Peran orang tua dalam membentuk pola pikir anak sangatlah besar, peran lingkungan, peran keluarga besar, peran teman dan peran perkembangan teknologi serta lainnya.
Namun menurut saya, peran keluarga inti seperti Orang tua, bapak atau ibu dirumah merupakan peran terbesar untuk membentuk ideologi anak.Â
Saya mengamati perbedaan yang cukup besar dan nyata antara didikan orang tua dari keluarga kaya, orang tua dari keluarga menengah, dan orang tua dari keluarga miskin.Â
Saya rasa disinilah kita banyak terperangkap dalam mindset yang salah, Orang tua dari keluarga kaya cenderung mengajarkan anak-anaknya untuk sukses menjadi pembisnis, diajari cara membangun usaha dan menjalankannya, merawatnya dan menumbuhkannya.Â
Sementara orang tua dari keluarga menengah cenderung lebih mengarahkan anaknya untuk mengejar gelar pendidikan yang tinggi, menjadi seorang profesional, seperti PNS, TNI atau Polri dan hidup aman nyaman dari sana, menerima penghasilan menjadi pegawai negara.
Sementara orang tua dari keluarga miskin  cenderung akan mengatakan kepada anak-anaknya, "cari uang saja, supaya bisa makan hari ini", begitu juga besok terus diulangi, cari makan untuk hari ini, besok habis cari lagi.
Dalam artikel ini saya tidak membenarkan atau menyalahkan masing-masing kondisi dari orang tua tersebut, yang saya kritik adalah pemikiran yang membuat seseorang atau keluarga jadi sejahtera itu tidak disebarluaskan dan diajarkan dengan seksama oleh negara, tidak ada pendidikan cara menjadi kaya dan sejahtera.
Awalnya saya tidak begitu percaya setelah membaca cerita dari buku pendidikan keuangan terkenal "Rich Dad Poor Dad" Karya Robert Kiyosaki, tapi setelah melihat kejadian yang berlangsung hari-hari ini, maka tampaknya apa yang dikatakan di buku itu terasa begitu nyata. Ya, begitulah keadaannya.
Lantas saya berpikir "Kalau terus begini, gimana yang kaya gak semakin kaya atau terus kaya, sementara yang miskin akan semakin miskin atau tetap miskin", Jadi menurut saya ada ada sedikit kekeliruan orang tua dalam mengajarkan anak masa kini.
Kekeliruan menurut saya ini akan saya jelaskan ke dalam beberapa poin :Â
1. Masih banyak orang tua yang memaksakan anaknya untuk jadi PNSÂ
Tolak ukur sukses seorang anak bagi orang tua adalah dengan sukses menjadi PNS, TNI/POLRI atau menjadi pegawai yang digaji negara dengan tetap dan aman, pemikiran inilah yang menghambat setiap potensi pemikiran anak untuk berkembang dan menciptakan ide yang liar.Â
Akibatnya pemikiran anak sejak ia mau tamat SMA/SMK, atau menjelang tamat KULIAH langsung mengarah ke tes CPNS atau yang berkaitan lainnya yang sudah saya sebutkan diatas, bukannya diarahkan untuk membangun usaha dan cari uang dengan berdikari atau menciptakan suatu karya.Â
2. Orang tua kaya mendorong anaknya untuk membangun usahaÂ
Inilah yang membuat kesenjangan ekonomi ini akan berlangsung terus dan akan semakin dalam apabila hal ini tidak segera disadari oleh orang tua atau orang-orang dewasa masa kini yang akan menikah dan memiliki anak untuk merubah maindset pemikiran tersebut.Â
Orang kaya mengajarkan anaknya untuk membangun bisnis, sangat berbeda dengan Orang tua menengah dan miskin. Akibatnya generasi anak dari orang tua yang kaya akan tetap dan terus dan makin kaya, sebaliknya yang menengah atau miskin akan terus dan tetap miskin.
3. Kuriositas tentang masa depan yang menyelamatkan
Salah satunya yang dapat menyebabkan kesenjangan hidup akan berbalik arah adalah curiosity , yap rasa penasarn, rasa ingin tahu yang tinggi, yang haus, berhasrat dan membara. Hanya itulah yang bisa menyelamatkan pemikiran anak dari orang tua yang keliru dalam mendidik pemikiran tentang kesejahteraan hidup.Â
Anak yang ingin tahu, apa ada yang salah, kenapa begini-kenapa begitu, kenapa saya begini dia begitu, bagaimana caranya agar bisa seperti itu?, adalah contoh -contoh pertanyaan seseorang tentang masa depan. Hal inilah yang akan menyelamatkan seseorang dari kemiskinan hidup.Â
Begitu juga dengan anak orang kaya, suatu saat dia bisa miskin dan menjadi melarat apabila orang tua kayanya keliru dalam mendidik anaknya, contohnya : memanjakan anak terlalu berlebihan, memenuhi keinginan anak terlalu berlebihan, memberikan fasilitas kemudahan yang berlebihan, dan tidak mengajarkan anak tentang membangun usaha dari 0.Â
Hal ini banyak juga menumbangkan kekayaan orang-orang kaya, karena generasi berikutnya yang tidak mau belajar dan menjaga rasa ingin tahunya, atau kuriositasnya mati dimakan kemanjaannya.Â
Demikianlah artikel ini saya tulis sebagai bentuk pandangan pribadi, bukan maksud untuk menyalahkan atau semacamnya.
Terima Kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H