NU masih bertahan pada masa itu, namun raihan suara parlemen semakin berkurang dan hanya menyisakan 20 kursi saja. Lain halnya dengan PNI, seluruh kekuatnnya rontok saat menghadapi kekuatan Orba.
Memasuki tahun 1972, Partai NU kembali melakukan penyatuan atau penggabungan bersama partai-partai Islam lainnya seperti Parmusi, PSII dan Perti) menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Kekuatan NU pecah akibat fusi tersebut. Sebagian mengikuti PPP dan sebagian lain berada bersama kekuatan Golongan Karya (Golkar).
Untuk bergabung kepada fusi lain --saat itu terdapat tiga-fusi yaitu Partai Dekokrasi Indonesia (PDI), jelas warga NU kurang pas karena di tubuh PDI itu merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Kristen, IPKI, dan Murba).
NU menolak bersama PDI karena alasan fanatisme agama dan bukan karena alasan rasionalisasi atau pendidikan politiknya.
Baju Politik
Keadaan dalam fusi belum memberikan perubahan berarti kepada NU. Maka, diputuskan pada tahun 1984, NU melepaskan baju politiknya dan kembali kepada kepada jalur organisasi kemasyarakatan.
Alasan kuat NU tidak menjadi bagian dari aktor politik praktis yaitu agar NU lebih mudah mencantolkan kekuatan kepada penguasa saat itu dari pada harus berjuang dalam wadah partai namun bersebrangan dengan kekuatan pemenang politik pada masa itu.
Belum lagi, kekuatan yang terus tergerus pada masa pemilu Orba, suara PPP hampir mengalami kekalahan dari PDI. Semakin buyar saja konkrit kekuatan NU era Suharto.
Arti lain, melepas baju politik NU dari kepartaian, sebagian pihak berkesimpulan bahwa NU pada akhirnya berlabuh ke tubuh Golkar, sebab Golkarlah yang selama era Suharto berkuasa selalu menjadi pemenang kontestasi politik dalam negeri.
Dampak besar NU yang berlabuh kepada Golkar, menjadikan Golkar benar-benar selalu unggul dan kebanjiran suara pendukung dari warga NU. Hal terbukti pada masa pemilu 1987 hingga pemilu 1997.
Keadaan internal PPP sendiri pada saat itu, sebagian besar petingginya kehilangan simpatik kepada NU karena sikap melepas baju politik NU dan mengikuti suara pemenang pemilu zaman Orba.