Suasana kembali hening disertai ratapan mereka, dengan wajah menghadap ke tanah...
"hmm, yaudah deh mau gimana lagi, itukan demi kebaikan kamu juga, kalau kamu sudah dapat kerja kan memang bagus, itu kan untuk hidup kamu kedepannya juga" jawab zira seketika mencoba menenangkan zakir dan menghentikan dinginnya suasana ditengah percakapan itu.
Ya, begitulah zira sikapnya tenang dan dewasa, dia mengerti harus bagaimana dalam suatu keadaan, walau dalam hatinya tersembunyi kesedihan yang amat dalam mendengar kabar tersebut, namun tidak ditunjukannya ditengah percakapan itu.
"Kamu yakin gapapa?" tanya zakir mencoba meyakinkan dirinya
"iya, gapapa." jawab zira singkat dengan wajah menenangkan sambil mengelus-elus pundak zakir.
Sore itu mulai menjelang ke gelap hari, matahari sudah mulai sedikit tenggelam di penghujung bukit-bukit di hadapan mereka berdua, zakir kemudian berkata.Â
"Yaudah kalau gitu dari pada kita sedih-sedih, gimana kalau kita habiskan malam ini bersama terus sampai kita lelah gimana?, karena besok sore jam 5 kan aku sudah harus berangkat." ucap zakir mengajak ziraÂ
"Ide bagus tuh, hayukk deh" jawab zira naif.Â
Mereka berdua pun memutuskan untuk menghabiskan waktu-waktu disaat-saat terakhir sebelum kepergian zakir tersebut dengan berjalan-jalan keliling desa dan ke kota dengan mengendarai motor matic milik zakir, mereka berboncengan kesana kemari.
Mereka keliling desa, berfoto ria di spot-spot pemandangan indah di desa mereka, mereka ke kota jalan-jalan ke mall, nonton bioskop, main time zone, jajan, makan sate, mereka habiskan dengan kesenangan waktu-waktu yang tersisa itu.
Tidak terasa waktu sudah menunjukan jam 10 malam, zira mengajak zakir untuk pulang karena takut ayah ibunya memerahinya karena pulang larut malam.