reformasi birokrasi yang tidak mungkin bisa terpisahkan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam penyelenggaraan negara, para ASN masuk dalam ruang lingkup struktural.

Artinya, mereka diorganisasikan melalui sebuah struktur organisasi yang dipimpin pejabat setingkat jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya, dan jabatan tinggi pratama.

Selain itu, masih ada turunan jabatan lainnya yang dikenal dengan istilah jabatan eselon III dan eselon IV atau dapat disebut juga kepala bagian dan kepala subbagian.

Presiden Joko Widodo secara tegas memerintahkan agar dilakukan pemotongan terhadap rantai birokrasi yang terlalu panjang. Kepala Negara menginginkan agar setiap pengambilan keputusan dapat dilakukan secara cepat, tanpa terkendala hambatan birokrasi.

Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat merasakan manfaat dari hasil suatu kebijakan dengan cepat. Berdasarkan arahan tegas presiden tersebut, tampak jajaran dibawahnya mulai merumuskan langkah-langkah terbaik untuk mengimplementasikan program reformasi struktural tersebut.

Pengalihan sebagian jabatan struktural ke jabatan fungsional menjadi langkah awal implementasi program tersebut. Tongkat komando pun akan dipegang secara mutlak oleh pejabat tinggi pratama selaku pimpinan unit kerja.

Dengan demikian, di bawah jabatan tinggi pratama ini tidak ada lagi pejabat yang berwenang untuk mengorganisasi atau memerintah. Garis komando pun langsung mengarah kepada para staf.

Namun, implementasi dari program ini nampaknya masih belum dilakukan secara menyeluruh. Perubahan jabatan struktural ke jabatan fungsional ini baru diujicobakan pada beberapa unit kerja di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Upaya untuk memangkas rantai birokrasi ini nyatanya menuai persoalan baru. Pengalihan jabatan struktural ke jabatan fungsional tersebut dinilai terlalu dipaksakan. Sebagian ASN yang berperan sebagai pelaksana nampak kebingungan. Belum adanya regulasi yang tepat, membuat program ini seakan-akan hanya jalan ditempat.

Memang jika dilihat dari luar, program reformasi struktural ini berjalan dengan baik, namun jika dilihat dari dalam, jelas implementasinya hanya cangkang belaka. Sekilas memang tampak ada perubahan pada penamaan dan kelompok jabatan, tetapi apa gunanya kalau perubahan yang terjadi hanya sebatas kata-kata dan tidak ada perubahan sistem kerja yang nyata. 

Perubahan jabatan struktural ke jabatan fungsional sebetulnya diarahkan agar para aparatur sipil negara (ASN) menjadi lebih produktif. Dalam jabatan fungsional, para ASN ini juga diharapkan dapat menjalankan pekerjaannya dengan lincah tanpa terhalang batas-batas tertentu. Mereka diarahkan untuk dapat bekerja di mana saja dan dapat mengerjakan pekerjaan apa saja.

Namun, budaya kerja rutinitas yang selama ini melekat pada para abdi negara di negeri ini, sukar untuk dilepaskan. Mereka terlanjur nyaman dengan budaya kerja santai, pekerjaan yang sedikit, dan tanpa orientasi target yang jelas.

Hal-hal tersebut harus segera dipikirkan solusinya apabila memang reformasi struktural ini adalah salah satu agenda prioritas pemerintah. Bagaimanapun arahan presiden harus diterjemahkan secara nyata agar hasilnya dapat berdampak langsung kepada masyarakat.

Penataran dari stakeholders terkait kepada para pejabat tinggi pratama harus dilakukan. Para pimpinan unit kerja yang selama ini banyak dibantu oleh pejabat lain di bawahnya, harus dipaksa untuk beradaptasi dengan pola kerja baru. Mereka harus ditekan agar keluar dari zona nyaman dan budaya kerja rutinitas.

Jika selama ini para pejabat tinggi pratama hanya memahami persoalan makro, maka mulai sekarang mereka harus mulai turun ke bawah untuk menangkap isu-isu mikro. Pemahaman terkait isu makro dan mikro ini menjadi hal yang sangat penting bagi seorang pimpinan di sebuah instansi. Hal tersebut juga merupakan bagian arahan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan.

