Perkembangan yang begitu pesat, bahkan kebablasan, namun pemerintah sulit melakukan penegakan hukum karena aturan yang dimiliki lemah.
Siaran streaming itu semakin hari semakin mudah untuk diakses. Tanpa terbatas apakah itu radio atau pun televisi.
Bentuk siaran dalam saluran streaming muncul tanpa adanya penyaringan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Dalam kondisi ini, kita membutuhkan peraturan baru pendukung kepenyiaran agar pemerintah memiliki sikap tepat terhadap tindak-tanduk dalam dunia penyiaran yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat.
Umpamanya isi dari program-program siaran yang ditayangkan melalui media streaming itu bisa saja tidak sejalan nilai dan akar budaya bangsa.
Dari perubahan aturan baru yang diharapkan dibuat itu, hingga saat ini belum ada hal berarti yang bisa dilakukan pemerintah.
Dalam beberapa pengamatan, kelambatan pemerintah merespon perubahan pesat kepenyiaran ini, yaitu dari tertundanya beberapa kali pembahasan RUU Penyiaran di ranah legislatif atau DPR RI.
Kinerja DPR RI membahas RUU penyiaran, termasuk di dalamnya membahas tentang digitalisasi dunia penyiaran, sudah berjalan sejak 2012. Namun hingga saat ini tidak kunjung mendapat apa yang diharapkan. Artinya, 10 tahun pembahasan RUU Penyiaran tidak selesai.
Seharusnya, jika persoalan kepenyiaran ingin segera pulih, masa sidang DPR RI membahas RUU Penyiaran tersebut tuntas pada 2019 dengan segala mekanisme pembahasan yang harus dilewatinya termasuk pembahasan di komisi terkait. Tetapi, lagi-lagi upaya itu masih terpatahkan hingga sekarang.
Sementara berdasarkan aturan persidangan DPR, apabila pembahasan pada legislatif periode sebelumnya, dan tidak selesai, maka pembahasan yang belum tuntas tersebut tidak serta merta dapat dibawa kepada periodisasi legislatif berikutnya.
Kalau pun terdapat pembahasan di periodisasi legialatif baru, segalanya harus memulai lagi dari awal.