Bepergiannya seseorang ke suatu daerah untuk tujuan tertentu, kadang-kadang berhadapan dengan berbagai resiko dalam prosesnya.
Hal-hal timbul di luar pengharapan, menyebabkan seseorang menjadi terlantar dalam bepergiannya tersebut.
Secara teknis, bagi sebagian orang, ia bisa sigap bagaimana seharusnya mengambil langkah apabila terlantar di suatu daerah.
Tetapi bagi sebagian orang lainnya, adakalanya kebingungan itu menyergap diri dan tidak paham apa yang harus ia lakukan dalam keadaan menjadi orang terlantar.
Situasi dan kondisi menjadi orang terlantar seperti teralami Suhariyono (60 tahun), warga Kabupaten Batam.
Dalam perjalannya mencari jalan pulang pasca mendapat persoalan pada proses perantauannya untuk menjalani sebuah bisnis di Kota Bandung.
Keadaan membuatnya bingung dan panik. Suhariyono mendatangi Kantor Kecamatan Panyileukan. Mengadukan kondisinya kepada aparat kecamatan serta berharap ada solusi baginya bisa segera pulang ke Batam.
Pihak kecamatan pun menanggapi Suhariyono, berkoordinasi secara internal dan meneruskan informasi keterlantaran Suhariyono kepada petugas Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kecamatan Panyileukan.
Suhariyono, berkomunikasi dengan petugas TKSK Kecamatan Panyileukan, Tedi Budianto, lalu akhirnya ia mendapat penanganan atas masalah keterlantarannya.
Inisiatif Tedi Budianto membawa Suhariyono dengan berkendara motor ke Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung di daerah Derwati Kota Bandung.
Tiba di Kantor Dinsos Kota Bandung, lalu menghadap kepada petugas penanganan orang terlantar di kantor tersebut.
Suhariyono kini sudah ada dalam penanganan Dinsos Kota Bandung untuk mendapatkan layanan sebagaimana layaknya bagi orang terlantar sesuai prosedur berlaku.
    Â
Permensos tentang TKSK Â
Mengamati inisiatif petugas TKSK di atas, banyak hal kita temukan hal menarik tentunya. Bagaimana petugas begitu sigap menangani keluhan orang terlantar sampai akhirnya mendapatkan solusi bertahap sesuai harapan hingga tuntas.
Lalu siapa sebetulnya petugas TKSK ini? Berada bersama orang-orang dalam masalah sosial dan respon cepatnya menangani persoalan-persoalan sosial itu.
Istilah TKSK sejauh ini dapat kita pahami sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan  (TKSK).
TKSK merupakan seseorang mendapat tugas fungsi dan kewenangan sosial dari Kementerian Sosial, Dinas Sosial Provinsi dan atau Dinas Sosial Daerah Kabupaten/Kota.
Tugasnya membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai lingkup wilayah penugasan di kecamatan.
Tedi Budianto menjelaskan bahwa TKSK memiliki ruang lingkup tugas meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
Terkait pelaksanaan penyelenggara kesejahteraan sosial dalam pendampingan program, TKSK Â layak menerima imbalan sesuai dengan standar program tersebut. Â
Dalam melaksanakan tugas TKSK memiliki fungsi diantarnya fungsi koordinasi, fasilitasi, dan fungsi administrasi.
Pengertian dari masing-masing fungsi tersebut, mengutip dinsos.jogjaprov.go.id bahwa fungsi koordinasi merupakan sinkronisasi dan harmonisasi dengan dinas sosial daerah provinsi, dinas sosial daerah kabupaten/kota, perangkat kecamatan, tokoh masyarakat lain dan atau PSKS dalam penyelenggara kesejahteraan sosial.
Pelaksanaan kordinasi dalam bentuk saling memberikan informasi, menyampaikan persepsi dan/atau membangun kesepakatan dalam penyelengaraan kesejahteran sosial.
Kemudian mengenai fungsi fasilitasi, merupakan upaya untuk membantu masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial di kecamatan.
Pelaksanaan fasilitasi dalam bentuk pendampingan sosial, bimbingan sosial, kemitraan, dan rujukan.
Sementara itu fungsi administrasi, berupa rangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan.
Pelaksanaan administrasi dalam bentuk, pemetaan sosial berdasarkan identifikasi masalah  sosial dan potensi sumber yang tersedia, pencatatan dan pelaporan.  Â
Layanan Penuh
Pemulangan orang terlantar mendapat respon cepat petugas TKSK, kata Tedi Budianto, lebih karena dasar normatif Permensos Nomor 28 Tahun 2018 itu.
Dalam Permensos tersebut intinya bagaimana masyarakat mendapat kesempatan layanan penuh saat menghadapi persoalan sosial.
Terkadang penanganan saat di lapangan cukup rumit. Masalah sosial orang perorang sangat kompleks dan pada keadaan itu keluesan petugas menjadi kunci TKSK mampu menyelesaikan persoalan yang ada.
Jumlah terbatas personil dalam setiap kecamatan, menyebabkan TKSK harus berjibaku dengan kompleksitas persoalan lapangan.
Beruntung, dasar kemampuan koordinasi atau dasar-dasar penanganan masalah sosial sebagaimana telah mereka peroleh melalui berbagai macam pelatihan atau pembekelan bisa teraplikasi dengan baik.
Suhariyono sebagai salah satu bentuk kasus lapangan bagaimana persoalan sosial dapat terselesaikan oleh petugas TKSK.
Langkah-langkah sigap Tedi Budianto setidaknya memberikan gambaran bagaimana negara hadir dalam situasi dan kondisi masyarakatnya dalam menghadapi maslah sosial.
Penanganan orang terlantar ini, mungkin adalah kali ke berapa bagi Tedi Buddianto menyelesaikan tugas-tugas ke-TKSK-annya.
Semoga saja keadaan masyarakat dalam jerat masalah sosial seperti Hariyono atau masyarakat luas dalam kondisi dan situasi masalah sosial lainnya, dapat terlayani dan mendapat solusi konkret atas masalah sosial yang menerpanya.
Demikian harap Tedi Budianto mengakhiri proses tugas pelayanannya sebagai TKSK kepada orang terlantar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H