Oleh karena itu, para pimpinan unit kerja setingkat eselon II harus mulai mengubah mindset dan pola bekerja. Jika selama ini mereka senang dilayani dan hanya bekerja di balik meja, maka ke depan dua hal itu harus diubah total. Sebagai pemegang peran penting dari implementasi reformasi struktural, para pimpinan jabatan tinggi pratama harus mau belajar untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan teknis sesuai tugas dan fungsi organisasi yang dipimpin.

Di samping itu, para pejabat tinggi pratama juga perlu menumbuhkan rasa percaya diri kepada para bawahannya, terutama dalam mengungkapkan gagasan-gagasan yang mampu mendongkrak produktivitas unit kerja.

Dalam menjalankan sebuah organisasi birokrasi, kebijakan tidak mutlak harus berasal dari atas. Para staf yang didominasi oleh para abdi muda juga harus terlibat aktif dalam perumusan berbagai kebijakan.

Dengan perkembangan zaman yang pesat, ide-ide segar dan modern sangat dibutuhkan untuk menghasilkan produk-produk birokrasi yang unggul. Para staf di dalam suatu unit kerja juga perlu didorong untuk aktif memberikan solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada.

Hal tersebut dibutuhkan untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan (leadership) serta kepedulian terhadap organisasi. Kepemimpinan merupakan sebuah hal yang perlu dikaderisasi. Pimpinan yang sedang menjabat perlu menyiapkan kader untuk melanjutkan tugas kepemimpinannya di masa yang akan datang.

Kaderisasi ini sangat penting untuk menyiapkan pemimpin-pemimpin yang matang. Artinya, pemimpin yang siap menjalankan semua tugas yang melekat pada dirinya, termasuk pembinaan pegawai.

Terkait pembinaan, seorang pemimpin terkadang menyepelekan kewajiban yang satu ini. Selain memberikan arahan atau perintah untuk bekerja, seorang pimpinan juga perlu melakukan pembinaan terhadap para staf dibawahnya.

Pembinaan dalam arti merangkul, yang bertujuan untuk menumbuhkan loyalitas. Loyalitas tersebut akan membentuk kepatuhan para staf terhadap pimpinannya. Dalam hal ini, pimpinan unit kerja tidak boleh membeda-bedakan staf di bawahnya. Setiap pegawai/staf harus dipastikan memiliki hak yang sama dalam urusan apapun.

Dalam melakukan pembinaan, pimpinan unit kerja perlu berupaya untuk dekat dengan para anak buahnya. Kedekatan yang terjalin antara pimpinan dan bawahan akan membawa dampak positif bagi lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman akan meningkatkan produktivitas kerja, sehingga akan dicapai hasil yang maksimal.

Selanjutnya, hasil kerja yang maksimal akan memberikan pengaruh yang baik terhadap nama baik lembaga/instansi. Totalitas yang diberikan para staf dalam bekerja akan membuahkan prestasi yang membanggakan. Tetapi apabila pada saatnya suatu unit kerja berhasil mendapatkan prestasi, maka yang perlu diingat adalah capaian itu merupakan hasil kerja bersama.

Prestasi yang berhasil diraih tersebut tidak boleh diklaim satu pihak oleh pimpinan tertinggi di unit kerja. Apresiasi atas capaian prestasi itu juga perlu diberikan kepada para staf yang telah bekerja keras dan memberikan kontribusi terbaiknya.

Struktur organisasi yang tertata dan terbina dengan baik akan memperlancar implementasi reformasi struktural di suatu lembaga/instansi. Di samping itu, para pelaksana yang telah didorong untuk beradaptasi dengan pola kerja/budaya kerja baru akan mempercepat kesuksesan implementasi salah satu program prioritas pemerintah ini. Sebagai penunjangnya, para pimpinan unit kerja juga perlu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman agar akselerasi program ini dapat berjalan dengan baik.

Selanjutnya, stakeholders terkait yang bertanggung jawab atas program ini, perlu menjamin kejelasan mengenai regulasi-regulasi yang akan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan reformasi struktural tersebut.

Jika hal-hal fundamental dalam upaya reformasi struktural ini sudah terpenuhi, maka dapat dipastikan program ini akan memberikan perubahan yang nyata dan bukan hanya perubahan kata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun