Mohon tunggu...
TEGAR TRI WIBOWO
TEGAR TRI WIBOWO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jember

Artikel artikel ekonomi kota

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemiskinan di Kota Susu (Boyolali)

10 September 2023   16:32 Diperbarui: 10 September 2023   16:43 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah-masalah perkotaan memang sudah tidak lagi asing bagi para penduduknya, salah satu permasalahan yang sangat mudah ditemui adalah kemiskinan, rendahnya upah pekerja,minimnya lapangan pekerjaan, rendahnya tingkatan pendidikan merupakan 3 dari banyaknya penyebab mengapa kasus kemiskinan marak terjadi diperkotaan.

Menurut Niemietz (2011) dalam Maipita (2014), kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk membeli barang-barang kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, papan, dan obat-obatan. Sedangkan Badan Pusat Statistik (2016) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Kemudian menurut Kuncoro (2000) dalam Tyas (2016) kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang atau daerah tidak dapat meningkatkan kehidupan yang lebih layak atau dapat dikatakan tidak dapat meningkatkan standar hidup yang lebih baik.

Di Boyolali kota dengan julukan kota susu, di kota ini kemiskinan masih menjadi momok yang menakutkan. Tercatat menurut data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), mencatat bahwa kemiskinan di Boyolali tercatat sebanyak 113.061 keluarga dan 427.622 jiwa kategori miskin. Angka ini merupakan yang terbesar nomor 4 di wilayah Soloraya. Peringkat pertama Kabupaten Klaten dengan jumlah masing-masing 191.341 keluarga dan 694.711 jiwa kategori miskin.

Kemudian Kabupaten Wonogri di posisi kedua dengan 132.894 keluarga kategori miskin dan jumlah individu 485.875 jiwa. Kabupaten Sragen di posisi ketiga dengan 122.042 keluarga dan 457.801 jiwa.

Kabupaten Karanganyar di posisi kelima dengan 108.946 keluarga dan 429.145 jiwa kategori miskin, Kabupaten Sukoharjo ada 91.002 keluarga dan 364.761 jiwa, dan terakhir Solo dengan 49.923 keluarga dan 184.779 jiwa kategori miskin.

Jumlah keluarga dan warga miskin itu tersebar di 22 kecamatan dengan jumlah terbanyak di Kecamatan Cepogo, kemudian disusul Andong dan Nogosari. Berikut data 10 kecamatan dengan jumlah keluarga dan warga miskin terbanyak di Boyolali menurut data P3KE:

1. Cepogo: 9.981 keluarga dengan 36.867 jiwa

2. Andong: 7.297 keluarga dengan 27.932 jiwa

3. Nogosari: 6.973 keluarga dengan 26.718 jiwa

4. Gladagsari: 6.762 keluarga dengan 24.886 jiwa

5. Selo: 6.112 keluarga dengan 21.125 jiwa

6. Klego: 6.093 keluarga dengan 23.137 jiwa

7. Juwangi : 5.683 keluarga dengan 20.733 jiwa

8. Wonosamodro: 5.561 keluarga dengan 20.104 jiwa

9. Ngemplak: 5.335 keluarga dengan 22.401 jiwa

10. Karanggede: 5.332 keluarga dengan 20.708 jiwa

Kemiskinan ini tidak semata mata terjadi tanpa adanya sebab, banyak penyebab mengapa kemiskinan ini ada di kabupaten Boyolali, diantara lain :

  • Rendahnya upah pekerja

Pemberian upah ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum tahun 2023. UMK Kabupaten Boyolali tahun 2022 yakni Rp 2.010.299,30. Namun apakah semua pekerjaan terkhusunya buruh harian lepas merasakannya. Banyak sekali kasus pekerja yang hanya dibayar Rp 70.000,00  satu hari dengan hari kerja selama 5 hari, jika ditotal maka satu bulan hanya mendapat Rp  1.400.000,00. Dan akhirnya banyak yang memilih untuk merantau agar dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan layak.

  • Kurangnya tingkat keahlian

Jumlah pengangguran di Boyolali tiap tahunnya antara 7.000-8.000 orang. Jumlah ini terus naik setiap tahun. Padahal pada data tahun 2021, Jumlah pencari kerja mencapai 7.829 orang, sedangkan lowongan kerja yang tersedia 16.637. Didominasi perusahaan dan pabrik garment yang tersebar di beberapa kecamatan.

Hal ini terjadi karena selama ini, mayoritas perusahaan mencari calon tenaga kerja yang sudah berpengalaman, sedangkan pencari kerja didominasi mereka yang baru lulus SMA/SMK maupun perguruan tinggi.

Lalu mengapa rendahnya upah dan kurangnya tingkat keahlian serta pengangguran mempengaruhi kemiskinan. Jika ditarik akar masalahnya kemiskinan sudah pasti bersumber dari kurang mampuan untuk memenuhi kebutuhan dalam hal ekonomi. Jika upah rendah namun kebutuhan hidup tinggi maka akan terjadi kekurangan.

Sama hal nya dengan keahlian-pengangguran. Jika banyak Perusahaan mencari tenaga kerja ahli namun sumber daya manusianya tidak terlatih maka mereka tidak akan dilirik Perusahaan tersebut, walaupun jumlah lowongan lebih besar dibanding dengan jumlah pencari kerja, Perusahaan tidak mau membuang waktu dengan sumber daya manusia yang tidak terlatih. Akhirnya hal ini akan berujung pada pengangguran. Jika menganggur maka tidak mempunyai penghasilan dan akhirnya akan jatuh pada garis kemiskinan.

Untuk memberantas itu Pemerintah Boyolali banyak membuat kebijakan salah satunya dengan mendirikan BLK atau Badan Latihan Kerja. Nantinya pencari kerja bisa difasilitasi untuk mendapatkan pelatihan di Balai Latihan Kerja . Mulai dari program keahlian menjahit, teknik mesin, teknik informatika, pengoperasian mesin bubut, pertukangan hingga boga.

 Jika calon pekerja ini menempuh progam keahlian menjahit mereka saat lulus bisa bekerja di pabrik-pabrik garment ataupun menjadi penjahit rumahan. Apalagi di boyolali banyak sekali terdapat pabrik garment. Kemudian, jika mereka menerima pelatihan mesin, mereka dapat mendirikan bengkel atau bekerja pada pabrik motor dan sebagainya.

Sedangakan untuk mereka yang menerima pelatihan informatika mereka dapat bekerja di bidang teknologi, admin dan banyak lagi. Mereka yang menerima pelatihan skill pengoprasian mesin bubut, mereka dapat bekerja di bengkel mesin bubut yang dapat menerima gaji 4-8 juta.

Progam pelatihan pertukangan mereka dapat menjadi ahli pembuatan mabel ataupun menjadi pengusaha mabel yang dapat mempunyai penghasilan tinggi, dan terakhir mereka yang menerima pelatihan boga, mereka dapat membuka restoran, catering dan lainnya, apalagi bisnis makanan merupakan salah satu bisnis yang bisa dibilang tidak akan pernah mati, setiap orang butuh makan setiap hari.

Selain itu pemerintah boyolali juga terus berusaha menarik investor agar mendirikan perusahaan atau berinvestasi di kabuptan Boyolali, jika hal itu berhasil maka tidak menutup kemungkinan akan bertambah banyak lapangan pekerjaan yang akan tersedia di kabupaten boyolali, dan akan mengikis lapisan kemiskinan di Boyolali. Dibuktikan dengan Upaya penyerderhanaan perizinan yang dilakukan pemerintah boyolali. Hal-hal ini bertujuan agar kemiskinan di Boyolali dapat mencapai angka yang rendah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun