Dasar pemahaman pengguna medsos kepada kelayakan aturan yang suka dikesampingkan, otomatis menimbulkan dampak lanjutan terutama menyangkut norma-norma penayangan informasi.
Berjubelnya grup-grup medsos (termasuk WA Grup, Istagram dan lain-lain) menggunakan nama-nama institusi resmi untuk subjek persoalan yang sama, hal ini pun menambah panjang kebingungan publik khususnya warga yang membutuhkan info benar mengenai bencana yang sedang dialaminya.
Kita akhirnya bertanya, apakah keadaan semacam ini selanjutnya akan dilakukan penertiban?
Misalnya, semerawutnya grup-grup medsos  "palsu" institusi resmi dapat segera ditindak dengan pendekatan penegakan hukum terutama setelah RKUHP disahkan belum lama ini.
Info simpang siur kebencanaan yang akhir-akhir ini berkembang berpengaruh juga kepada proses pendistribusian bantuan relawan.
Banyak usaha baik untuk membantu korban bencana menjadi kandas ditengah jalan karena info-info bohong yang menyebar dan terlanjur diterima para dermawan kebencanaan.
Antisipasi
Laman news.detik.com pernah memuat ssbuah berita tentang "Polisi Tangkap Penyebar Hoax Gempa di Grup FB Prabowo For NKRI" pada 4 Oktober 2018 lalu.
Disebutkan media tersebut, Polisi menangkap lagi seorang netizen berinisial M karena diduga menyebarkan hoax terkait bencana alam. M ditangkap di Pekanbaru.
Kejadian berulang yang dialamai ini nyata di tengah-tengah kehidupan warga.
Bukan saja grup institusi resmi kebencanaan, medsos politik pun dibanjiri info yang tidak ada kaitannya dengan kebencanaan.