Mohon tunggu...
Teguh Ari Prianto
Teguh Ari Prianto Mohon Tunggu... Penulis - -

Kabar Terbaru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memeras Kambing, Membangun Tangga Langit

30 Desember 2022   11:09 Diperbarui: 30 Desember 2022   17:16 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tangga langit. Photo: kumparan.com


Makian semakin terdengar setiap hari, sementara saya bulat tinggalkan pekerjaan itu demi mengurusi kambing-kambing peninggalan bapak.

Lama ikut bekerja di sebuah gudang besi tua milik kawan sekitar kota tempat saya tinggal.

Makian adalah ekspresi kecewa orang-orang sekeliling kampung.

Menurutnya, saya jadi penghubung urusan mereka terutama saat butuh besi tua.

Kini tak ada lagi orang dalam di gudang. Orang-orang sekeliling kebingungan akses saat butuh besi tua.

Pemilik gudang besi tua terlampau pelit memberi layanan kepada orang-orang kampung. Pemilik gudang menghukum orang-orang kampung karena mereka pemarah.

Makian tak saya pedulikan. Lebih baik menanak nasi saja untuk makan hari ini.

Hasil kerja di gudang besi tua itu tidaklah cukup memenuhi gentong beras yang saya tanak tiap hari.

Kecuali kambing-kambing peninggalan bapak menghasilkan susu dan dapat saya tukar dengan beras.

Hewan-hewan itu menghidupi saya, sementara hidupnya sering saya abaikan.

Hilang waktu untuk mengurusnya karena saya sibuk dengan besi-besi tua.

Di kampung setiap hari orang-orang butuh besi tua untuk membangun tangga langit.

Mereka ingin memiliki tangga sekaligus menara tertinggi dekat langit agar orang lain mudah mengenal kampung dan dapat mengantarkannya juga kepada mereka kepada ketinggian saat mereka butuhkan.

Hampir setiap saat mereka medesain layaknya arsitek dan bekerja memasang besi-besi tua seperti ahli sipil. Padahal mereka itu berotak kosong.

Besi-besi tua ingin mereka kendalikan dengan kekosongan otak-otak mereka dari pengetahuan tentang besi.

Besi-besi tua keras kerap ditantang keras tenaga. Besi-besi tua sering marah karena perlakuan kasar dan keras orang-orang kampung.

Tak ada bentuk diperoleh setelah sekian lama bekerja. Besi-besi tua hanya melawan setiap saat, tak mau dikendalikan.

Sepotong-sepotong besi patah lalu terbuang.

Jika keadaan sudah demikian, giliran saya bekerja memesan lagi besi-besi tua ke gudang tempat saya bekerja.

Saya memilihkan besi-besi tua pesanan mereka.

Saat diminta kadang-kadang barang tidak ada. Disitulah mereka lampiaskan kemarahan karena barang keinginannya tak kunjung terpenuhi.

Besi-besi tua di gudang bukan besi dari hasil olahan sendiri. Semua didatangkan dari sisa-sisa pakai orang lain.

Orang-orang kampung tidak mau tahu, pokoknya besi pesanan harus ada.

Sementara, jika besi sudah ada pun, sering bingung akan dibentuk apa.

Tangga-tangga itu jelas konsep dan bentuknya. Memasangkannya hingga langit tinggi pun, bisa dilakukan. Tinggal susun saja!

Tetapi berkali-kali mereka bekerja, tangga tak kunjung menemui bentuk.

Saya digaji tak seberapa, sementara hardik dan makian orang-orang kampung tak mungkin terbayar dengan harga murah.

Untuk alasan itu saya putuskan keluar bekerja dari gudang besi tua kawan tempat saya bekerja.

Saya memilih memeras kambing saja. Susu lebih berarti dari pada mengikuti ingin orang-orang kampung.

Kambing-kambing itu sudah lama diliarkan. Mungkin saja saat ada di luar kandang orang-orang kampung memeras kambing-kambing saya juga.

Mereka mencuri susu dari kambing-kambing peninggalan bapak saya.

Sudah gaji saya sedikit dari hasil  bekerja di gudang besi tua, susu dari kambing-kambing peninggalan bapak saya mereka curi pula.

Sekarang, kambing-kambing itu sudah tua-tua. Sedikit sekali susu saya dapat ketika saya memerasnya.

Walau sedikit, masih ada sisa-sisa untuk saya tukar dengan beras.

Induk-induk kambing tak juga kunjung beranak. Susu kadang-kadang habis dihisap sang jantan.

Saya ingin akhiri semua ini sebagai sebuah cerita akhir tahun.

Memulihkan kambing-kambing akan lebih berharga untuk jadi harapan penopang hidup tahun depan.

Rencana membangun kampung bisa disusun ulang pula. Besi-besi tua keras itu, harus dihadapi oleh keluwesan pikir saat akan membentuknya.

Besi-besi tua itu tidak akan marah jika diperlakukan lembut walau mereka keras.

Tahun depan menjadi tahun harapan, mewujudkan rencana mengurus kambing-kambing peninggalan bapak dan membangun tangga langit dengan penopang besi-besi tua. mendesain menara menarik menjulang langit.

Pergilah tidur, esok sudah tahun baru 2023.

Bandung, 29 Desember 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun