Tujuannya macam-macam terutama menyangkut eksistensi atau pengakuan keberadaan diri seseorang diantara lautan manusia di dunia.
Media sosial memang bisa melambungkan profile seseorang dan tidak sedikit mereka bercita-cita menjadi viral atas unggahan konten yang dibuatnya.
Tetapi, isi unggahan itu kadang baik atau bahkan sama sekali tidak mengindahkan kaidah-kaidah menyangkut penayangan informasi bagi publik.
Menayangkan apapun dan asal terkenal saja, sementara resiko lain yang ditimbulkan baik bagi dirinya atau orang lain, mudah diabaikan.
Pemberitaan beberapa waktu lalu, ada orang harus berurusan dengan hukum gara-gara menayangkan info soal akan adanya bencana gempa bumi besar menimpa Jakarta.
Tidak lama berselang, orang bersangkutan diamankan aparat dan mendekam di penjara dalam beberapa waktu.
Seolah tidak jera, info bohong kebencanaan berulang lagi menyebar pada waktu-waktu berikutnya dalam tempat berbeda.
Dan pelakunya pun menanggung konsekuensi berhadapan dengan penegak hukum dan berakhir tragis meringkuk di balik terali besi.
Kita menyayangkan, penggunaan media sosial belum sepenuhnya diikuti pemahaman secara menyeluruh para penggunanya.
Belum lagi, banyak pemilik akun medsos merupakan anak-anak yang secara aturan dilarang memiliki akun medsos sebelum memasuki usia tertentu.
Bagaimana anak-anak dibawah umur bisa membuat akun medsosnya, padahal syarat membuat akun biasanya menyertakan identitas diri dari kartu identitas kependudukan resmi yang dikeluarkan pemerintah.