Warga NU pun kemudian berpikir dan menemukan kesimpulan, bahwa kemenangan besar NU dalam dunia politik praktis kepemiluan dan pemerintahan, ternyata hanya menguntungkan segelintir elit politik saja.
Diantaranya ada pula berpemikiran bahwa NU hanya menjadi objek permainan politik para elit partai karena pada realitasnya warga NU lebih banyak "didiamkan" lebih jauh memahami dunia politik saat itu dan cenderung menjauhkan warga NU dari pendidikan politik yang sesungguhnya.Â
Meski demikian, pada saat pemilu tiba (1955 dan 1971) warga NU tetap memilih Partai NU.
Tergerus Orba
Banyak halang rintang NU menembus realitas dunia politik di Indonesia. Setelah mengalami keadaan pada masa Orla, periodisasi Orde Baru (Orba) memberikan warna khusus kehidupan politik NU.
Di bawah pmerintahan Soeharto, keadaan politik skala besar Indonesia mengalami perubahan. Timbul diantaranya adalah penerapan sistem politik otoriter di dalam negeri.
Berbagi kekuatan terutama usai gelaran pemilu tahun 1971, NU harus berhadapan dengan kekuatan besar Soeharto melalui kebijakannnya "memberangus" kekuatan lawan politik dalam negeri.
Adalah kebijakan fusi berbagai partai politik dan kekuatan massa yang ada saat itu. Sebagian besar kekuatan politik Orba tumbang karena aturan wajib mengikuti kekuatan dalam fusi tersebut.
Fusi atau penyatuan sejumlah kekuatan politik dalam wadah lebih kecil, memaksa NU berada dalam naungan "beringin".Â
Kewajiban berfusi diikuti oleh langkah refresif pemerintah. Para pelanggar kebijakan secara langsung memperoleh tindakan ancaman dan pengisoliran.